Mohon tunggu...
I WayanArtika
I WayanArtika Mohon Tunggu... Dosen - Pegiat Literasi

Pegiat literasi pada Komunitas Desa Belajar Bali, di Desa Batungsel Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan, Bali dan dosen di Universitas Pendidikan Ganesha.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Sejati, Mengajar Diri Sendiri

10 Juli 2019   12:41 Diperbarui: 10 Juli 2019   13:14 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Maka guru sejati adalah seperti yang ditulis oleh Khalil Gibran: "dia memulai mengajar dirinya sendiri, sebelum mengajar orang lain." Guru sejati adalah guru yang "mengajar dengan teladan" dan bukan "mengajar dengan kata-kata".

Guru sejati mengajar dirinya yang sama artinya dengan selalu belajar dan membangun dialog reflektif, kritis, dan ilmiah dalam dirinya untuk mereduksi peran subjek belajar menjadi co-subjek bersama siswa di kelasnya. Dengan inilah seorang guru sejati berjalan atau bekerja di atas kearifan dengan prinsip pengasuhan yang tulus kepada sekalian siswanya. Mengajar diri adalah membalik peran dari guru subjek menjadi diri objek yang sama sekali akan menyudahi kegiatan mengajar formal menjadi panggung pertunjukan kuasa subjek.

Hal yang paling lumrah yang terjadi pada guru adalah "mengajar dengan kata-kata" dan sedikit guru sejati seperti beberapa nama yang dikisahkan dalam esai ini, adalah mereka yang "mengajar dengan teladan". Mengajar dengan kata-kata memang konsep yang keliru namun menjadi hal istimewa pada guru. Sudah pada ghalibnya guru berkata, "silakan ambil sampah itu" kepada siswanya dan siswanya karena dibentuk oleh kebudayaan pendidikan "mengajar dengan kata-kata" yang sesungguhnya pemaksaan atau tekanan, mereka mau bertindak. Sebaliknya, mengajar dengan teladan. Guru memungut sendiri sampah tanpa beban dan selain hanya ia sadar bahwa sampah itu tidak boleh berserakan di luar tong.

Puisi Khalil Gibran yang dikutip di sini menegaskan bahwa harga seorang guru adalah kemuliaan dan kehormatan. Inilah konsekuensi dari laku hidup para guru sejati, yang tidak pernah mereka harapkan. Menjalani kesejatian sebagai guru dan bukan semata guru pofesional administrasi berkompetensi, memosisikan diri mereka pada pemaknaan diri dan kepuasan jiwa telah melakukan perbuatan mengajar yang berangkat dalam kesadaran terdalam, mengajar diri sendiri dan mengajar dengan teladan.

Ketika terjadi regulasi besar pada dunia guru, maka prestise guru melambung dan tiba-tiba balada Omar Bakri atau himne penuh puji Himne Guru telah menjadi masa lalu. Para guru yang bekerja di sekolah adalah para profesional, guru menjadi bagian gaya hidup, sepertinya telah lahir kelas eksekutif muda di sektor pendidikan.

Namun, dengan keyakinan bahwa guru sejati tetap akan ada walau jumlah mereka tidak banyak, maka pada merekalah murid-murid akan menyusu, mengisap kesejatian jiwa seorang guru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun