Mohon tunggu...
rusman widodo
rusman widodo Mohon Tunggu... Penyuluh HAM di Komnas HAM -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hak Atas Fasilitas Publik bagi Penyandang Disabilitas

17 Oktober 2017   15:24 Diperbarui: 17 Oktober 2017   15:55 3816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hak Atas Fasilitas Publik bagi Penyandang Disabilitas*

Oleh Rusman Widodo**

Pemerintah Indonesia telah mengakui hak-hak penyandang disabilitas. Pengakuan itu terlihat, antara lain, melalui: 1. Inpres No. 3/2010 tentang pelaksanaan kebijakan pembangunan yang berkeadilan yang merefleksikan program-program pemerintah pro rakyat, sejalan dengan upaya pencapaian MGDs; 2. Ratifikasi Convention on the Right of Person with Disabilities (CRPD) yang kemudian menjadi UU Nomor 19 Tahun 2011 tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas; 3. Pada 17 Maret 2016, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyandang Disabilitas menjadi Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas sebagai pengganti UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.

Di tingkat daerah, telah muncul peraturan daerah (Perda) tentang perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Tercatat provinsi yang telah memiliki Perda tentang penyandang disabilitas adalah Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Provinsi Jawa Timur, dan Provinsi Kalimantan Selatan.

Berapa jumlah penyandang disabilitas di Indonesia? Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2012 penyandang disabilitas di Indonesia ada 2.126.000 jiwa. Bagaimana kondisi penyandang disabilitas di Indonesia? Kondisi mereka sangat memprihatinkan. Mereka banyak mengalami pelanggaran HAM dalam bentuk tindakan diskriminasi, stigmatisasi, pelecehan, pengusiran, ejekan-hinaan, penyerangan, pemerkosaan, kekerasan sampai dengan tindakan pembunuhan. Pelaku pelanggaran HAM berasal dari aparat negara, penegak hukum, masyarakat umum, juga terkadang dari keluarganya sendiri.

Selain itu, penyandang disabilitas di Indonesia mengalami kesulitan dalam mengakses beragam hal yang menjadi kebutuhannya karena banyak fasilitas publik yang tidak aksesibel bagi penyandang disabilitas. Beberapa fasilitas publik yang sering tidak aksesibel dan tidak akseptebel yaitu:

  1. Trotoar yang tidak aksesibel;
  2. Transportasi publik;
  3. Sarana di tempat rekreasi;
  4. Gedung atau bangunan instansi pemerintah dan swasta (hotel, penginapan);
  5. Tempat belanja (mal, pasar);
  6. Taman-taman kota / Ruang terbuka publik.

Di beberapa kota besar banyak gedung instansi pemerintah dan swasta belum menyediakan jalan atau tangga yang aksesibel bagi penyandang disabilitas. Transportasi publik (bis kota, angkutan kota, dll.) sangat tidak aksesibel bagi penyandang disabilitas. Bahkan cenderung membahayakan bagi penyandang disabilitas. Taman-taman kota tidak akses bagi penyandang disabilitas karena jalannya ditutup dengan portal. 

Mal dan pasar-pasar tidak menyediakan toilet khusus dan landaian yang memudahkan penyandang disabilitas bergerak. Tempat-tempat wisata juga belum ramah penyandang disabilitas karena jalannya terlalu sempit, tidak ada landaian, tidak ada papan informasi yang bisa diakses secara mudah oleh penyandang disabilitas. Trotoar tidak aksesibel karena diberi portal sehingga penyandang disabilitas, terutama pengguna pengguna kursi roda, tidak bisa mengaksesnya dengan aman dan nyaman. Juga banyak trotoar yang berlubang, rusak, bergelombang, yang membahayakan jika dilewati penyandang disabilitas.

Penyandang disabilitas memiliki hak untuk memperoleh fasilitas publik yang layak dan memadai. Negara wajib memenuhinya. Hak-hak tersebut dapat kita lihat di:

  1. Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang No.39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa "Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya". Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kelompok masyarakat yang rentan, antara lain, adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil dan penyandang disabilitas.
  2. Pasal 41 ayat 2 UU No.39/1999 tentang HAM menyatakan "Setiap penyandang disabilitas, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus." Tanggung jawab untuk memenuhi hak-hak penyandang disabilitas ada di pundak negara atau pemerintah sebagai pemangku kewajiban yang mendapat mandat dari rakyat.
  3. Pasal Pasal 71 UU No.39/1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan: "Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia."

Sebenarnya jaminan terhadap hak-hak penyandang disabilitas telah nyata dan jelas ada di dalam berbagai bentuk aturan atau perundang-undangan. Yang jadi soal, implementasinya belum berjalan sesuai dengan harapannya. Agar hak-hak penyandang disabilitas, khususnya hak atas fasilitas publik, bisa terwujud maka penulis mendesak kepada pemerintah dan pihak terkait untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Pemerintah perlu membuat riset yang mendalam tentang kebutuhan para penyandang disabilitas terkait fasilitas publik. Riset ini harus berskala nasional meliputi seluruh provinsi di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun