Mohon tunggu...
ivan adilla
ivan adilla Mohon Tunggu... Guru - Berbagi pandangan dan kesenangan.

Penulis yang menyenangi fotografi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah untuk Murid ‘Rijek’

26 April 2021   09:31 Diperbarui: 26 April 2021   09:40 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bunga Sakura mekar saat musim semi di kampus Hankuk University for Foreign Studies (HUFS) di Yongin. Foto oleh Ivan Adilla

“Tentu saja mereka jadi ahli masak atau ahli tata busana yang baik dan terkenal...”

“Semuanya seperti itu?”
            “Kalau tak semuanya, paling tidak sebagian besarlah...”, jawab seorang guru.

“Bagaimana kalau ternyata ada siswa yang tak bisa memasak atau menjahit busana, tapi justru lebih senang memotret masakan atau peraga busana. Atau lebih ahli berjualan bumbu masak, membuat bentuk cetakan kue, menjual bahan-bahan....”

“Tentu saja mereka tidak lulus. Karena itu tak sesuai dengan tuntutan kurikulum....”

***

Sebagai sosok yang Maha Sempurna, Tuhan tidak mungkin menciptakan sesuatu dengan mubazir. Dan manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling mulia. Tuhan sudah membekali setiap manusia untuk mereka hidup dan berjuang di bumi ini. Maka penolakan terhadap murid karena pemalas, bodoh dan seterusnya sesungguhnya adalah pengingkaran terhadap Tuhan dengan kesempuranaan-Nya.

Konon, tak terlalu sulit menemukan guru penuh prasangka seperti itu. Yang menyesakkan dada adalah maka bagaimana mungkin kita bisa mempercayakan pendidikan anak-anak kita pada guru dengan kesombongan luar biasa seperti itu?

***

Tiga mahasiswa saya diputuskan bersalah oleh pengadilan dan harus meringkuk di penjara untuk masa tiga bulan. Mereka tertangkap mengisap ganja saat acara perkemahan di luar kampus. Sebagian besar civitas akademika menyalahkan tindakan mereka, yang dianggap telah mencoreng nama almamater. Untung sekali, pejabat bidang kemahasiswaan memiliki pandangan berbeda. Ia mendampingi dan memberi semangat kepada mahasiswa itu layaknya orang tua mereka.

Suatu saat dalam masa penahanan itu, saya berkunjung ke penjara tempat mereka di tahan. Setelah berbasa-basi, saya menyerahkan empat buku tebal untuk mereka baca di penjara. Di antaranya, Mushashi, dua jilid dari Trilogi Pulau Buru, dan Riwayat Hidup Muhammad, karya Haekal.

“Wah... apa mungkin kami bisa membaca tumpukan buku sebanyak ini..?”, tanya mereka ragu. Keraguan itu beralasan.Di kelas, mereka termasuk mahasiswa yang malas membaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun