Mohon tunggu...
izzatul isma
izzatul isma Mohon Tunggu... Full Time Blogger - membaca adalah melawan,menulis adalah implementasi dari bacaan

dalam belajar cobalah seperti pohon dan angin serta seperti jejak kaki dan tanah,selalu menemukan makna disetiap pertemuan dan perjuangannya meskipun selalu sulit untuk abadi bersama

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kajian RUU Ciptaker (Cipta Lapangan Kerja)

23 Maret 2020   14:11 Diperbarui: 23 Maret 2020   14:23 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi tolak OmnibusLaw oleh aliansi Rajam (Rakyat Jawa Tengah Melawan) di Semarang

Demikian pula untuk industri karya akan dibuat ketentuan tersendiri. Selain itu, pada pasal 89 Ayat 30 disebutkan bahwa pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas [5]. 

Hal itu mengindikasikan pemerataan terhadap kesejahteraan tidak dilihat,sebab ketika Upah Minimum ditentukan oleh para gubernur,hal itu memudahkan akan terjadinya kesepakatan ilegal tanpa adanya pengawasan pemerintah pusat dimana akan sangat merugikan para pekerja.

2. Ketentuan Pesangon

Ketentuan pesangon Saat terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib memberikan pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi buruh. Akan tetapi dalam kebijakan baru ini memberikan pemaknaan yang akan merugikan para pekerja. 

Dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur besaran pesangon maksimal 9 bulan dan dapat dikalikan 2 untuk pemutusan hubungan kerja (PHK) jenis tertentu [6]. 

Total bisa mendapat 18 bulan upah, bakal dihilangkan.Tidak hanya itu, juga terdapat penghargaan masa kerja maksimal 10 bulan upah dan penggantian hak minimal 15 persen dari total pesangon dan/atau penghargaan masa kerja. Ketentuan tersebut akan dihilangkan jika RUU omnibus law telah disahkan. Pemerintah dinilai memiliki rencana memangkas pesangon menjadi tunjangan PHK sebesar 6 bulan upah.

3. Waktu Kerja

Pada pasal 89 Ayat 22 berisi perubahan dari pasal 79 UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Isinya, pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti bagi pekerja waktu istirahat wajib diberikan paling sedikit selama 30 menit setelah bekerja selama 4 jam, dan Istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu[7]. 

Dalam point tersebut dinilai akan merugikan pihak buruh karena jam kerja para buruh akan semakin bertambah,sehingga buruh akan dipekerjakan layaknya mesin namun gaji mereka tidak sesuai apa yang mereka kerjakan. Padahal di UU sebelumnya waktu kerja ditentukan selama 6 hari kerja (7 jam/hari) atau 5 hari kerja (8 jam/hari). 

Adapun pada Pasal 77A ayat ayat (1) disebutkan pengusaha dapat memberlakukan waktu kerja yang melebihi ketentuan untuk jenis pekerjaan atau sektor usaha tertentu [8]. Hal ini dinilai  pengusaha bisa mengatur seenaknya jam kerja dengan upah per jam. Bila dibandingkan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 diatur waktu kerja maksimal 7 jam per hari untuk 6 hari kerja dan 8 jam sehari untuk 5 hari kerja.

4. pembayaran upah bagi opekerja yang berhalangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun