Mohon tunggu...
IVAN ISSA FATHONY
IVAN ISSA FATHONY Mohon Tunggu... Dosen - Dreamer

Sosialis moderat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Intoleransi vs Kearifan Lokal

7 Desember 2022   22:45 Diperbarui: 7 Desember 2022   22:46 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Isu intoleransi bukan hal yang baru di Indonesia. Isu ini sering mengemuka di kalangan masyarakat yang heterogen dalam segi kehidupan berbangsa dan bernegara. Intoleransi berarti tidak toleran, dan bertentangan dengan kehidupan berpancasila. 

Intoleransi ini dianggap sebagai pemecah persatuan karena tidak menghargai dan menghormati hak orang lain juga adanya diskriminasi atau membeda-bedakan orang berdasarkan suku, agama, ras, gender dan lain-lain. Yang menarik adalah intoleransi mengenai agama. 

Isu ini adalah isu yang sangat sensitif karena seperti kita tahu beragamnya agama di indonesia, masyarakat di dalamnya hidup beriringan lewat keyakinan yang berbeda dan hal itu pula yang terkadang menimbulkan gesekan-gesekan berdasarkan keyakinan yang dianutnya dalam menghadapi dinamisnya hidup bermasyarakat. 

Tetapi hal itu pula seyogyanya tidak menjadi hambatan untuk masyarakat menjalani hidup secara harmonis sesuai sila-sila Pancasila dan kebhinnekaan yang dianut. Karena bangsa Indonesia terlahir dalam keberagaman dan keberagaman itu pula yang seharusnya menguatkan bangsa indonesia.

Lalu apa yang dimaksud dengan kearifan lokal? Menurut gramedia.com Kearifan lokal dianggap sebagai pandangan hidup suatu masyarakat di wilayah tertentu mengenai lingkungan alam tempat mereka tinggal. 

Pandangan hidup ini biasanya adalah pandangan hidup yang sudah berurat akar menjadi kepercayaan orang-orang di wilayah tersebut selama puluhan bahkan ratusan tahun. Di Indonesia kearifan lokal ini masih dipercaya sebagai budaya yang menjadi identitas suatu daerah. 

Karena begitu kayanya budaya di indonesia banyak sekali hal yang dianggap sebagai kearifan lokal dan masih dianut hingga saat ini, sekalipun dunia termasuk indonesia yang kehidupannya sudah diterpa modernisasi lewat digitalisasi, banyak daerah tetap kuat dan tidak goyah melestarikan apa yang disebut dengan kearifan lokal tersebut.

Sebagai contoh mengenai isu intoleransi dan kearifan lokal ini bila kita mundur beberapa tahun ke belakang tepatnya di Serang banten, terjadi peristiwa yang cukup mencuri perhatian publik mengenai razia warung makan di siang hari pada bulan ramadhan. 

Peristiwa ini terjadi berawal dari amanah Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2010 tentang tentang Pencegahan, Pemberantasan, dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat, yaitu Setiap orang dilarang merokok, makan, minum di tempat umum atau tempat yang dilintasi oleh umum pada siang hari di bulan Ramadhan. 

Berdasarkan perda tersebut, pemilik restoran, kafe, rumah makan, warung nasi, dan pedagang makanan/minuman dilarang melakukan kegiatan di atas pada bulan Ramadhan, sejak pukul 04.30 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB. Khusus untuk pemilik kafe dan sejenisnya yang menyediakan sarana hiburan diwajibkan tutup mulai awal Ramadhan hingga akhir Ramadhan.

Hal yang menjadi polemik adalah pemerintah kota Serang melalui SATPOLPP (Satuan Polisi Pamong Praja) melakukan razia warung makan atau warung nasi yang tetap buka atau melaksanakan aktivitasnya pada waktu yang menyalahi aturan perda Nomor 2 Tahun 2010. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun