Mohon tunggu...
Iwan Permadi
Iwan Permadi Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Inggris dan Pekerja Kreatif Televiisi

Lahir di Malang - Hobi Membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Hasil Konferensi Iklim Glasgow yang Mengecewakan

17 November 2021   05:30 Diperbarui: 17 November 2021   05:36 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut berita terakhir yang terekam pada Jum'at malam (13 November 2021)  pekan lalu pada hasil akhir Konperensi tentang Perubahan Iklim atau UN Climate Change Conference of the Parties (COP 26) di Glasgow, Skotlandia,  tidak ada kesepakatan significant yang bisa dicapai untuk mengurangi dampak perubahan iklim, dimana masing-masing negara baik yang kaya dan miskin serta yang penghasil emisi terbesar dan yang terkena dampak sama-sama menemui jalan buntu (deadlock)

Tentu ini mengecewakan banyak negara miskin di dunia dan yang terkena dampak dari perubahan iklim yang semakin dahsyat efeknya kepada wilayah dan rakyatnya karena akhirnya mereka tidak mendapatkan dana kompensasi atau Dana Iklim yang dijanjikan negara kaya untuk mengurangi dampak emisi, yang dihasilkan negara-negara industri (kaya) yang telah menyumbang panasnya bumi sejak beberapa abad lalu dengan menggunakan energi fosil seperti batubara, minyak bumi, gas dan lain-lain.

Konperensi COP 26 di Glasgow sepertinya bukanlah jawaban dari konperensi serupa atau COP Copenhagen-Denmark tahun 2009  dimana negara-negara kaya sebagai cermin "tanggung jawab" penyebab pemanasan global, menjanjikan akan memberikan dana iklim sebesar 100 miliar dollar AS per tahun kepada negara-negara miskin dan dimulai dari tahun 2020.

"Kompromi" yang dihasilkan di akhir COP 26 Glasgow memang tetap tidak menghapus peran "batu bara" namun secara bertahap mengurangi subsidi penggunaan bahan bakar fosil. Subsidi yang berjumlah trilyunan dollar AS ini dianggap tidak masuk akal karena akhirnya pemakaian bahan bakar fosil tetap digunakan karena harganya murah.

Tapi lucunya India, Australia dan Arab Saudi mungkin tidak akan mau menyetujui klausul pengurangan dan penggunaan energi fosil, karena mereka penghasil batu bara dan minyak bumi, padahal India contohnya adalah salah satu penghasil emisi karbon tertinggi di dunia.

Pertanyaan berikutnya lantas bagaimana dengan target ambisius Kesepakatan Iklim Paris 2015 yang mensyaratkan batas suhu bumi sampai 1.5 derajat Celcius?

Kemudian apa yang bisa dilakukan Indonesia yang berjanji dengan optimistis untuk mengurangi emisi karbonnya dengan kenyataan "pahit" seperti ini? Yakin RI mau menutup tambang batu baranya yang masih menggerakkan listrik nasional dengan menggantinya dengan energi terbarukan yang mahal tanpa bantuan dari negara-negara kaya? Yakin RI mau menggunakan energi terbarukan dalam keseharian walau dalam masa transisi sehingga pembangunan jadi tersendat gara-gara anggarannya harus tersedot untuk kepentingan tersebut?

Sementara logikanya bagaimana mungkin pembangunan suatu negara harus tersendat gara-gara memikirkan emisi karbon sementara semua orang ingin hidup normal, katakan kalau satu keluarga punya mobil apakah keluarga lain tidak boleh punya mobil? Apakah juga bila ada satu orang ingin makan daging yang menghasilkan karbon tinggi harus antri dengan orang lain karena makan daging harus bergantian?

Mungkin maunya negara kaya kita hidup sama-sama dan tenggelam sama-sama, tapi masalahnya negara kaya sudah cukup punya cadangan untuk hidup lebih lama sedangkan negara miskin dari sekarang sudah mulai sekarat.

Dari catatan diatas kita hanya melihat bagaimana kita mencoba mengobati bumi yang sudah rusak akibat emisi global namun apakah katakan Indonesia bisa lebih berperan untuk menjadi aktor utama yang mengatasi krisis iklim dengan tidak menambah emisi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun