Mohon tunggu...
Iwan Setiawan
Iwan Setiawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Suka Hal Baru

Salah satu cara untuk survive adalah dengan belajar hal baru terus menerus

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memberi Pengemis atau Pedagang Asongan?

24 Agustus 2010   03:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:46 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Seorang bocah yang baru 12 tahunan, dengan pakaian yang seadanya menenteng sebuah tas rotan dibahunya. Tampak didalamnya makanan khas palembang beserta kuah cuka yang ditaruh didalam botol bekas air mineral 1,5 literan. Bocah ini menawarkan kepada seorang ibu yang kebetulan sedang sibuk memilih pakaian disebuah pasar tradisional. Dengan acuh tak acuh, ibu ini mengatakan “nggak..nggak dek!!!” , sambil tetap memilih pakaian yang ada digantungan. Dengan wajah kecewa, bocah ini pun pergi setelah menerima perlakuan yang sama sekali tidak ia harapkan itu. Tidak lama setelah itu datanglah kepada ibu tadi seorang bocah yang juga berpakaian dekil seperti seminggu tidak mandi. Rambut yang tampak keriting dan kumal karena tidak pernah disisir. Saya sendiri ragu, apakah bocah ini benar-benar miskin, ataukah hanya dieksploitasi oleh orang-orang disekitarnya. Bocah ini menengadahkan tanganya, seraya berkata “Bu…tolong bu…untuk makan bu….”. Bisa ditebak, ibu super cuek ini pun mengeluarkan jurus cueknya, seolah-olah tidak mendengar kata-kata anak tersebut. Tapi bocah ini juga tak kalah cuek, tetap saja ia menegadahkan tanganya bahkan semakin dekat dengan ibu ini. Entah karena risih, atau memang rasa dermawanya tersentuh, tiba-tiba ibu ini mengeluarkan selembar uang kertas ribuan dari dompetnya. Dengan tanpa berkata sepatah katapun ibu ini meletakkan diatas tangan anak dekil tersebut. Saya jadi tidak habis pikir, apakah karena perjuangan anak peminta-minta ini yang pantang menyerah, ataukah ada kesalahan berfikir pada ibu tersebut. Mengapa bocah pedagang asongan itu tidak dibeli daganganya, malah memberi kepada pengemis?. Padahal sekiranya ibu ini membeli dagangan pedagang asongan 1.000 rupiah, berarti ibu ini hanya memberi 200 rupiah kepada bocah pengasong, karena yang 800 rupiah akan kembali kepadanya dalam bentuk barang. Kalau dihitung secara ekonomi, tentu ini masih lebih menguntngkan dibandingkan jika diberikan begitu saja kepada pengemis. Kalau dihitung dari segi pendidikan, tentu ini jauh lebih mendidik.  Siapa yang tahu, jika anak-anak yang saat ini bekerja menjadi pedagang asongan ini kelak menjadi pengusaha besar, karena dia telah terlatih menjadi pengusaha sejak kecil. Anak-anak ini telah bisa membedakan mana pekerjaan yang bermartabat dengan yang tidak bermartabat. Mana pekerjaan yang merugikan orang lain dengan pekerjaan yang memberi manfaat timbal balik kepada orang lain. Anak-anak ini adalah benih yang belajar berfikir kreatif sejak kecil. Mereka belajar menghargai cucuran keringat orang lain dengan menukarkan sesuatu yang bisa ia berikan untuk mengganti manfaat dari uang yang telah ia terima. Mereka inilah calon-calon enterpreneur sejati dimasa depan, apalagi jika mereka mendapatkan kesempatan yang tepat. Bandingkan dengan anak yang berlatih meminta-minta sejak kecil. Tanpa bermaksud merendahkan profesi pengemis, tapi kalau dari kecil berlatih mengemis, saya sangat yakin masa depanya paling banter menjadi pengemis profesional. Kenapa? Karena cetak biru mental yang tertanam sejak kanak-kanak inilah yang akan menentukan warna dirinya dimasa yang akan datang. Dalam benaknya sudah tertanam kuat bahwa untuk mendapatkan uang adalah dengan meminta kepada orang yang mempunyai uang, bukan menciptakan sesuatu yang bisa ditukarkan dengan uang. Namun bagaimanapun kita tidak bisa menghakimi mereka, besar kemungkinan mereka juga hanyalah menjadi korban dari ambisi orang tuanya, atau ketidak tahuan orang tuanya bagaimana mendidik anak agar memiliki mental positif. Yang perlu kita lakukan adalah menyelamatkan mereka dari profesi mengemis menuju sebuah profesi yang lebih bermartabat. Walaupun mungkin pada saat awal akan sulit merubah kebiasaan ini. Menjadi pengasong pasti jauh lebih sulit dari pengemis, bahkan bisa jadi uang yang didapatkan juga jauh lebih banyak mengemis ketimbang mengasong. Tapi harus ditanamkan  bahwa mengasong jauh lebih bermartabat dan memiliki masa depan yang jauh lebih cerah dari pada mengemis. Maraknya pengemis juga tak lepas dari kesalahan kita. Seperti ibu yang saya ceritakan diatas yang lebih memilih memberi pengemis ketimbang membeli barang dari pengasong. Kadang kita memang tidak membutuhkan barang itu, sehingga tidak membeli. Tapi kenapa kita memberi pengemis, padahal kita juga tidak membutuhkan itu?. Apalagi sekarang di beberapa daerah sudah dibuatkan perda mengenai pembinaan para pengemis dan anjal. Yang didalam perda itu dikatakan bahwa memberi pengemis adalah pelanggaran hukum yang bisa dikenakan denda. Jadi lebih baik kita membantu pemerintah melakukan pembinaan atau lebih tepatnya penyelamatan bagi mereka. Memberi uang kepada pengemis, hanyalah akan menumbuhkan justifikasi pada diri mereka, bahwa profesi pengemis masih layak bahkan prospektif untuk dijadikan karier masa depannya. Ayo..bina pengasong, selamatkan pengemis………Jadikan mereka enterpreneur muda yang sukses dimasa depan. Tulisan ini saya publish juga di blog saya www.marketingtulen.wordpress.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun