Mohon tunggu...
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Itsbatun Najih Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aku Adalah Kamu Yang Lain

Mencoba menawarkan dan membagikan suatu hal yang dirasa 'penting'. Kalau 'tidak penting', biarkan keduanya menyampaikan kepentingannya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sarung dan Dinamika Penguatan Kebudayaan

20 Maret 2019   20:58 Diperbarui: 21 Maret 2019   17:05 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(KOMPAS.com / Wahyu Adityo Prodjo)

Sarung-sarung khas dari pelbagai daerah dipamerkan di GBK, Jakarta, awal Maret 2019. Acara bertajuk Festival Sarung Indonesia berikhtiar memuliakan salah satu identitas kebudayaan Indonesia berupa kain sarung. Acara berjalan meriah dan membawa pesan jelas perihal pemartabatan sarung.

Ada rencana dari pemangku kebijakan bahwa sarung bakal diakrabkan dalam ruang-ruang formal dengan penanda Hari Sarung Nasional; sebulan sekali, misalnya. Di Kudus, mulai Januari 2019, sebagian sekolah (baca: madrasah), yang dalam keseharian memakai celana panjang, sebulan sekali di tiap tanggal 22, bersarung ria.

Sarung perlu dimuliakan. Teranggap tidak sedikit kalangan menstigmakan sarung sebagai simbolitas pakaian kuno, kolot, dan tidak modern.

Gempuran globalisasi menaruh sarung dalam lipatan keterasingan bercorak tradisionalisme. Atau, sarung dicukupkan fungsi sebagai perangkat ibadah dan upacara adat. Untuk sekian lama, tren mode menutup hamparan sarung dalam langgam orang modern, orang kota. Dalam acara-acara formal, sarung tidak masuk dalam daftar sandang resmi.

Padahal, sarung menyimpan memori kebanggaan dan patriotik. Sekira di zaman pergerakan kemerdekaan, sarung oleh kalangan santri, merupakan identitas sakral melawan kolonialisasi. Sarung pula sebagai antitesis mode pakaian penjajah. Hingga kini, sarung menjadi identitas khas kaum santri hingga tersemat sebagai kaum sarungan.

sumber: pesona.travel
sumber: pesona.travel
Oleh para santri, sarung menyimpan kandungan filosofis perihal corak keberagamaan. Luwes dan longgar kain sarung merupakan intisari bagaimana corak keberagamaan inklusif yang dipraktikkan. Ach Dhofir Zuhry dalam Peradaban Sarung (2018) menarasikan peran kaum sarungan menghadirkan intelektualitas dan kebersahajaan para santri dalam ejawantah turut membangun bangsa. 

Lewat Festival Sarung Indonesia atau SarungFest tersebut, bahwa sarung-sarung yang dipamerkan berselera tinggi. Ada banyak corak sarung: songket, tenun, batik, dan lain sebagainya. Kita pun lekas mafhum bahwa sarung-sarung khas Indonesia banyak yang bernilai jual tinggi.

Motif sarung tidak semata kotak-kotak sebagaimana lazimnya sarung-sarung produksi pabrik di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tengoklah sarung khas sutera Bugis, NTT, Donggala, Samarinda, poleng Bali, ulos Sumatera Utara, goyor Jawa Tengah; sarung-sarung dari daerah tersebut mempunyai keunikan dan perbedaan mencolok. Di sinilah letak nilai lebih sarung Indonesia.

Khazanah sarung khas Indonesia senyatanya perlu perunutan. SarungFest sekaligus momen merajut muasal sarung untuk kemudian bisa terdaulat sepenuhnya sebagai warisan budaya Indonesia.

Pasalnya, kini, sarung bukan semata digunakan masyarakat kita. Di Bangladesh dan India, sarung juga menjadi bagian pakaian keseharian dan berjualan di pasar. Pun, di Myanmar, sarung juga menubuh dalam kesehariannya. Sementara di Malaysia, sarung menjadi pelengkap wajib gaya berbusana resmi; hanya teknis pemakaian sarung yang membedakan.

Ensiklopedia Britannica (1801) sebagai catatan sejarah menguraikan bahwa sarung telah lama menjadi pakaian tradisional masyarakat Yaman bersebut futah dan lantas mengenalkannya ke kebudayaan lain.

Sementara Naufil Istikhari KR (2013) menulis bahwa, sarung masuk ke Indonesia sekitar abad ke-14 bersamaan kedatangan pedagang Gujarat. Menariknya, di Indonesia, sarung khas yang dijejer pada SarungFest 2019, teramat berbeda motif serta corak dari sarung di negara lain. Kita rupanya punya modal berharga berupa kekayaan corak-motif; tidak sekadar "polosan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun