“Ndhuk, sayang ya bapak nggak punya buku agenda”, ucap bapak yang tengah terbaring lemah di kasur.
Saat itu bagianku untuk menjaga bapak, bergantian dengan ibu. Aku tidak begitu kaget kenapa tiba-tiba bapak bilang seperti itu.
“Ah, mungkin memang sudah tidak lama lagi waktunya”, pikirku.
“Kenapa pak? Bukannya bapak punya yang warna hitam?”, balasku
“Enggak Ndhuk”, jawabnya singkat.
Dan percakapan secara langsung itu menjadi percakapan terakhirku dengan bapak.
Aku tau, bapak punya buku agenda berwarna hitam. Tapi aku paham “buku agenda” yang bapak maksud di sini bukanlah buku catatan biasa seperti buku hitam itu, bukan. Buku agenda yang dimaksud bapak adalah buku yang semestinya berisi kisah hidupnya.
*****
Sepenggal percakapan di atas menggambarkan tentang journaling.
Hmm... apa itu journaling?
Mungkin kita sering mendengar kata “buku diary” atau buku catatan harian. Seringkali kita menulisnya diawali dengan pembuka “Dear diary... hari ini aku....”. Dalam buku diary, biasanya hanya berfokus pada peristiwa sehari-hari yang kita alami, sedangkan journaling lebih dari itu. Aktivitas menuliskan peristiwa sehari-hari pada buku catatan/jurnal harian untuk mengekspresikan diri, menumpahkan isi pikiran, ide-ide, goals tahunan, emosi yang sedang dirasakan dan hal lainnya sesuai kebutuhan inilah yang disebut dengan journaling.