Mohon tunggu...
Iwan Nugroho
Iwan Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Ingin berbagi manfaat

Memulai dari hal kecil atau ringan, mengajar di Universitas Widyagama Malang. http://widyagama.ac.id/iwan-nugroho/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Masih tentang Kopi, Mau Digiling atau Digunting?

29 September 2019   11:02 Diperbarui: 29 September 2019   11:45 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kopi Lego, Gombengsari, Banyuwangi (dokpri)

"Kopi Digiling Bukan Digunting" ... obrolan atau diskusi tentang ini tidak pernah habis untuk dibahas khususnya oleh peminat kopi. (1). 

Kali ini saya memaknainya sederhana saja, meski juga masih diperdebatkan.  Kopi digiling punya makna ada proses panjang, usaha, belajar mengenali biji kopi, hingga menghasilkan kopi siap saji. 

Sementara kopi digunting punya makna bahwa ada hal yang harus cepat atau instan, hingga kopi siap diminum.  Keduanya bisa menghasilkan kopi yang sama-sama nikmat dan memuaskan peminumnya.

Dalam kehidupan ini, ada orang yang suka instan, ingin cepat, dan segera selesai.  Namun, tidak semua bisa dilalui secara instan.  Mendidik anak, membina keluarga, mengelola organisasi, mengembangkan karier tidak dapat dilakukan secara instan.  

Itu semua harus dihadapi dengan kesabaran, sikap memelihara, telaten, perlu kemampuan analisis sintesis, mengeksekusi, tanggungjawab dan menghadapi resiko. 

Suatu proses, terlebih melibatkan orang banyak, melibatkan organisasi, pasti jalannya tidak sederhana.  Mengapa, karena proses itu selalu ada (hidup dan terstruktur) di dalam pikiran dan perilaku seseorang dan budaya organisasi.  Proses itu melekat dalam keteraturan dan aturan, termasuk kehidupan seseorang. 

Kemauan dan memahami proses, mungkin lama dan rumit, dan tidak semua orang bisa menghadapi.  Itu hanya dimiliki oleh orang yang punya punya tanggungjawab,  dengan kemampuan belajar yang tinggi.  

Ia punya kemampuan menguasai kompetensi, human relation, dan konsepsi  organisasi. Orang itu hidupnya terus belajar, memahami hal-hal baru, dan mengakumulasi ketrampilan yang baru.  Ia bisa memajukan atau memperbaiki organisasi melalui mekanisme dan proses yang efisien.

Shady El Safty, salah seorang manajer General Motors di Cina beberapa waktu lalu, menyatakan  kunci sukses hidup seseorang salah satunya adalah stop telling and start selling (2).  Kini banyak media menghadirkan ragam wadah orang untuk mudah berbicara, dengan menjadi pengamat, atau komentaror.  Hal ini harus dicermati benar.   

Seorang komentator cenderung outsider, menyalahkan orang lain, berpotensi hoax, dan kurang bertanggungjawab.  Berbeda dengan seorang pekerja yang beneran.  

Ia dituntut selling what his/her program, maka ia sedang mempertanggungjawabkan kompetensinya, ingin membawa misi organisasi, dan mampu menghitung resiko.  Ia sedang berjuang menjual gagasan positifnya untuk manfaat banyak orang. 

Pengalaman memimpin kampus juga selalu berhadapan dengan orang-orang yang maunya instan.  Saya selalu menanamkan bahwa hidup itu ada proses, ada tahapan yang harus dikuasai, ada tambahan kompetensi, ada juga kegagalan, memperbaiki diri, hingga akhirnya seseorang berada pada kualitas kinerja yang tinggi.  

Setiap masalah harus dihadapi, dikenali, ditemukan jalan keluarnya, diperbaiki, bekerja lebih keras lagi, dan hasilnya Insya Allah memberikan prestasi dan kinerja yang positif bagi kampus. 

Saya senang kepada orang yang diam, tetapi ia banyak menulis karya ilmiah.  Saya yakin ia pasti sudah berkorban banyak, menghabiskan energi dan waktunya untuk membaca pustaka yang baru, ia tidak segan pergi atau membeli sesuatu agar idealisme menulis tercapai.  

Ia berkomunikasi dan menemui sejawatnya, berkirim email, untuk meningkatkan kemampuan authorship.   Setiap tahun ia rutin menerbitkan naskah di journal, setiap tiga tahun bukunya terbit, dan setiap periode tertentu aktif konferensi.

Jaman saat ini, seorang dosen menjadi guru besar tidak bisa instan.  Konsistensi kinerjanya dinilai sejak lima-hingga sepuluh tahun sebelumnya, dengan kinerja publikasi yang rutin setiap tahun.  

Banyak cerita, calon guru besar 'gagal' karena karya ilmiahnya muncul hanya dua atau tiga tahun terakhir.  Sebelumnya ia tidak punya publikasi apa-apa, sitasi dan h indeksnya juga nol.  Ini pasti mudah 'dikenali' oleh penilai angka kredit. 

Hidup yang mementingkan proses dan konsistensi sebenarnya juga bagian dari ilmu dan amal.  Dalam proses itu, seseorang akan mengalami kegagalan dan kekecewaan, namun ia tetap bangkit dan bahkan menemukan sebab-sebab dirinya gagal.  Ia justru memperoleh banyak ilmu, terkait keahliannya, kesabaran, kedewasaannya.  

Ia pun sedang menanam amal dari berbagai pengorbanannya itu, dari hubungan baiknya dengan rekan atau sejawat, termasuk manfaat dari ilmu yang dihasilkan.

Pembaca yang budiman, silakan memilih mau kopi digiling atau digunting.  Apapun pilihan anda, sertakan proses-proses yang positif, ada kerja keras, menghasilkan pembelajaran, ilmu dan amal yang manfaat.

Malang, 29 September 2019

Buku yang sudah diterbitkan:

  • Iwan Nugroho. 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 362p. ISBN 978-602-9033-31-1
  • Iwan Nugroho dan Rokhmin Dahuri. 2012. Pembangunan Wilayah: Perspektif ekonomi, sosial dan lingkungan. Cetakan Ulang. Cetakan 1 tahun 2004. Diterbitkan kembali oleh LP3ES, Jakarta. ISBN 979-3330-90-2 
  • Iwan Nugroho. 2013. Budaya Akademik Dosen Profesional. Era Adicitra Intermedia, Solo. 169p. ISBN 978-979-8340-26-0
  • Iwan Nugroho dan Purnawan D Negara. 2015. Pengembangan Desa Melalui Ekowisata, diterbitkan oleh Era Adicitra Intermedia, Solo. 281 halaman. ISBN 978-602-1680-13-1 
  • Iwan Nugroho. 2016. Kepemimpinan: Perpaduan Iman, Ilmu dan Akhlak. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 362p. ISBN 9786022296386
  • Iwan Nugroho. 2018. Menulis, Membangun kekuatan dan motivasi kehidupan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 155p. ISBN 9786022299271

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun