Mohon tunggu...
Money

Esensi Produksi Perspektif Ekonomi Islam

17 Maret 2019   23:08 Diperbarui: 18 Maret 2019   07:46 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kegiatan produksi dalam perspektif ekonomi Islam adalah terkait dengan manusia dan eksistensinya dalam aktivitas ekonomi, produksi merupakan kegiatan menciptakan kekayaan dengan pemanfaatan sumber alam oleh manusia. Berproduksi lazim diartikan menciptakan nilai barang atau menambah nilai terhadap sesuatu produk, barang dan jasa yang diproduksi itu haruslah hanya yang dibolehkan dan menguntungkan (yakni halal dan baik) menurut Islam.

Produksi tidak berarti hanya menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, melainkan yang dapat dilakukan oleh manusia adalah membuat barang-barang menjadi berguna yang dihasilkan dari beberapa aktivitas produksi, karena tidak ada seorang pun yang dapat menciptakan benda yang benar-benar baru. Membuat suatu barang menjadi berguna berarti memproduksi suatu barang yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta memiliki daya jual yang yang tinggi.

Firman Allah dalam QS Al-Mulk: 15 yang artinya "Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan."

Dalam memproduksi suatu barang atau jasa produsen harus mempunyai prinsip-prinsp produksi secara singkat sebagai pedoman yang harus diperhatikan, ditaati, dan dilakukan ketika akan berproduksi. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:

  • Berproduksi dalam lingkaran halal.

            Pada dasarnya, produsen pada ekonomi konvensional tidak mengenal istilah halal dan haram. Yang menjadi prioritas kerja mereka adalah memenuhi keinginan pribadi dengan mengumpulkan laba, harta, dan uang. Namun, seorang muslim tidak boleh menanam segala jenis tumbuhan yang membahayakan manusia, seperti tembakau yang menurut keterangan WHO, sains, dan hasil riset berbahaya bagi manusia. Selain dilarang menanam tanaman-tanaman yang berbahaya bagi manusia, sorang muslim juga dilarang memproduksi barang-barang haram, baik haram dikenakan maupun haram dikoleksi. Misalnya membuat patung atau cawan dari bahan emas dan perak, dan membuat gelang emas untuk laki-laki. Syariat juga melarang memproduksi produk yang merusak akidah, etika, dan moral manusia, seperti produk yang berhubungan dengan pornografi dan sadisme, baik dalam opera, film, dan musik (Qhardawi: 1997, 117-118)

  • Keadilan dalam berproduksi.

            Kitab suci Al-Quran memperbolehkan kerjasama yang saling menguntungkan dengan jujur, sederajat, dan memberikan keuntungan bagi kedua pihak dan tidak membenarkan cara-cara yang hanya menguntungkan seseorang, lebih-lebih yang dapat mendatangkan kerugian pada orang lain atau keuntungan yang diperoleh ternyata merugikan kepentingan umum.

Dijelaskan dalam QS Ar Rahman yang artinya "Dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu."

Ayat di atas menjelaskan bahwa tiap orang Islam hendaknya jujur dalam setiap tindakan, sebagaimana timbangan yang tepat ketika berjualan dan dalam semua kegiatan yang berkenaan dengan orang lain. Orang Islam tidak boleh tertipu daya karena contoh kualitas yang baik, lalu menjual barang-barang yang rendah mutunya atau mengurangi timbangan  (Doi: 2002, 188-189).

  • Seluruh kegiatan produksi terikat pada tataran nilai moral dan teknikal yang Islami (Anto: 2003, 156).

            Sejak dari kegiatan mengorganisir faktor produksi, proses produksi hingga pemasaran dan pelayanan kepada konsumen semuanya harus mengikuti moralitas Islam. Metwally (1992) mengatakan "perbedaan dari perusahaan-perusahaan non Islami tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi pasarnya". Produksi barang dan jasa yang dapat merusak moralitas dan menjauhkan manusia dari nilai-nilai relijius tidak akan diperbolehkan. Selain itu Islam juga mengajarkan adanya skala prioritas (dharuriyah, hajjiyah dan tahsiniyah) dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi serta melarang sikap berlebihan, larangan ini juga berlaku bagi segala mata rantai dalam produksinya.

  • Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial kemasyarakatan

            Kegiatan produksi harus menjaga nilai-nilai keseimbangan dan harmoni dengan lingkungan sosial dan lingkungan hidup dalam masyarakat dalam skala yang lebih luas. Selain itu, masyarakat juga berhak menikmati hasil produksi secara memadai dan berkualitas. Jadi produksi bukan hanya menyangkut kepentingan para produsen (staock holders) saja tapi juga masyarakat secara keseluruhan (stake holders). Pemerataan manfaat dan keuntungan produksi bagi keseluruhan masyarakat dan dilakukan dengan cara yang paling baik merupakan tujuan utama kegiatan ekonomi.

  • Permasalahan ekonomi muncul bukan saja karena kelangkaan tetapi lebih kompleks (Anto: 2003, 157-158)

            Masalah ekonomi muncul bukan karena adanya kelangkaan sumber daya ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan manusia saja, tetapi juga disebabkan oleh kemalasan dan pengabaian optimalisasi segala anugerah Allah, baik dalam bentuk sumber daya alam maupun manusia. Sikap terserbut dalam Al-Qur'an sering disebut sebagai kezaliman atau pengingkaran terhadap nikmat Allah. Hal ini akan membawa implikasi bahwa prinsip produksi bukan sekedar efisiensi, tetapi secara luas adalah bagaimana mengoptimalisasikan pemanfaatan sumber daya ekonomi dalam kerangka pengabdian manusia kepada Tuhannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun