Mohon tunggu...
Iwan Setiawan
Iwan Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk Indonesia

Pustakawan, dan bergiat di pendidikan nonformal.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kenangan Ramadan dalam Beduk dan Lodong

19 April 2021   13:26 Diperbarui: 19 April 2021   13:59 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo: Instagram @mainanjadul

Selepas shalat subuh tadi, anak-anak di permukiman saya bermain kejar-kejaran. Mereka sepantaran anak SD kelas 5 atau 6. Dengan sarung dililitkan di pinggang, mereka berlarian, saling mengejar. Walau sedang berpuasa, energi mereka seakan tak kenal habis. Menyaksikan mereka, saya teringat gambaran kelinci dalam sebuah iklan batere. Gak ada lelahnya.

Anak-anak pada umumnya senang bergerak. Mereka tak betah diam. Ada saja yang dilakukan. Anak-anak tadi menggambarkan sifat suka bergerak itu. Meski belakangan, keaktifan bergerak tergerus oleh hadirnya beragam mainan elektronik. Anak-anak zaman sekarang lebih banyak yang memilih bermain dengan gadget ketimbang bermain di luar rumah.

Saya termasuk generasi yang lahir tahun 70-an. Masa kecil saya tidak mengenal beragam permainan elektronik seperti sekarang. Saya tidak mengenal istilah "mabar", "mobile legend", dan yang lainnya. Pada masa itu bisa bermain tetris dalam "game watch" saja begitu mewah.

Anak-anak yang sezaman dengan saya tentu mengalami bermain dengan satu benda yang  bernama "obat mentol". Benda ini berwujud pita kertas yang berisi serbuk. Serbuk ini berupa bahan peledak seperti petasan. Bila benjolan-benjolan kecil serbuk ini dipukul dengan batu atau besi akan meledak, bunyinya nyaring. Bila dibakar akan menyala menghasilkan kepulan asap dan bau yang menyengat. Mirip kembang api yang kita kenal.

Obat mentol biasanya dimainkan dengan perangkat lain. Pada masa itu banyak dijual mainan sederhana yang terbuat dari timah. Mainan ini beragam bentuknya; ada kapal, granat, atau roket. Mainan ini memiliki tangkai. Cara bermainnya dengan memasukan obat mentol ke dalam "mulut" kapal atau roket tadi. Ayunkan mainan ini. Benturkan mulutnya dan seketika terdengar bunyi "taak", kepulan asap dan bau obat mentol muncul.

Mainan "obat mentol" biasanya muncul saat bulan puasa. Anak-anak tak bosan memainkannya. Pagi, siang atau sore, anak-anak sekampung bermain "palu berasap" ini. Menjelang waktu berbuka, terdengar riuh suara obat mentol. Dari berbagai penjuru kampung anak-anak mengayunkan mainannya. Suasana seperti di medan perang. Kepulan asap dan bau "mesiu" tercium di mana-mana.

Meriam Lodong

Suasana Ramadan masa kecil saya juga diramaikan oleh permainan "lodong". Mainan ini menyerupai senjata meriam yang digunakan tentara saat mengusir penjajah. Dengan senjata lodong, orang dewasa di kampung saya "menyerang" kampung sebelah. Dentum suara lodong terdengar bersahutan.

Lodong terbuat dari batang bambu atau pohon pepaya. Panjangnya berkisar 1 sampai 2 meter. Batang bambu atau pepaya ini berfungsi sebagai laras meriam. Di bagian ujung laras dibuat lubang. Ke dalam lubang inilah amunisi berupa minyak tanah atau karbit dimasukan. Lodong yang telah terisi amunisi lantas disulut api. Uap gas minyak tanah atau karbit lantas menyambar api. "Duaaaarraar"....suara keras pun keluar. Suaranya sampai menggetarkan kaca jendela.

Ramadan masa itu tak mudah dilupakan. Orang begitu kreatif menciptakan ragam perangkat sebagai pengisi waktu. Lodong adalah satu contohnya. Ia dimainkan saat "waktu jeda" dari waktu subuh menuju zuhur atau dari waktu ashar menjelang adzan maghrib. Mengasyikan menyaksikan orang bermain lodong. Mereka tertawa-tawa dengan muka hitam penuh jelaga.

Suara lodong bertindihan dengan suara beduk di masjid. Beduk ditabuh dengan berirama seperti saat takbiran. Anak-anak menabuhnya bergiliran. Dua atau tiga anak mengelilingi beduk yang terbuat dari drum bekas. Ada yang kebagian memukul bagian kulit beduk, ada yang memukul bagian dinding beduk. Harmonisasi suara pun tercipta. Dengan nada-nada asal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun