Mohon tunggu...
Achsin Ibad
Achsin Ibad Mohon Tunggu... Pendidik

Adde parvum parvo, manus acervus erit.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menggali Nilai Kemanusiaan Dalam Pancasila: Sebuah Asa Menjaga Keharmonisan Antar Agama

19 Maret 2025   23:37 Diperbarui: 19 Maret 2025   23:37 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengabadikan Pancasila, Sumber: Pexels

Pancasila, sebagai dasar negara, sangat penting untuk menjaga persatuan dan kerukunan Indonesia. Nilai kemanusiaan dalam Pancasila, khususnya sila kedua, harus menjadi landasan utama dalam membangun hubungan antaragama yang harmonis di negara yang beragam ini. Dengan 'Kemanusiaan yang Adil dan Beradab' sebagai pedoman, Pancasila mengajak kita untuk melihat setiap orang sebagai insan yang setara. Prinsip ini menjadi landasan moral untuk membangun masyarakat yang inklusif, di mana perbedaan bukan menjadi penghalang untuk saling menghormati dan memahami.

Untuk mewujudkan hubungan yang baik antar umat beragama, Pancasila mewajibkan adanya sikap saling menghormati dan hidup berdampingan. Nilai kemanusiaan yang terkandung dalam Pancasila juga mengajak kita untuk berempati dan memahami perbedaan agama, budaya, dan keyakinan yang ada.

Kemanusiaan yang adil dan beradab, salah satu sila dalam Pancasila, mengingatkan kita bahwa setiap agama pada dasarnya memiliki tujuan yang sama: menciptakan kedamaian dan kesejahteraan bagi umat manusia. Mari kita lihat, Islam dengan konsep "rahmatan lil alamin", Kristen dengan ajaran kasih tanpa batas, Hindu dengan ahimsa, dan Buddha dengan welas asih. Semua mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal, yang seharusnya menjadi landasan kokoh bagi dialog antar-agama.

Namun, dialog yang efektif membutuhkan lebih dari sekadar niat baik. Dibutuhkan kesediaan untuk mendengarkan dengan tulus, menghargai perbedaan, dan menghindari sikap saling menghakimi. Dialog harus menjadi ruang untuk berbagi pengalaman, meruntuhkan prasangka, dan membangun kepercayaan.

Intoleransi dan ekstremisme, dua penyakit sosial yang menggerogoti bangsa kita, telah menjelma menjadi ancaman nyata bagi harmoni antarumat beragama. Ironisnya, agama yang seharusnya menjadi sumber kedamaian dan toleransi, justru dimanfaatkan sebagai alat untuk memecah belah bangsa. Ini adalah sebuah paradoks yang memilukan, sebuah pengkhianatan terhadap nilai-nilai luhur Pancasila yang menjunjung tinggi kemanusiaan, persatuan, dan keadilan.

Kita tidak bisa lagi menutup mata terhadap kenyataan pahit ini. Perbedaan agama, yang seharusnya menjadi kekayaan bangsa, telah disalahartikan sebagai justifikasi untuk saling membenci. Kita terjebak dalam pusaran intoleransi, di mana setiap perbedaan pandangan dianggap sebagai ancaman. Sudah saatnya kita merefleksikan kembali makna sejati dari Pancasila. Nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung di dalamnya harus menjadi kompas moral kita dalam berinteraksi, baik di ruang privat maupun publik. Pendidikan tentang pentingnya toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan harus ditanamkan sejak dini, di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Pemerintah, sebagai pemegang amanah rakyat, memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa nilai-nilai Pancasila diimplementasikan secara nyata. Namun, upaya ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dari lembaga agama dan masyarakat sipil. Kolaborasi yang erat antara ketiga elemen ini menjadi kunci utama dalam membangun jembatan toleransi dan saling menghormati antar umat beragama.

Program edukasi yang mengakar pada pemahaman akan keberagaman dan pentingnya toleransi harus digalakkan. Ini bukan sekadar memberikan pengetahuan, tetapi juga menumbuhkan empati dan penghargaan terhadap perbedaan. Di sisi lain, penegakan hukum yang tegas terhadap segala bentuk diskriminasi dan kekerasan atas nama agama tidak boleh ditawar-tawar. Ini adalah bentuk nyata dari komitmen kita terhadap keadilan dan kesetaraan.

Sekadar menghafal sila-sila Pancasila tidaklah cukup. Kita perlu menggali lebih dalam, menghidupkan kembali semangat kemanusiaan yang universal. Dalam konteks keberagaman agama, ini berarti merangkul perbedaan sebagai kekayaan, bukan ancaman. Kita harus berani mengakui bahwa intoleransi dan ekstremisme adalah musuh bersama yang menggerogoti sendi-sendi kebangsaan. Di sinilah relevansi Pancasila semakin terasa. Ajaran luhur ini menjadi kompas moral yang menuntun kita untuk membangun masyarakat yang adil, beradab, dan damai.

Keberagaman agama di Indonesia adalah anugerah yang tak ternilai. Alih-alih membiarkan perbedaan menjadi sumber konflik, mari kita jadikan sebagai kekuatan untuk saling melengkapi dan memperkaya. Dengan berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila, kita mampu menciptakan harmoni sejati, di mana setiap individu merasa aman dan dihormati, tanpa terkecuali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun