Mohon tunggu...
Ita Siregar
Ita Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Merindu langit dan bumi yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Naftali [2]

4 Oktober 2022   06:18 Diperbarui: 4 Oktober 2022   06:22 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Jakarta, Februari 2007. 

Hotel Rosewood Dharmawangsa menjelang siang. Ruang Lotus. Ruang semiformal bernuansa beranda rumah ini adalah tempat tetamu hotel menemui tamu mereka. Di sini udara harum dan hangat. Kadang-kadang terdengar musik bervolume rendah atau hening sama sekali. Kopi atau teh atau air putih dan pastry tersedia. Tinggal sebut saja.  

Empat perempuan muda berambut aneka warna---cokelat tua dengan highlight abu-abu, kuning kecokelatan, cokelat marun, dan hitam---duduk berhadapan di kursi rotan hitam rendah berbantal empuk. Si rambut  hitam mengikat tinggi rambutnya seperti ekor kuda, menampilkan tengkuknya yang mulus. Dia paling tenang menunggu giliran.  Tiga macam teh, chamomile, English breakfast, Ceylon, tersedia di meja di depan mereka. Si rambut hitam memesan kopi. 

Sejak duduk, Ulinda, si rambut cokelat marun, melaporkan usaha mereka, Rumah Yoga, yang baru buka empat bulan dengan tiga kelas yoga, berkembang menjadi sebelas, berkat Mr. Khumar, yogi India yang habis-habisan mencintai Jakarta yang full of fire---istilahnya, menyihir banyak kaum ibu dengan teknik meditasinya yang manjur menurunkan berat badan. Sementara Bon a Petite, restoran Prancis milik bersama, kebanjiran tamu berkat duet harmonis Pierre yang periang dan propaganda Sarah yang melelehkan hati. Tentu  juga karena seluruh dunia tahu itu restoran milik siapa. Kaum berduit akan hadir di sudut-sudut berkelas untuk memelihara eksistensi mereka sekaligus tempat saling ukur kekuatan dan membuka rahasia  yang akan menaikkan sedikit posisi diri, selama percakapan. Kaum papa di luar sana yang ingin menjadi sekalangan mereka, harus tak bosan hadir di acara limited edition sampai mereka ada dalam ingatan para the haves. Percayalah, kaum snob tak akan turun tangga memperkenalkan diri kepada warga kaki mereka. Kaulah yang harus merangkak demi sebuah pengakuan, tak peduli halal atau haram caranya. 

"Mereka pacaran, ya?" tuduh Meldiva, si rambut cokelat, tentang chef dan pegawai mereka. 

Ulinda menengok Meldiva sekilas, tak tertarik menanggapi rumor murahan itu, tetapi berkata, "Dada mengundang beberapa kawan lamanya makan di sana, Minggu. Sarah dan Pierre tak tahu. Sarah bahkan tak di tempat, tapi Dada kasih laporan bagus soal makanan dan pelayanan."  

Lantas  Meldiva mengeluhkan Ruth dan Febe, si lima tahun putri kembarnya, yang tak mau makan karena ingin langsing seperti Tante April. April menaikkan alisnya yang bagus dan sempurna. Dialah yang paling jangkung di antara mereka---179 cm, diturunkan dari garis darah ibunya yang Spanyol.    

"Apa salahku?" tanya April.

"Mereka melihatmu di Femina baru. Anak-anak sekarang ingin cepat dewasa sebelum waktunya." Dia mengeluh.

"Mereka makan banyak di rumah Nana. Nana selalu tahu cara bikin anak kecil mau makan,"  cetus April.

"Ya. Karena mereka lihat sepupu-sepupu mereka juga makan banyak," sambut Meldiva.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun