Terlepas dari kekalahan Pak Dadang, euforia itu bangkit kembali, semua orang jadi membicarakan catur, semua orang ingin mencoba memahami catur, tetapi  ada satu turning point yang penting bahwa jangan sampai ini hanya berhenti menjadi drama saja.
Tidak mudah untuk bermain catur, percayalah saya sudah mengalami banyak sekali kekalahan, blunder, ketagihan, kejenuhan, kemenangan, sampai  kegembiraan luar biasa karena catur itu sendiri.
Sebagai seorang yang mengemari catur (tetapi tidak jago), catur memperkuat mental, logika berpikir, keberanian untuk memutuskan. Mental terutama untuk menerima kekalahan/ kesalahan dengan big heart (tentunya dengan tidak membanting hp haha), Â logika berpikir adalah untuk lebih teliti, keberanian adalah untuk mengambil langkah walau itu adalah keputusan sulit sekalipun.
Satu hal terakhir adalah rasa proud dengan membawa nama merah putih berkibar, walau hanya dengan permainan online chess.com, kita mempunyai kesempatan yang sama, tidak peduli status sosial, suku, agama, ras, gender, karena semua perbandingan nya sama dalam catur.
Kembali ke topik, fenomena Pak Dadang ataupun Dewa Kipas adalah bumbu yang tepat untuk mengembalikan euforia catur. Netizen itu suka sekali dengan drama, termasuk tentang drama catur, puncaknya adalah pertandingan persahabatan GMW Irene dengan Pak Dadang. Tentu skenario drama terbaik yang netizen inginkan adalah Pak Dadang menang dengan telak, mempermalukan GMW Irene yang punya gelar itu. Kehebatan Dewa Kipas mengalahkan Gotham Chess, membuai mata netizen, tetapi nasib berkata lain, pengalaman dan gelar yang dipupuk dan di latih bertahun tahun itu membuktikan mental siapa yang lebih kuat. Pak Dadang kalah 3-0 dan drama percaturan itu pun mesti usai. Â
Terlepas dari kekalahan Pak Dadang, euforia itu bangkit kembali, semua orang jadi membicarakan catur, semua orang ingin mencoba memahami catur, tetapi  ada satu turning point yang penting bahwa jangan sampai ini hanya berhenti menjadi drama saja.Â
Minimal catur berkembang menjadi budaya, dan kebanggaan bagi masyarakat, tidak melekat pada usia atau ras tertentu. Bayangkan, Indonesia yang termasuk 4 besar dengan negara penduduk terbanyak, sampai saat ini baru memiliki 8 GrandMaster (pria), sedangkan India sudah memiliki 66 Grandmaster (pria). Apalagi kalau dibandingkan dengan USA dan China, kita tertinggal cukup jauh dalam hal prestasi catur.
Akhirnya adalah jangan sampai ini menjadi euforia sesaat saja. Mimpi saya adalah catur bisa dinikmati oleh semua kalangan, dan mengubah wajah Indonesia, mengubah cara berpikir kita untuk lebih kritis dan optimis.Â