Mohon tunggu...
Izzudin Hitimala
Izzudin Hitimala Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STAI Indonesia Jakarta-Ketua Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam. Guru SDIT Rahmaniyah Depok.

hobi main bola, baca buku dan berenang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lupakanlah Kebaikan Diri pada Orang Lain

28 November 2017   22:43 Diperbarui: 28 November 2017   23:53 894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Itulah manusia  sering menganggap diri penuh jasa dan penuh kebaikan pada orang lain, bahkan sering di ungkit-ungkit apabila dirinya berjasa pada orang lain, sehingga menginginkan orang lain tahu akan jasa dan kebaikan diri kita, lalu berharap agar orang lain  memuji  dan berharap  membalasnya maka semua ini berarti kita sedang membangun penjara untuk diri sendiri dan sedang mempersiapkan diri mengarungi samudera kekecewaan dan sakit hati.

Selayaknya kita menyadari bahwa yang namanya  kebaikan kita terhadap orang lain, sesungguhnya bukanlah kita berbuat baik kepada mereka  melainkan Allah-lah yang berbuat, dan kita dipilih menjadi jalan kebaikan Allah itu berwujud. Sesungguhnya terpilih menjadi jalan saja sudah lebih dari cukup karena andaikata Allah menghendaki kebaikan itu terwujud melalui orang lain maka kita tidak akan mendapat ganjarannya.

Maka Ketahuilah bahwa semakin banyak kita berharap sesuatu dari selain Allah SWT, maka semakin banyak kita akan mengalami kekecewaan. Karena, tiada sesuatu apapun yang dapat terjadi tanpa ijin Allah,jika selain dari Allah yang kita harapkan. maka hati ini akan terluka dan terkecewakan karena kita terlalu banyak berharap kepada makhluk. Belum lagi kerugian di akhirat karena amal yang dilakukan berarti tidak tulus dan tidak ikhlas, yaitu beramal bukan karena Allah.

jika kita sadari bahwa ketika kita berbuat baik kepada orang lain, maka itulah fungsi kita sebagai manusia yang di ciptakan oleh Allah SWT, berbeda-beda yaitu untuk saling membantu, bukankah kita dinamakan dengan makhluk sosial.? yang artinya manusia itu tidak bisa hidup dengan sendirinya, dia pasti membutuhkan bantuan orang lain, maka jika jika membantu orang lain itu sama halnya dengan kita menanam sebuah kebaiakn dimana akan dibalas oleh Allah melalui orang lain di lain waktu.


Mari Kita Renungkan bersama.

ketika ada seseorang yang akan terjatuh ke jurang, lalu tertolong berkat seseorang. Maka, sebenarnya bukanlah orang itu  yang menolong orang  tersebut, melainkan Allah-lah yang menolong, dan sang penolong atau orang itu dipilih menjadi jalan. Namun, andaikata  penolong  menjadi merasa hebat karena jasanya, serta sangat menuntut penghormatan dan balas jasa yang berlebihan maka selain memperlihatkan kebodohan dan kekurangan imannya juga semakin tampak rendah mutu kepribadiannya (seperti yang kita maklumi orang yang tulus dan rendah hati selalu bernilai tinggi dan penuh pesona). Selain itu, di akhirat nanti niscaya akan termasuk orang yang merugi karena tidak beroleh pahala ganjaran.

Juga Seorang guru, harus bisa menahan diri dari ujub dan merasa berjasa kepada murid-muridnya. Karena memang kewajiban guru untuk mengajar dengan baik dan tulus. Dan memang itulah rizki bagi seseorang yang ditakdirkan menjadi guru. Karena setiap kebaikan yang dilakukan muridnya berkah dari tuntunan sang guru akan menjadi ganjaran tiada terputus dan dapat menjadi bekal penting untuk akhirat. Kita boleh bercerita tentang suka duka dan keutamaan mengajar dengan niat bersyukur bukan ujub dan takabur.

Perlu lebih hati-hati menjaga lintasan hati dan lebih menahan diri andaikata ada salah seorang murid kita yang sukses, jadi orang besar. Biasanya akan sangat gatal untuk mengumumkan kepada siapapun tentang jasanya sebagai gurunya plus kadang dengan bumbu penyedap cerita yang kalau tidak pada tempatnya akan menggelincirkan diri dalam riya dan dosa.

Takdir menjadi seorang Guru adalah investasi besar, yakni kalau dilaksanakan penuh dengan ketulusan niscaya Allah yang Maha Melihat akan membalasnya dengan balasan yang mengesankan. Bukankah kita tidak tahu bahwah mengajar itu adalah sebuah ibadah, maka takdir beramal(mengajar)  adalah investasi.

Mari kita bersungguh-sungguh untuk terus berbuat amal kebajikan sebanyak mungkin dan sesegera mungkin. Setelah itu mari kita lupakan seakan kita tidak pernah melakukannya, cukuplah Allah yang Maha Melihat saja yang mengetahuinya. Allah SWT pasti menyaksikannya dengan sempurna dan membalasnya dengan balasan yang sangat tepat baik waktu, bentuk, ataupun momentumnya. Salah satu ciri orang yang ikhlas menurut Imam Ali adalah senang menyembunyikan amalannya bagai menyembunyikan aib-aibnya.

maka berbahagia bagi mereka, siapapun yang paling gemar beramal dan paling cepat melupakan jasa dan kebaikan dirinya, percayalah hidup ini akan jauh lebih nikmat, lebih ringan, dan bahkan  lebih indah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun