Mohon tunggu...
Iwan Husain
Iwan Husain Mohon Tunggu... Guru - guru

keilmuan dan bisnis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Miskonsepsi Kecantikan bagi Mahasiswi

20 September 2022   00:05 Diperbarui: 20 September 2022   00:16 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Belakangan ini kita di gegerkan di jagad media sosial dengan fenomena dunia peralisan, video viral yang di unggah salah satu akun instagram Sultra Hitz , menjadi buah bibir sehingga menjadi konsumsi public kita dan perbicangan hangat baik di dunia nyata dan maya. Ternyata ketidakadilan terhadap perempuan itu tetap berlanjut, salah satunya di lembaga pendidikan tinggi negeri, namun kali ini antar sesama perempuan yang tidak mengiginkan kesetaraan dan kesamaan dengan adanya Legitimasi junior tak boleh melebihi dari seniorr perkara ketebalan Alis.

Sebagai tradisi kampus dalam proses penerimaan mahasiswa baru akan di jemput langsung oleh senior mereka dalam meperkenalkan lingkungan budaya akademik mereka yang baru, baik penyampaian aturan yang tidak tertulis dan tertulis. Doktrin dan mantra akan di berikan oleh senior maupun neneor. Kadangkala senior menunjukan sikap yang angkuh di hadapan maba dengan harapan agar mereka di kultuskan, di hormati dan pada akhirnya senior punya pengikut baru. Hadirnya maba dalam kampus adalah munculnya kelas sosial akademik baru, dan tidak hadir untuk mengancam eksistensi senior, jika kamu maba di larang bertingkah laku sok belagu. Utamakan adab, wajib di bina jika tidak di binasakan.

 Bagi senior perempuan melihat mahasiswa baru yang berlebihan dandan dan make up adalah ancaman potensial bagi keeksistensinya. Dan psikologi perempuan sebenarnya tujuan dari mereka berdandan itu bukan semata mata 100 persen untuk lawan jenisnya, melainkan untuk mengesankan perempuan lainya. Olehnya itu fenomena video dialogika junior vs senior dengan tema ''DI LARANG ALIS TEBAL" substansinya bukan persoalan alisnya tebal, namun junior perempuan akan mendominasi lingkungan lambetura, geng dan menjadi isu perbincangan hangat bagi buaya buaya kampus kampus dan potensi menjadi ancaman bagi senior perempuan lainya. Lumayan ruwet perempuan memang dan harus di akui perempuan sulit di aturnya mereka pun di berikan alis oleh tuhan namun mereka mengubahnya bahkan menghapusnya. Dalam Islam melarang merubah ciptaan Tuhan apa yang telah di berikan-Nya tanpa membawa suatau kemanfaatan dan kebaikan itu adalah dosa.

 Dunia kampus, ketika proses penerimaan mahasiswa baru, kampus tak mampu memberikan identitasnya sebagai laboratorium pemikiran, industry literasi. Sebagai contoh pertama kita di suguhkan dengan viral nya salah satu kampus kesehatan ternama di kota Kendari, kedua kampus negeri di kendari dengan viralnya aksi goyang tik tok dan di undang salah satu stasiuan tv lokal. Ini merepresentasikan bahwa kualitas pendidikan kita ikut terdegradasi di zaman dunia instrumental dan viralisme. Fenomena video viral itu membuat ruang tontononan kita sesama perempuan saling berkelahi hanya persoalan sepele dan tidak urgen yang pada akhirnya berujung perundungan di lembaga pendidikan Indonesia. Mestinya kampus harus menghasilkan sebuah narasi apakah itu, viralnya aksi maba dalam orasi ilmiah, pembacaan puisi, ataupun kegiatan lainya yang positif yang berkaitan dengan literasi. Namun berbanding terbalik.

PERAN KAMPUS DALAM MEMBUMIKAN FEMINISME

Kita harapkan kampus dapat menjadi lokomotif dalam upaya membebaskan perempuan dari cengkraman pasar kapitalisme, dimana perempuan dari ujung kuku sampai ujung rambut terdapat konsumsi bahan kosmetik. Di eksploitasi oleh kapitalis.Tubuh perempuan di pandang sebagai barang dagangan. Sehingga definisi cantik yang di pakai oleh perempuan hari ini adala definisi menurut pasar, glowing, mulus, rambut lurus, dan seksi. Dalam buku Dr. Irwan Abdullah yang berjudul Seks, Gender dan reproduksi Kekuasaan, "Perempuan sesungguhnya bukan hanya menghadapi musuh lama laki laki, tetapi musuh baru yang lebih perkasa, yakni kapitalisme. 

video viral kemarin menunjukan adalah langkah awal dalam retaknya solidaritas sesama perempuan atas definisi kecantikan yang di salah artikan. Bagaimana mungkin kesetaraan sesama laki-laki dan perempuan dapat terwujud jika hanya goresan ALIS di wajah di permasalahkan. 

MISKONSEPSI KECANTIKAN

Dewasa ini pemahaman cantik (bellus:yunani) sangat di pengaruhi oleh media sosial, artis, model yang di buat oleh standard mereka seperti cantik itu kulit putih, alis yang tidak alami,glowing, bertubuh langsing, berambut lurus .Tafsiran cantik semacam ini dapat menjadi masaalah bagi perempuan di beberapa wilayah, misalnya faktor kondisi alam dan budaya dan keturunan sehingga mereka tak berkulit putih. Ini menjadi di lema bagi kaum perempuan, memaksa mereka untuk cantik yang di pasarkan oleh industry kecantikan dan kosmetik lewat media sosial. Persepsi kecantikan yang tidak di lihat dari aspek lahiriah saja harus segera di dekonsturksin, jika tidak dampaknya akan menimbulkan diskriminasi yang tajam dan dapat menimbulkan kebencian, ambil contoh perkelahian antara senior dan junior hanya persoalan alis. Sehingga definisi cantik harus mengarah pada kualitas perempuan di lihat dari pendidikanya, cerdas, dapat memberikan semangat bagi perempuan lainya, berprestasi dan anggun dalam moral, jika definisi cantik ini menjadi kesepakatan masyarakat maka bagi kalangan masyarakat kalangan bawah akan mempercantik dirinya, yang selama ini cantik di identikan mahal butuh materi.

PEREMPUAN INSPIRASI BAGI SESAMA PEREMPUAN

Banyak tokoh dunia perempuan yang menjadi panutan seperti Margaret teacher di inggiris, indhi Gandhi di india, yang mampu memposisikan dirinya sebagai wanita cerdas, menggali potensi dirinya ada kekuatandan kecerdasan yang menjadi sentral dalam kehidupan manusia, di rumah tangga, industry, agama dan politik, perempuan dapat berperan baik di organisasi, pemerintah dan memimpin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun