Mohon tunggu...
Iwan Setiawan
Iwan Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk Indonesia

Pustakawan, dan bergiat di pendidikan nonformal.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Hobi Saya, Mengoleksi Sepeda Lawas

5 Mei 2021   16:07 Diperbarui: 5 Mei 2021   16:09 799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo: koleksi pribadi

"Wah, sepedanya banyak". Begitu kesan para tetangga ketika bertandang ke rumah kami. Mereka terkesan pada barisan sepeda di teras rumah. Ada sepeda hijau berkeranjang, sepeda gunung dan dua sepeda yang disebut "mixtee". Sepeda terakhir adalah jenis sepeda serba guna yang bisa dipakai para bapak, ibu, dan anak-anak.

Dari semua sepeda hanya sepeda berkeranjang yang dibeli dari toko dalam keadaan baru. Selebihnya adalah sepeda-sepeda lama yang saya dapatkan dalam kondisi rusak atau disebut barang loakan. Sepeda yang tadinya berkarat, terlihat mengkilap kembali setelah saya cat ulang dan komponen-komponennya saya benahi.

Photo: instagram@vintage.bicycle
Photo: instagram@vintage.bicycle
Dalam dunia persepedahan, proses yang saya lakukan terhadap koleksi sepeda saya disebut restorasi. Membangun ulang, mengembalikan kondisi sepeda ke bentuk asalnya. Saat ini, dalam chanel Youtube banyak beredar video membangun ulang sepeda tersebut, dalam beragam aliran.

Mengumpulkan sepeda bekas dan membangunnya kembali telah saya lakukan sekitar lima tahun yang lalu. Semula hal ini saya lakukan tanpa sengaja. Saat itu, seorang keponakan membenahi rumahnya. Sebagian isi rumah ia keluarkan. Barang-barang yang sudah tidak terpakai diberikan kepada siapa saja yang memerlukan. Diantara onggokan barang itu saya dapatkan sepeda gunung yang kedua rodanya gembos.

Berburu Sepeda

Berangkat dari perasaan sayang melihat sepeda yang tidak digunakan, saya mulai membenahinya. Mudah saja sebetulnya memperbaiki sepeda. Kita tinggal membawanya ke bengkel dan mengutarakan keinginan kita di sana. Namun langkah ini tidak saya lakukan. Sebagai gantinya saya mencoba memperbaiki sendiri. Sepeda yang rusak itu saya jadikan "project" yang saya kerjakan sebagai pengisi waktu senggang.

Project itu terbilang sukses. Sepeda yang tadinya tak bisa ditunggangi bisa berjalan kembali. Saya jadi ketagihan. Satu demi satu sepeda rongsok pun menjadi project berikutnya. Saya jadi belajar. Memperluas wawasan pada dunia sepeda.

Hobi baru ini mengantar saya sering mengunjungi bengkel sepeda. Saya mengamati onggokan sepeda yang ada. Kedua mata saya buka lebar-lebar berharap menemukan model dan jenis sepeda yang dicari. Sepeda dengan model unik, atau sisa-sisa sepeda keluaran luar negeri, yang dulu banyak beredar di sini.

Saya juga sering menyambangi pasar loak. Di Kota Bandung, pasar ini terdapat di Jalan Astana Anyar. Beraneka macam jenis barang ada di sini. Para pedagang menggelar dagangannya di sisi jalan. Kita tak susah mencari barang yang diinginkan. Barang lawas bersanding dengan barang baru di pasar ini. Dan sepeda menempati sisi khusus di depan pintu masuk terminal angkutan kota.


Usaha yang saya lakukan tak selalu berhasil. Terkadang saya menemukan sepeda yang dicari, namun terkendala harga. Para penjual memahami tren sepeda yang sedang berlangsung. Mereka biasa mematok harga di atas rata-rata. Rangka sepeda dengan kondisi berkarat pun ada harganya. Lain halnya saat kita yang menjual pada tukang loak keliling. Sepeda kita hanya dilirik sepintas, dan dihargai sangat murah.

Mengapa Sepeda Lawas?

Sebuah hobi, apa pun jenisnya memberi rasa senang pada yang menekuninya. Mereka yang menekuni hobi mengumpulkan perangko misalnya, menemukan kegembiraan melihat lembar-lembar kertas kecil bergambar itu. Begitu pula halnya dengan hobi mengoleksi sepeda " jadul" yang saya tekuni. Disamping rasa bahagia, saya seakan mendapatkan media untuk berekspresi pada sepeda.

Sepeda-sepeda saya keluaran tahun lawas. Meski lawas, saya tak kesulitan mendandaninya. Untuk itu, saya menumpahkan pikiran, daya, juga dana. Jiwa kreatif saya seperti terpancing untuk keluar. Melihat sepeda seperti halnya pelukis melihat kanvas. Saya tak sabar untuk memberi sentuhan-sentuhan yang dapat memperindah tampilannya. Perasaan puas muncul saat sepeda telah usai didandani.

Tak jarang orang melirik sepeda yang saya tunggangi. Tak sedikit pula yang memberi apresiasi. Hal ini membuat hati bahagia, saya merasa puas pada proses kerja yang telah dilakukan. Meski apresiasi dan pujian bukan tujuan saya menekuni hobi ini. Kring...kring :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun