Mohon tunggu...
Ivan Yusuf Faisal
Ivan Yusuf Faisal Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Bukan jurnalis, hanya sharing. Rijks Universitêit de Gröningen, Ned

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Resolusi Togog

10 Januari 2018   16:48 Diperbarui: 11 Januari 2018   14:51 1018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Di perjalanan Togog pun mikir apa yang ia ucapkan barusan. sebenarnya seperti apa sangkan paran dirinya. Kalo dipikir-pikir, kesaktian apa yang dia punya, diapun bingung. Ada yang bilang kesaktian akan memudar jika kita terlalu juweh atau mudah memberi komentar atas suatu keadaan. Ada baiknya kita jadi pribadi yang sak madyo saja. Fleksibel, tapi tidak mudah hanyut pada keadaan. Sebenarnya Togog pun berprinsip kesaktian tertinggi adalah ketika kita berhasil mengelola diri sedemikian rupa sehingga tak punya musuh; tidak merangsang datangnya musuh; atau puncaknya, ketika diri tidak dapat dimusuhi. Apa salahnya menjadi bagian yang adem dan cenderung kumawula dan tidak pertingsing terhadap kodrat Tuhan. Menjadi satu dengan Tuhan dalam bentuk manunggal kawula lan gusti malah sering diartikan kita punya kehendak seperti Tuhan. Ingin begini begitu tinggal akon-akon ke baturnya. Jadi, sekarang orang tinggi ngelmunya, tapi rendah ngelmu pangawikan pada pencipta.

Sampai di Indraprasta, langit berkabut, orang akan menebak hujan sebentar lagi turun, Togog pun menghentikan pengembaraannya, dia memutuskan menginap di sebuah pondok kecil di pojokan Desa. Bagi Togog tidak afdol dirinya tidak menghampiri saudaranya yang tinggal tak jauh dari penginapannya itu. Di depan rumah yang di ingatnya sebagai rumah saudaranya itu Togog dengan mulut dowernya berteriak-teriak "Mar.. Semar, ini kakakmu datang".

Rumah itu seperti tak berpenghuni. Teriakan Togog berkali-kali tak dijawab oleh empunya rumah.

"Apa Semar sudah pindah ya ?" renungnya dalam hati.

Togog masih setia di depan pintu rumah itu, hingga ada yang menepuk pundaknya dari belakang.

"Plok.." keras pukulannya sampai membuat Togog tersedak. Bibirnya yang panjang menjadi bergelambir kesana kemari karena kaget. "Pak De Togog, to ini ?" seru Petruk.

Menoleh. "Eh...Anakku Petruk" jawab Togog spontan. Sambil mengelus pundaknya "Sakit, Le". 

"Rumah ini sudah lama dijual Pak De" tegas Petruk.

"Hmmm..." gumam Togog.

"Ya sudah, Ayo Pak De saya antar ke rumah Bapak" ajak Petruk.

"Ayo.." barang bawaannya dipanggul di pundak, isinya mungkin seputar perabot pengembaraan. Sebagian Petruk yang bantu membawakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun