Mohon tunggu...
Jabal Nur
Jabal Nur Mohon Tunggu... Administrasi - Tottenham Hotspur

Menulis Jurnal Perjalanan di www.saksara.xyz Kerjasama bareng bisa hubungi pariandopi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Jaka dan Polemik Dungu

27 Februari 2019   10:15 Diperbarui: 27 Februari 2019   10:17 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pixabay.com/demonstration

Mata mata di persimpangan jalan melalap semua perhatian, tertelan oleh peristiwa yang melebur dalam dunia partai, sekali lagi ini bukan isu konflik. Orang orang saling bertatapan antara satu kubu dan kubu yang lain. Berebut kuasa dan tahta pada suara suara teriakan bisu pada rezim pemerintahan.

Secuil awan menambangi batas persimpangan jalan, ramai dan berkerumun orang orang barbaju partai. Di depannya bergambar kepala dua orang yang menjadi jagoan mereka. Dua kubu berbeda, dua idola yang jauh berbeda. Saling memperebutkan elektabilitas demi sebuah tahta.

Para pemilik partai mulai berbondong bondong menyatu, berselisih, bermusuhan dan mencari cari idola mana yang betul betul harus dimenangkan. Tak khayal, segala harta dan posisi mulai digadaikan demi sebuah harapan kemenangan idola masing masing kubu. Berebut sudah menjadi alasan mengapa semuanya harus saling membenci, bahkan membunuh. Jika itu dibutuhkan untuk menyisingkan lawan.

Mobil dan segala kendaraan mulai ricuh dan piuk. Tersendat akibat jutaan orang berkumpul dan menimpali jalan. Teriakan teriakan yang memikuk telinga mulai berdesahan masuk membuntuti telinga. Adu kalimat saling bantah membantah tak bisa dipisahkan, demi memenangkan masing masing idola.

Tak ada yang mau mengalah. Iya, itu sangat jelas, tak ada yang mau idolanya menjadi bahan bulian. Jika nantinya mereka kalah. Walau panas terik membakar kulit dan wajah, orang orang itu masih saja berdiri dan berteriak. Meneriakan slogan masing masing idola yang dibanggakan. Harus menang.

Segala cara mulai dilakukan. Menipu, mengumbar, menjilat, dan parahnya lagi ada yang memfitnah lawan lain. Aduh, suasana semakin tidak kondusif. Perihal itu semua. Mungkin ini hanyalah sebuah arogansi masing masing kubu. Membunuh atau terbunuh lebih dahulu. Menenggelamkan sebelum kapal termakan rayap ganas. Entah, ini sulit.

Bukan orang orang paham politik saja yang ada disana. Orang orang awam dan buta politik juga menjadi penghias di persimpang jalan itu. Menuai harapan dan secuil doa pada setiap teriakan yang disampaikan. Mendengar janji dan kemudian mengiyakan. Sebuah angan yang akan menjadi fiktif belaka. Tertawan oleh keadaan yang harus dilakukan. Amplop berisi kertas, nominal menjadi perengut suara itu. Kotor, beginilah adanya.

Dari kaum muda, dewasa hingga emak emak ikut berpartisipasi dalam menyuarakan janji janji idola mereka. Berebut suara demi sebuah tahta sang idola. Tak ada lagi idola dangdut kali ini. Semuanya tersingkup lumpuh dalam kejamnya teriakan teriakan di persimpangan jalan. Terbakar dan basah kuyup kemudian.

Jaka, manusia bumi yang di jatuhkan pada permukaan tanah ini, sedang menatap dalam dalam peristiwa itu melalui televisi di warteg milik mang Ujang.

"berkedip mas"

Luntur semua khayalan dan keseriusan Jaka ketika menonton aksi massa di persimpangan jalan. Jaka tak mengerti. Tak mengerti sama sekali. Itu tadi korban bencana alam dari mana?.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun