Mohon tunggu...
Iwan Setiawan
Iwan Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk Indonesia

Pustakawan, dan bergiat di pendidikan nonformal.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Senyuman Ponakan yang Saya Rindukan

25 April 2023   19:17 Diperbarui: 25 April 2023   19:24 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Satu sisi Kota Bogor yang teduh (photo: Kompas.com)

"Yang Dirindukan dari Kampung Halaman"

"Walah, parkirannya penuh", gumamku.

"Ini Avanza Om Pohan", istriku menimpali.

Tempat yang kami sebut parkiran itu tak lain sepetak tanah di pinggir jalan. Pemiliknya kami sebut Pak Kolonel, komandan di kesatuan militer tak jauh dari kampung kami. Di tempat ini warga "berebut" menitipkan kendaraan. Hanya bila nasib sedang mujur, mobil pendatang seperti yang kubawa mendapat tempat. Bisa parkir dengan nyaman di sini.

Kami berputar-putar mencari badan jalan yang agak lebar untuk memarkir kendaraan. Syukur-syukur dapat tanah yang lapang dan luas. Namun harapan itu tak terwujud. Akhirnya "Granmax" yang kami tumpangi, aku parkir di sisi jalan, dengan risiko kemungkinan dipanggil kapan saja bila mobil lain akan lewat.

Begitulah romantika setiap awal kedatangan. Biasanya kami berlebaran di kampung halaman istri di Kota Hujan, Bogor. Rumah ibu mertua cukup lega sebetulnya. Namun akses jalan menuju ke sana tidak lebar. Jalannya sedikit mendaki yang lebarnya hanya cukup dilewati satu motor. Bila dua pemotor berpapasan, salah satu mesti mengalah. Berhenti dengan sedikit merapatkan motor ke pagar rumah orang.

Sudah puluhan tahun ibu tinggal di rumah ini. Sejak Iryani istriku masuk Taman Kanak-kanak. Semula lingkungan sekitar rumah masih berupa tanah-tanah kosong. Warga sekitar memanfaatkannya dengan menanami singkong, ubi jalar, dan jagung.

Lambat laun tanah kebun itu beralih fungsi. Para pemilik menjualnya dalam ukuran kavling-kavling untuk dijadikan lahan permukiman. Maka warga sekitar juga para pendatang mulai mendirikan bangunan tempat tinggal di sana.

Arus pembangunan rumah-rumah demikian pesatnya. Hingga dalam jangka waktu yang singkat telah terbentuk satu kampung permukiman. Mendiang ayah mertua pernah menggulirkan ide agar setiap rumah memberikan sebagian halamannya untuk dijadikan jalan. Namun banyak diantara warga yang tidak mengindahkannya. Maka jadilah permukiman kami seperti sekarang, dengan akses jalan masuk yang sempit.

Ketupat Olahan Bapak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun