Mohon tunggu...
Iwan Nugroho
Iwan Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Ingin berbagi manfaat

Memulai dari hal kecil atau ringan, mengajar di Universitas Widyagama Malang. http://widyagama.ac.id/iwan-nugroho/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenali Taman Edelweis di Bromo

14 November 2018   19:56 Diperbarui: 15 November 2018   06:09 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari sabtu (10 Nopember 2018) saya diundang acara bertajuk launching festival land of edelweiss di desa Wonokitri, kecamatan Tosari, kabupaten Pasuruan.  Kabar acara itu sudah terdengar sebulan lalu.  Saya memang berniat hadir, karena memang belum pernah melewati Wonokitri (arah ke Bromo dari Pasuruan).  Begitu surat undangan tiba, maka saya pun memastikannya, dengan mengajak teman-teman kantor ke sana.

Kami menempuh jalur Malang, Purwodadi, Nongkojajar, terus ke Wonokitri.  Saya pergi terjauh ke arah kesana hanya sampai Nongkojajar.   Jalanan meski berkelok, namun rasanya nyaman dengan pemandangan gunung, bukit, lembah, dengan vegetasi  hutan, dan budidaya tanaman hortikultura.  Makin terasa pesonanya, saat kabut mulai turun di jalanan meski belum siang hari.

desa Wonokitri berkabut (koleksi pribadi)
desa Wonokitri berkabut (koleksi pribadi)
Acara seremoni dipusatkan di pendopo desa Wonokitri, yang diisi sambutan-sambutan pejabat terkait, mulai menteri kehutanan, bupati Pasuruan dan Probolinggo, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) (sebagai host acara), Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA), camat dan kepala desa.  Ringkas cerita bahwa dua desa sudah siap mengembangkan budidaya edelweis, yakni di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo dan Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan.

Pendopo desa Wonokitri (koleksi pribadi)
Pendopo desa Wonokitri (koleksi pribadi)
Kami berfoto sebelum acara seremoni (koleksi pribadi)
Kami berfoto sebelum acara seremoni (koleksi pribadi)
Siap dalam makna yang komprehensif, dengan ruang lingkup teknologi budidaya edelweis sudah dikuasai penduduk, yakni oleh karang taruna; legalitas penangkaran edelweis sudah diterbitkan oleh kementerian kehutanan dan diserahkan ke desa; bupati sudah membuat Perbub tentang wisata desa edelweis, serta karang taruna siap memberikan interpretasi untuk mengedukasi wisatawan perihal nilai dan konservasi edelweis.

Artis penari seremoni Edelweis, Wonokitri (koleksi pribadi)
Artis penari seremoni Edelweis, Wonokitri (koleksi pribadi)
hiburan musik balada konservasi lingkungan (koleksi pribadi)
hiburan musik balada konservasi lingkungan (koleksi pribadi)
 Upaya ini bukanlah instan, tetapi sudah dimulai lebih sepuluh tahun lalu dimulai dengan identifikasi dan percobaan pembiakan.  Pembiakan edelweis sangatlah tidak mudah.  Baru tahun 2016, upaya pembiakan berhasil, dan karenanya dilanjutkan dengan gerakan, pemberdayaan dan pelembagaan. 

Berdiskusi dg staf TNBTS dan TN Bantimurung (koleksi pribadi)
Berdiskusi dg staf TNBTS dan TN Bantimurung (koleksi pribadi)
Bertemu dg alumni S2 PSLP UB (koleksi pribadi)
Bertemu dg alumni S2 PSLP UB (koleksi pribadi)
 Bunga edelweis dalam bahasa Sansekerta disebut "Tan Alayu", artinya tidak layu atau abadi, cermin keabadian leluhur masyarakat Tengger.  Mitosnya, bunga edelweis adalah lambang cinta sejati.  

Ini yang membuat banyak orang, tertarik memetiknya untuk disimpan, atau dijual komersial.  Bunga edelweis digunakan oleh penduduk Tengger untuk berbagai ritual budaya, dan mereka harus masuk kawasan TNBTS untuk mencarinya.  Kekhawatiran akan kepunahan itu sudah terjadi.  Karenanya tanaman edelweis dilindungi.

Kini edelweis sudah dibudidayakan di luar wilayah TNBTS, sekaligus untuk obyek wisata, interpretasi, menghasilkan pemberdayaan ekonomi dan edukasi konservasi.  Menurut kepala TNBTS, Desa Wisata Edelweis sudah terbentuk, dan tinggal menyempurnakan kemasan agar menarik pengunjung.  Kemasan berupa event dapat dilakukan setiap tahun, sehingga memperkaya obyek dan mendistribusikan wisatawan merata di seluruh kawasan TNBTS.

Warga Tengger desa Wonokitri (koleksi pribadi)
Warga Tengger desa Wonokitri (koleksi pribadi)
Warga Tengger desa Wonokitri (koleksi pribadi)
Warga Tengger desa Wonokitri (koleksi pribadi)
Pemandangan di luar seremoni justru menarik. Tidak mudah menemui momen seperti ini,   karena warga Tengger sedang tampil dengan atribut, busana dan asesoris lainnya.  Orang tua, pemuda dan anak-anak tampil dengan tradisinya. Tentu saja ini unik dan eksotik. 

Anak-anak Tengger, desa Wonokitri (koleksi pribadi)
Anak-anak Tengger, desa Wonokitri (koleksi pribadi)
Anak-anak Tengger, desa Wonokitri (koleksi pribadi)
Anak-anak Tengger, desa Wonokitri (koleksi pribadi)
Anak-anak Tengger, desa Wonokitri senang berfoto (koleksi pribadi)
Anak-anak Tengger, desa Wonokitri senang berfoto (koleksi pribadi)
Hal yang menarik lagi adalah membuktikan taman atau kebun edelweis itu sendiri.  Kami beranjak di taman, mendahului seremoni gunting pita oleh para pejabat.  Kalau terlambat pasti sulit menemukan sudut pandang. 

Pintu gerbang Taman Edelweis (koleksi pribadi)
Pintu gerbang Taman Edelweis (koleksi pribadi)
Penulis bersama Karang Taruna pembudidaya Edelweis (koleksi pribadi)
Penulis bersama Karang Taruna pembudidaya Edelweis (koleksi pribadi)
 Kami tiba di taman disambut hangat oleh pemuda karang taruna kader konservasi edelweis, dengan seragam khas.  Suasana masih sepi tapi sangat terasa akan ada seremoni sejak area parkir hingga taman.  Luas taman sekitar 150 m persegi dibatasi jalan dan lembah.  Jarak tanam edelweis sekitar 1 x 1 meter persegi, ditanam pada guludan, dan cukup untuk lalu lalang wisatawan.  Kami sudah mempersiapkan drone untuk mengambil gambar.   Dari udara, tanaman edelweis nampak bulat hijau.  Namun begitu keluar bunga, maka warnanya menjadi cerah.  Tanaman edelweis biasa tumbuh di tebing bukit, dan dapat mencapat tinggi 3-4 meter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun