Mohon tunggu...
Ivan Christopher
Ivan Christopher Mohon Tunggu... Polisi - Anak baik

Anak baik

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Dunia paralel

22 Februari 2021   01:24 Diperbarui: 22 Februari 2021   01:31 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Lidah yang sama-sama kelu untuk saling mengatakan, perasaan yang sama-sama kentara untuk saling menyembunyikan"


"woy el tungguin gue" tubuhku spontan membalik, menatap seorang lelaki yang sedang berlari kecil mengahampiriku sambil menggendong tas gitar kesayangannya. Tangannya kemudian bergerak merangkul tubuhku yang jauh lebih kecil darinya. Kemudian ia mengajakku untuk pulang bersama.
Oh iya, kenalkan, namaku Eylin, panggil saja aku el. Lelaki tadi yang merangkulku namanya Brian, ia yang membuat sapaan el untukku. Lebih tepatnya el adalah sapaan waktu kecil darinya sampai sekarang. Katanya kalau panggil 'Eylin' itu kepanjangan. 

Aku bersahabat dengannya sejak kami masih kanak-kanak. Kami ini tetangga, rumahku tepat di depan rumahnya. Kami tumbuh di tengah rindangnya Kota Bandung. Orang tua kami bersahabat dekat, jadi kamipun tumbuh bersama-sama sebagai anak tunggal.
Kami mengenal dekat satu sama lain, aku selalu menceritakan rahasiaku padanya dia pun begitu.Tapi hanya ada satu yang aku sembunyikan, bahwa hatiku menganggapnya lebih dari seorang sahabat. Ia tidak tahu itu, aku takut jika ia tahu ia akan menjauh. Jadi rahasia yang satu ini biar aku saja yang menyimpannya. Rahasia yang berisi jika aku mencintainya.

Jarak dari kampus ke rumah sebenarnya tidak terlalu jauh, kami lebih sering memilih untuk menggunakan bus umum dan berjalan kaki daripada membawa kendaraan pribadi, alasan Brian adalah untuk mengehemat uang dan membuatnya lebih sehat jika jalan kaki. Kalau alasanku sih sama seperti Brian ditambah lagi aku bisa lebih lama berdua dengannya.
Kami turun di halte bus depan komplek perumahan, ditengah perjalanan menuju rumah, ia membuka topik pembicaraan.
"El, besok gue ada manggung di Alun-alun jam 10.00"
"oh" jawabku asal
"kok oh doang sih?!" brian mengerutkan dahinya.
"emang harus ngapain lagi?" aku sengaja membalasnya cuek, aku ingin melihatnya memaksaku untuk nonton konser bersama band nya.
Tapi ia tidak mengatakan apapun lagi. Kami sama-sama diam. Aku masih berharap ia akan memaksa. Didepan, rumah kami sudah kelihatan lalu Ia menengok ke arahku.
"gue gamau tau pokonya lo harus dateng besok, ngambek gue kalo lo ga dateng." aku senang akhirnya ia memaksa,apa telepatiku sudah sampai di otaknya?
"iya iya gue dateng" aku tersenyum simpul kearahnya.
"nah gitu dong" ia mengucek rambut panjang ku. "ishh berantakan rambut gue!" aku menepis tangannnya dan melihat brian dengan sinis tapi hatiku malah deg-degan.
"dasar galak, udah ah gue masuk dulu ya, bye" ia pergi sambil melambaikan tangannya.
Aku perlahan berjalan masuk ke halaman rumah, mengeluarkan kunci dari tasku dan membuka pintu. Seperti biasa, rumahku selalu sepi mamah dan papah selalu sibuk bekerja. Aku sering ditinggal sendiri sejak aku masih duduk di bangku SD, malah mereka lebih sering tidak pulang sejak aku kuliah. Tiap bulannya mereka rutin mentransfer uang ke rekeningku. Aku mengerti bahwa mereka itu bekerja juga  untuk keperluanku,tapi sisi lain diriku berkata bahwa pekerjaan mereka lebih berharga dariku. Jujur aku sangat merindukan kasih sayang mereka, layaknya anak anak lain yang tumbuh besar bersama dengan kedua orangtua nya, selama ini aku lebih sering diurus oleh tante Ratna, mama Brian. Ia sudah aku anggap seperti orang tuaku sendiri,ia yang selalu memperhatikanku ketika mamah dan papah sedang pergi lama saat bekerja.


Aku rebahkan diriku di kursi ruang tamu, entah kenapa belakangan ini terasa capek sekali. Aku menengok sebentar kearah jam dinding,jarum jam mengarah ke angka 4,waktu sudah sore dan perutku keroncongan tapi mataku rasanya berat sekali,akhirnya aku putuskan saja untuk tidur di sofa ruang tamu.
...
Mataku perlahan terbuka, aku lekas bangun dari tidurku,rasanya kepalaku pening sekali. Senja mulai terlihat dari balik jendela. Aku mengecek handphone ku dan ternyata ada 3 misscall dari brian dan beberapa pesan yang ia tinggalkan. Aku langsung membukanya.
Brianku
Ell
Eylinn woy bukain pintunya
Lo tidur ya? gue telfon ga di angkat
Gue gantungin martabak di pager lo
Jangan lupa diambil

Aku tersenyum melihat pesannya, jangan salah fokus pada nama kontak nya ya, itu dia sendiri yang mengubahnya di handphone ku dan aku tidak akan pernah mengubahnya. Aku senang menjadi egois karena mengeklaim brian memang hanya miliku. Aku buru-buru pergi membuka pintu. Benar saja ada martabak kesukaannku, varian coklat keju menggantung di gagang pagar rumahku.
Karna timing nya sangat pas,langsung saja aku makan martabak yang dibawakan Brian dengan lahap sambil memegang hp menonton film kesukaanku.
Tiba-tiba ada tetesan darah di layar handphone ku,aku terkejut dan memegang hidungku kemudian aku segera berlari ke kamar mandi dan membersihkan seluruh darah yang terjun bebas dari hidungku. 

"Ah mungkin ini gara-gara kelelahan saja" ucapku dalam hati. Setelah semua bersih dan hidungku tidak lagi berdarah, aku lekas membuat satu gelas teh hangat untuk menenangkan kondisiku dan sebagai teman martabak yang Brian bawa tadi.
Oh iya,aku makan sambil menonton serial harry potter kesayanganku. Aku adalah seorang potterhead. Potterhead itu adalah sebutan bagi penggemar harry potter. Aku dulu sering menonton bersama orangtuaku. Sudah ku sebutkan sebelumnya, mereka menjadi sibuk dan gila perkerjaan,jadi tidak ada waktu lagi untukku. Maka brian yang menggantikan posisi mereka. Jadi ia juga menjadi seorang potterheads berkat aku. Brian sangat berharga untukku, ia mengganti seluruh posisi dan kebiasaan orang tuaku. Aku sangat menyayanginya.
...
Aku mengerenyit membuka bola mataku. Sekarang sudah pukul 7 pagi dan aku ketiduran di depan tv. Aku baru ingat, hari ini aku akan menonton brian bersama bandnya. Aku lupa memberi tahu, nama bandnya brian adalah "INNER". aku langsung bergegas merapihkan rumah dan mandi. Aku memilih setelan casual untuk pergi. Joger hitam panjang dan kaos pendek putih bergambar The Beatles serta totebag senada dengan setelanku dan rambut panjang yang aku kucir asal. Ditambah makeup tipis yang menghiasi wajahku.
Line!!
Brianku
Ell
Jadi datang kan??
Jadi
Baru aja gue mau berangkat
Oke hati-hati
Pulangnya bareng gue
Abis manggung langsung pulang kok
Oke pakbos

Aku menyimpan kembali handphone ku, langsung memakai sepatu dan memesan ojek online. Aku tidak suka membawa motor sendiri karena trauma setelah terlibat kecelakaan tunggal yang menyebabkan kakiku patah.
Hanya butuh waktu sekitar 10 menit aku sampai di alun-alun kota. Disini ramai sekali dan didominasi oleh perempuan. Bisik-bisik aku dengar mereka menyebut nama Inner dan Brian. Sebenarnya aku bukan tipe orang yang suka ramai seperti ini. Melihatnya saja sudah membuat sesak.
Aku berjalan lebih dekat ke panggung. Sang pembawa acara terus mengoceh sampai akhirnya ia menyebut nama band Inner untuk maju ke atas panggung. Semua penonton berteriak heboh mereka sahut sahutan menyebut nama-nama anggota. Wow pikirku mereka hanya terkenal di kampus ternyata tidak.
Kami semua menikmati lantunan lagu berjudul fana merah jambu yang dibawakan oleh mereka. Sorot mataku tertuju pada brian yang memegang bass nya sambil bernyanyi. Yang kemudian sorot matanya juga bertemu dengan sorot mataku diantara kerumunan orang. Kemudian bibirnya tersenyum seketika.
Tidak terasa acara sudah selesai, aku sedang menunggu brian sambil duduk di sebuah bangku di bawah pohon rindang. Aku menunduk memainkan ponselku, hanya sekedar menscroll instagram dan sosial media lainnya.
"Ell!" aku mendongak, mendapati brian jalan ke arah ku.
"lama amat sih" aku berdecak kesal
"maafin gue disuruh bang juan dulu tadi nyimpenin alat ke mobil"
"ohh"
"el lo temenin gue makan yuk? Belom makan nih gue" ia memasang wajah memelas.
"ayo deh gue juga belom makan lagian"
Aku bangkit dari dudukku. Brian mengambil sebelah tanganku dan mengaitkan jariku diantara jarinya. Pegangan tangan bukan hal yang aneh lagi bagi kami. Tapi degupan jantungku semakin menjadi-jadi. Kami berjalan menuju parkiran dimana ia memarkirkan BMW hitam miliknya. Sepanjang perjalanan banyak gadis yang melihat ke arahku dan Brian yang sedang bergandengan. Mereka terlihat sinis kepadaku. Pasti mereka berasumsi kalau aku ini kekasihnya. Padahal akupun berharap begitu.
Kami berdua masuk ke mobil. Meninggalkan alun-alun yang padat dan bergegas mencari tempat makan. Di tengah-tengah perjalanan aku membuka percakapan
"Bri gue mau potong rambut, anterin gue ya?" omongku sembari menengok kearahnya.
"hah, kesambet lo mau potong rambut?"
"gak tau, tiba-tiba pengen potong aja"
"iya deh, tapi makan dulu ya baru potong rambut"
"siap bos"
Akhirnya kami berhenti di salah satu restoran ayam goreng. Brian suka banget sama ayam goreng. Waktu kecil kalau tante Ratna tidak masak ayam goreng, ia akan pergi ke rumahku untuk mencari ayam goreng. Sebucin itu brian sama ayam goreng.
Setelah selesai makan ayam, sesuai perkataan Brian tadi, ia mengantarku ke salon. Aku memotong rambut panjangku menjadi rambut pendek sebahu. Aku memperlihatkan hasilnya pada brian yang lagi duduk menunggu.
"briaann liat rambut gue" ucapku antusias
"HAHAHA kaya dora, tapi cantik sih" ia tertawa lalu mengacak rambut baruku
"ih tck nanti berantakan" aku menepis tangannya. Hatiku senang mendengar ia memuji cantik.
"tapi el, nanti gue gabisa ngtain lo kuda lagi dong, soalnya rambut lo sekarang pendek"
Memang dasar brian sinting. Waktu kecil, disamping ia memangilku el, ia memanggilku juga dengan sebutan kuda. Karena rambutku yang panjang dan aku tidak diam dipanggil kuda, aku selalu membalasnya dengan Brian kingkong. Dulu brian anak yang gembul. Badannya selalu lebih besar dariku. Makanya ia ku panggil kingkong. Tapi sekarang badannya sangat ideal, tinggi dan tidak terlalu kurus. aku tidak mengerti kenapa dia bisa menurunkan berat badannya. Yang aku tahu dia tipe yang lebih suka rebahan dibanding olahraga. Aku sudah tidak bisa menggilnya kingkong lagi.
"gue juga gabisa manggil lo kingkong, soalnya sekarang lo kurus"  
Kami berdua tertawa bersama. Sambil mengingat-ingat kejadian kejadian lucu dimasa kecil. Hampir semua perjalan hidup yang kami lewati selalu sama. Tumbuh bersamanya memang menyenangkan.
...
Hari ini hari senin, aku putuskan untuk absen dulu dari kuliahku. Kepalaku pusing hebat, seluruh badanku terasa menggigildan perutku sakit selaki.
"mama..." dengan suara serak aku berusaha memanggil mamaku.
Aku lupa mereka sibuk di luar kota. Tanganku berusaha mengambil handphone yang aku taruh diatas nakas. Jam yang tertera di handphone ku menunjukan masih pukul 07.00. Dengan tenaga seadanya aku berusaha mengetikan pesan singkat pada brian.

Brianku
Bri, titip absen ya gue sakit gakuat jalan
Setelah itu aku menyimpan handphone ku asal, aku tidak peduli. Pokonya ingin cepat-cepat tidur lagi.
Aku terbangun kaget, ada punggung tangan yang menempel di jadat ku. Setelah aku lihat ternyata itu tangan tante Ratna.
"bangun dulu yuk sayang, makan dulu tante bawain bubur"
Aku bangun dari tidurku dibantu oleh tante ratna. Ia menyenderkanku di tempat tidur dan menaruh bantal di punggungku.
"tante khawatir, waktu brian bilang kamu sakit tante langsung kesini"
Kemudian ia menyuapi satu per satu sendok bubur ke mulutku.
"makasih ya tante, maaf el ngerepotin tante, el gatau lagi harus ngabarin siapa. Mama sama papa kaya gaperduli sama el"
" el sayang, tante malah seneng di repotin sama kamu. Tapi kamu gaboleh ya ngomong gitu tentang mama sama papamu. Mereka itu baik, mereka kerja keras cari uang buat kamu."
Aku lebih memilih diam dan menghabiskan bubur yang sedang aku kunyah daripada berbincang tentang mama dan papa.  
"el minum dulu sayang" tante Ratna menyodorkan satu obat paracetamol untu meredakan demamku kemudian memberi aku satu gelas air putih, akupun meminumnya.
Setelah itu ia merapihkan kasur dan selimut yang aku pakai agar aku lebih nyaman
"sekarang tidur ya, kalau ada apa-apa panggil aja tante dibawah jagain kamu"
"makasih ya tante, el sayang banget sama tante" aku tersenyum, tante Ratna segera pergi dari kamarku, menutup pintu dan membiarkanku istirahat. Aku kembali pada dunia bawah sadar.
Aku terbangun lagi pukul 11, secepat itu obat penurun panas bekerja. Panas tubuhku turun drastis dan tidak lagi menggigil. Aku bangkit dari tempat tidurku. Berjalan ke arah kamar mandi dan melihat tampilan diriku di cermin. Rambut berantakan sepeti singa jantandan muka yang sedikit pucat. Dan setelah beberapa saat aku sadar ada setetes darah keluar dari hidungku. Aku mimisan lagi. Segera ku bersihkan hidungku dari darah dan aku mandi air hangat. Rasanya segar walaupun mandi air hangat.
Setelah itu aku pergi ke dapur untuk mengambil air putih. Tidak ada orang ternyata di lantai bawah, sepertinya tente ratna sudah pulang. Saat aku meneguk air, tiba-tiba rasa sakit kepala luar biasa datang menyerang kepalaku. Mataku tertutup rapat menahan skait. Gelas yang aku pegang terjatuh. Sayup ku dengar bunyi pecahannya saat kaca itu jatuh. Tubuhku melemah dan terjatuh ke lantai. Perlahan pandanganku kabur menjadi hitam dan semuanya gelap.
...
Aku terbangun diatas kasur hijau kecil, di sekat oleh kain putih panjang yang berada dalam ruangan asing, bau obat menyeruak di dalam ruangan ini. Aku pandangi sekitar, beberapa saat aku tersadar, aku berada di rumah sakit. Tepat di sebrang kasur tempat aku berbaring, aku meluhat punggung tante Ratna dan bocah jangkung yang memakai hoodie hitam itu pasti Brian. Mereka sedang berbicara pada dokter yang sepertinya memeriksaku tadi sewaktu aku pingsan. Sayup-sayup aku bisa mendengar percakapan mereka dengan jelas. Ia bilang aku tidak boleh kelelahan dan melakukan aktivitas berat karena aku punya... kanker lambung stadium 2.
Aku kaget bukan main, tubuhku benar-benar lemas, otakku shock mendengar semua yang dokter itu katakan, aku sudah tidak bisa mengeluarkan air mata, aku terlalu lelah untuk menangis. Aku bukan orang yang cengeng, aku ini kuat, aku tidak pernah menangis. Aku percaya aku pasti bisa melewatinya. Melewati semua yang di diagnosa oleh dokter.
Aku melihat dokter itu pergi dengan wajah yang sepertinya menyesal. Brian kemudian merangkul mamanya sebelum berbalik badan. Mereka sama-sama mengahampiriku. Aku hanya tersenyum. Aku melihat sekilas manik mata tante Ratna yang sedikit berkaca-kaca kemudian ia meraih tubuhku dan memelukku erat. Aku membalas pelukannya dan mengusap-usap punggungnya. Brian hanya diam dan menatap kearahku dan mamanya.
"kamu udah denger yang dokter bilang el?" ucap tante Ratna disela ia memelukku. Aku menganggukan kepala, melihat kearash brian dan aku tersenyum. Brian membalas senyumanku.
"maafkan tante ya, kamu jadi harus mendengar itu semua"
Aku melepaskan pelukannya, dan menatapnya dalam
"tante ga perlu minta maaf sama el, ini bukan salah tante, el ikhlas nerima semuanya, penyakit ini datangnya dari tuhan, bukan dari tante, tante ga salah apa-apa" aku tersenyum meyakinkannya.
Tante Ratna membalas senyumanku terharu, brian ikut-ikutan mengacak rambutku. Aku tetap memarahinya, bisa-bisa rambutku nanti berantakan,
Kami bertiga berjalan keluar ruamah sakit, brian yang jalan duluan katanya mau ambil mobil dulu di basement. Tante Ratna setia menuntun ku berjalan ke lobby.
Jarak rumah sakit ke rumah memakan waktu 20 menit. Aku diantar Tante Ratna sampai ke ruang tamu rumahku. Aku menyuruh tante Ratna untuk pulang dulu saja, kasihan ia mengurusku seharian. Tante Ratna pulang dan berjanji besok akan datang untuk mengecek keadaanku.
Setelah tante Ratna pulang, aku berjalan gontai menuju kamarku. Ditemati pikiran-pikiran tentang penyakit yang aku derita. Aku duduk di tepian ranjang di kamarku. Mengeluh pelan mengetahui tentang penyakit yang tuhan berikan padaku hari ini . air mata sedikit-sedikit membanjiri pipiku diiringi nafas yang tersendat-sendat keluar dari hidungku.
Dalam hati ku teriak, meneriakan kata mama dan papa yang aku rindukan. Bukannya di saat-saat seperti ini mereka seharusnya hadir dalam hariku? Sekaranh malah orang lain yang menggantikan sosok mama sekaligus papa di hidup el.
 Aku belum berniat untuk memberi tahu mama dan papa atas kejadian ini, aku takut jika kabar buruk dariku malah akan mengganggu pekerjaan berharganya disana. Toh aku masih punya Tante Ratna dan Brian yang setia disisiku.
Aku putuskan untuk istirahat saja, memejamkan mata dan melupakan sejenak apa yang terjdi hari ini. Selamat malam dunia.
...
Esoknya, aku putuskan untuk kuliah dulu, aku membawa banyak tissue di tas. Jaga-jaga jika hidungku mimisan lagi, saat aku membuka pintu, Brian sudah siap depan rumah. Ia kuliah jadi pakai mobil, bukan lagi naik bus.
"yakin mau kuliah?"
"yakin lah bri, gue gapapa kok" aku berusaha meyakinkannya.
"yaudah deh ayo" dia membukakan pintu untukku, aku berasa jad orang yang spesial.
Jadwal kuliahku dan Brian sama, jadi aku pasti tidak akan terpisah jauh darinya. Hari ini kita hanya punya 2 mata kuliah. Jadi menurutku ini tidak akan terlalu melelahkan.
Aku senang, aku bisa melewati nata kuliahku yang pertama, aku dan brian sekarang duduk di kantin, ia mengajakku makan bakso. Sewaktu aku dan brian sedang makan tiba-tiba perutku sakit lagi, dan aku sangat mual. Aku izin ke kamar mandi pergi ke kamar mandi pada brian. Ia mengizinkaku, mukanya terlihat sangat khawatir,
Aku buru-buru masuk ke salah satu bilik di kamar mandi. Aku memuntahkan semua makanan yang masuk di perutku. Setelah muntah rasanya badan ini lemas. Dengan sisa tenaga yang aku punya, aku kembali menghampiri brian.
"el? Lo gak kenapa-kenapa?" dari mimiknya dia terlihat sangat khawatir
"bri, gue mau pulang aja, gakuat"
"yaudah gue anter ya? Yuk" ia mememegang erat tanganku, menuntun ku berjalan pelan-pelan menuju parkiran mobil.
Aku merasakan darah menetes pada hidungku. Aku buru-buru menyumbat hidungku dengan tissue. Brian mempercepat langkahnya untuk menuntunku. Kami dilihat banyak orang. Pendarahan di hidungku berlangsung sebentar. Brian membukakan pintu untukku dan ia bergegas untuk membawa mobil pulang.
"lo tidur aja ya el, nanti gue bangunin kalo udah dirumah" ucapnya lembut seraya tangan kirinya mengusap-usap rambutku dan tangan yang lainnya memegang stir mobil.
Aku hanya mengangguk lemah dan tersenyum kearahnya.
Bangun-bangun aku sudah di kamarku. Seseorang membuka pintu kamarku dan ternyata itu tante Ratna.
"sudah bangun sayang? Tante bawain makanan ya sebentar" aku mengiyakan pertanyaannya. Ia menutup kembali pintu kamarku. Tapi, kenpa aku bisa ada di kamar? Aku ingat terakhir kali aku tidur di mobil brian. Apa Brian yang menggendongku?
Tidak lama tante Ratna kembali dengan baki makanan yang ia bawa di tangannya. Berisi nasi putih dan sayur bayam juga segelas air. Sebenarnya aku tidak mau makan, aku takut jadi mual dan muntah lagi. Tapi tante Ratna selalu mendorongku untuk makan. Katanya itu juga kan demi kesembuhanku, aku perlahan menelan makanan itu masuk ke dalam tenggorokanku. Mengunyahnya sampai habis tetapi tetap saja badanku masih lemah dan belum bisa apa-apa.
Akhrinya setelah makan, tante Ratna membiarkan ku untuk tidur. Aku akan pergi ke rumah sakit besok untuk check up kondisiku.
...
Aku sudah menyiapkan barang-barang keperluan untukku di rumah sakit nanti. Aku akan menjalani prosedur kemoterapi untuk kesembuhanku. Hari ini seperti biasa aku didampingi Tante Ratna dan Brian ke rumah sakit. Tadi malam tante Ratna menginap di rumah. Ia ingin menjagaku katanya, jadi aku persilahkan ia menginap di kamar untuk tamu. Sedangkan Brian ia tidur di rumahnya sendiri.
Tante Ratna menyusulku ke kamar, mengecek segala keperluanku untuk dibawa ke rumah sakit. Terimakasih tuhan, ada pengganti lain mama disisiku.
"udah siap sayang?" ia bertanya sambil mengintipku dari ambang pintu
"udah tante" aku tersenyum smbil membawa tas berisi baju
"sini biar tante yang bawain" ia langsung mengambil alih tas yang aku pegang dan berjalan di depanku.
Sebelum menutup pintu, aku melihat diriku di pantulan cermin panjang dekat lemari baju. Aku mendekati cermin itu, kuatatap dalam pantulan mukaku, aku kelihatan lebih pucat dari biasanya. Aku tersenyum, berbisik pada diriku sendiri bahwa aku bisa melewati segalanya. Diriku tersenyum dan pantulan ku dalam cermin ikut tersenyum.
Tante Ratna kembali memanggilku dari bawah, ia sudah siap dan tinggal berangkat katanya. Aku penutup pintu kamarku dan beregas menyusulnya dan kami pun bergegas ke rumah sakit. Brian yang akan mengantar kami sebelum ia kuliah.
Setelah aku melewati serangkaian pemeriksaan, tiba saatnya tubuhku untuk di kemo. Dokter nyuntikan berbagai alat yang menyambung bahan kimia untuk masuk ke dalam tubuhku. Prosedur kemoterapi ini berjalan lama.
Aku terbangun di ruang kamar inap biasa.tapi nampaknya ini ruangan vip karen vasilitasnya terlihat lengkap dan nyaman. Aku melihat sekeliling, dinding bercat putih dengan jendela besar yang berada di sebelah kiri ranjangku menghadap langsung dengan padatnya kota. Aku melihat ke kanan, ada brian sedang tertidur pulas di sofa ruangan ini. Dia seperti kecapean antara pulang dari kampus atau latihan dengan bandnnya. .
Aku memperhatikan wajahnya, pipinya masih lumayan berisi. Ia sekarang lebih mirip hamster dibanding kingkong. Perlahan badannya menggeliat, ia bangun dari tidurnya. Aku buru-buru memalingkan wajahku ke arah jendela. Ia bangun dari duduknya lalu jalan menghampiri ku.
"el? Lo udah siuman?"
"udah kok bri,cuma gue bosen daritadi tidur teus"
"jalan-jalan yuk"
"ayoo" aku tersenyum cerah, mengiyakan ajakannya.
Di membopong tubuhku dari ranjang pasien ke kursi roda. Setelah itu kami jalan-jalan, sekedar keliling-keliling rumah sakit dan menelusuri taman rumah sakit. Beruntung rumah sakit ini luas, jadi pemandangannya tidak membosankan.
Kami berhenti di salah satu bangku taman. Ia duduk di sebelahku dan aku duduk di kursi roda. Ia mulai membuka pembicaraan randomnya.
"el, janji sesuatu sama gue ya?"
"janji apa?" sahutku
"nanti pas lo sembuh, ke bioskop bareng gue ya"
"ngapain?"
"kita main ludo"
"hah? Kok main ludo sih bri"
"ya nonton lah el"
"HAHAHA iya iya, gue janji" aku mengacungkan jari kelingking ku ke arahnya. Brian mengaitkan jari kelingkingnya dengan jariku.
Sebuah janji kecil yang kami buat hari itu, berdampak pada semangatku melawan kanker. Karena maksud janji yang ia buat adalah bahwa aku ini harus sembuh
Cukup lama waktu yang kami habiskan di taman rumah sakit ini. Ia kembali mendorong kursi rodaku, menyelusuri tiap lorong sampai kembali lagi di ruang rawat inapku. Aku belum mau tusun dari kursi roda.
"bri, lo mau pulang jam berapa?"
"nggak tau, gue ingin disini aja nemenin lo"
Sebenarnya hatiku agak berdesir mendengar ucapannya. Aku senang brian ada di sampingku.
"el nyanyi yuk," ia mengeluarkan gitar akustik yang ia bawa, berjalan ke arah jendela dan duduk di tepiannya.
"ayoo" aku mengangguk antusias padanya, seraya mendekatkan kursi rodaku untuk lebih dekat dengan duduknya.  
.Pelrlahan ia mulai memetik senar gitarnya, melantunkan intro sebuah lagu dari musisi kesayanganku Adhitia Sofyan yang berjudul Dunia Pararel.


Terbentang cahaya seribu asa
Diamnya sisakan beribu tanya
Mungkin rasa yang ada
Satu semesta yang lain
Berjalan sejajar garis sadarku dan engkau disana
Lalu kuat sebuah sketsa kecil mesin menuju dunia pararel
Tunggu aku jelajahi sisi lain ruang waktu
Yang serupa namun tak sama dimana kau bersamaku

Terhempas meluas debu angkasa
Setelah silaunya dentum raksasa
Mungkinkah ada jejak?
Dalam cahaya yang tinggal?
Teoti asumsi semua berkata kau ada disana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun