Mohon tunggu...
Iwan Setiawan
Iwan Setiawan Mohon Tunggu... Menulis untuk Indonesia

Pustakawan, dan bergiat di pendidikan nonformal.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Kelucuan Dini Hari

4 Maret 2025   11:47 Diperbarui: 4 Maret 2025   11:47 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo ilustrasi: Pixabay.com


Zaman berkembang sedemikian maju. Kemajuan yang dibawa zaman mengubah kehidupan di tiap sisi. Tak terkecuali sisi-sisi kahidupan yang luput dari perhatian. Sejumlah sisi yang sekilas dipandang tidak penting, namun sangat berarti.

Satu diantara hal itu berkenaan dengan hadirnya perangkat digital telepon seluler pintar dalam kegiatan membangunkan orang untuk bersantap sahur. Hand phone, dengan kepintarannya, mampu membangunkan/mengingatkan orang untuk bangun dari tidur untuk menjalani "ritual" makan sahur. Kita tinggal mengaktifkan pengingat waktu/alarm, dan pada jam yang telah ditentukan HP pintar kita akan berdering.

Sebelum hadirnya HP pintar tersebut, diperlukan kerja luar biasa untuk sekadar membangunkan warga sekampung. Orang tua, orang dewasa, remaja dan anak-anak berjalan keliling kampung dengan membawa tetabuhan. Menciptakan suara-suara yang sedikit bising agar orang terbangun dari mimpi di tidur malamnya. Suara yang tercipta merambat jauh menembus dinding-dinding rumah, terus menuju kamar tidur.  

Sekelompok anak remaja di tempat tinggalku rupanya ingin menjaga tradisi membangunkan sahur dengan berkeliling kampung tersebut. Mereka berketetapan hati menjadikan hal ini sebagai jalan ninja mereka. Langkah mereka memang baik, namun tak sedikit warga yang merasa terusik. Terang saja bila warga merasa terusik, karena mereka dengan semangat membara memulai aksinya saat jarum jam menunjuk di angka 1, terlalu dini untuk bersantap sahur.

Lagi pula, satu pentolan dari grup "pembawa suara bising" ini, memiliki agenda tersembunyi dengan aksinya di pagi buta. Remaja ini, panggil saja Tama, menunggangi aksinya untuk mendekati teman remajanya, panggil saja Nurul. Kebetulan rumah Nurul berada persis di depan rumahku.

Tama tak pernah absen setiap malam menyambangi rumah Nurul. Saat berada di depan rumah si gadis, Tama berdiri  lebih lama. Pekik, sahuur, sahuur, sahuur pun terdengar klise. Pun suara kaleng biskuit yang ditabuh lantang terdengar. Tama menambah meriah suasana dengan melantunkan syair, puisi cinta, dadakan yang ia cipta.

Malam demikian indah
Purnama terang bersinar
Namun hatiku dilanda gulita
Buka mata duhai juwita
Usir kelam di sanubariku
dengan binar cahaya
yang memancar dari bola matamu

Rupanya si remaja memiliki bakat yang baik untuk jadi penyair. Aku selalu terusik, terbangun dari tidur saat mereka datang. Namun akhirnya jadi terbiasa dan memahami gejolak hati Tama mengejar cinta sejatinya. Aku kan pernah muda juga, bisik suara nurani.

Kemeriahan yang dibawa Tama dan kelompoknya bukan satu-satunya. Suara orang menngaji yang telah terekam terdengar sayup di corong speaker mesjid. Lantunan ayat suci di hari-hari tertentu berganti menjadi "siaran live", dibawakan oleh jemaah mesjid yang telah selesai bersantap sahur. Mereka mengaji hingga tiba waktu shalat subuh.

Masih dari corong mesjid yang sama, mengalun suara tetua mesjid saat mendekati waktu imsak. Dengan suara khasnya beliau mengingatkan, "imsak sepuluh menit lagi. imsak sepuluh menit lagi. sepuluh menit". Suara khas itu terdengar setiap hari, sehingga melekat di hati sanubari setiap warga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun