Di sebuah desa, hiduplah seorang tunanetra yang dikenal banyak orang. Orang ini baik hati, dan ramah terhadap siapapun yang ia jumpai. Walaupun ia tak sempurna, tapi ia suka membantu orang dengan apa yang ia bisa lakukan.
Di suatu sore, datanglah ia ke rumah sahabat karibnya. Rumah sahabatnya terletak sekitar 3km dari tempat tinggalnya, hebatnya, ia hafal semua jalan dan transportasi yang ia butuhkan untuk mencapai rumah sahabatnya itu. Sesampainya di rumah sahabat karibnya, dijamulah si tunanetra ini tadi, dan berbincang bincanglah mereka menikmati hari yang tersisa.
Tak terasa, langit pun sudah mulai gelap, maka si tunanetra pun pamit untuk pulang ke rumah. Sahabatnya mengambilkan sebuh lentera untuknya, lalu si tunanetra ini pun tertawa dan berkata "Untuk apa kau beri aku lentera ini? Aku pun tak akan bisa melihat apapun walaupun menggunakan lentera ini".
"Aku tau itu, tapi jalanan sudah gelap, paling tidak dengan lentera ini, orang yang berada di jalanan bisa melihatmu dan tidak menabrakmu." Setuju dengan ide sahabatnya, si tunanetra ini pun membawa lentera itu, lalu berpamitan pulang.
Di jalan menuju rumahnya, si tunanetra ini mengalami kejadian yang buruk, ia terserempet sebuah motor yang melaju kencang, lalu ia pun marah - marah namun tak ada jawaban. Lalu ia melanjutkn perjalanannya, tak lama kemudian ia tersenggol sesuatu yang membuatnya jatuh, namun kali ini ada yang membantunya berdiri.
Ia pun marah kepada orang itu, namun orang ini tidak marah balik, orang ini berkata "Maaf pak, memang benar bapak membawa lentera, namun lentera bapak tidak nyala. Sehingga saya tak dapat melihat bapak." Begitu mendengar jawaban sang penabrak, si tunantra ini pun malu, dan akhirnya meminta maaf kepada sang penabrak. Karena penabrak ini baik hati, ia membantu menyalakan lenteranya.
Sungguh apes malam itu, untuk ketiga kalinya ia pun terbentur pada seseorang. Namun ia tak langsung marah, ia berfikir dulu "Aku sudah jalan berhati - hati, orang baik tadi pun sudah menyalakan lenteraku, apakah jangan - jangan lenteraku mati ya?" Lalu bertanyalah si tunanetra kepada sang penabrak apakah lenteranya mati.
Tak ada jawaban dari sang penabrak, namun ia tau bahwa orang itu masih ada di dekatnya. Lalu ia memberanikan diri untuk bertanya "Maaf, apakah anda tunanetra seperti saya?" Lalu terdengarlah pekikan tawa dari orang yang menabrak itu dan pengakuan bahwa mereka berdua sama - sama penyandang tunanetra.