Mohon tunggu...
Ita Siregar
Ita Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Merindu langit dan bumi yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Kurang Piknik? Baca Buku

30 September 2022   09:22 Diperbarui: 30 September 2022   09:33 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Membaca buku Titik Nol (2013) karya Agustinus Wibowo mengingatkan saya lagi kalimat dari pengarang India Jhumpa Lahiri, tentang membaca. Reading is to travel without moving an inch.

Saya juga suka jalan-jalan. Tapi petualang Agustinus extra ordinary. Ia berjalan dari satu negeri ke negeri lain berkesinambungan selama sepuluh tahun.  Rasanya tidak mungkin saya bertahan dengan model perjalanan seperti ini. Namun tiap orang punya garis tangannya sendiri.

Sebagai pembaca saya beruntung karena Agustinus bukan sekadar pelancong. Tentang pekerjaan ini, di kalangan backpacker sendiri seperti Agustinus, masih mendebatkan apakah mereka disebut turis atau traveller. Mereka tidak seperti turis yang tidur di hotel dan makan di restoran. Backpacker tidur di penginapan murah, beratap langit pun jadi. Makan di kaki lima. Namun di sisi lain, pengalaman batin mereka sangat membekas karena persentuhan yang riel dengan masyarakat lokal. 

Agustinus yang kelahiran Lumajang Jawa Timur itu mencatat perjalanan sembari memberi makna pada setiap perjumpaan dengan manusia berperangai apa pun. Ia tertantang naik ke gunung tertinggi di dunia. Wilayah terlarang dan sedang perang. Desa yang di sana tak terbit matahari selama dua bulan. Berani berada di tengah perang saudara yang sedang berkecamuk. Ia erinteraksi dekat dengan tradisi, agama, makanan, pakaian dan bahasa yang berbeda. Tak kapok menghadapi kejahatan dan kenakalan jenis apapun. Ia menghargai dan menerima budaya sebagaimana anehnya pun. Aneh? Dia pun merasa dirinya seorang yang aneh.

Saya bisa bayangkan tubuh kecilnya -seperti yang ia bayangkan di buku- terhimpit dan terdorong tanpa daya saat berada di kereta api super padat di China. Pertama ia terkejut dengan kebiasaan meludah di negeri berpenduduk 1,3 milyar itu. Ia berkunjung ke Uyghur, bagian negeri bambu yang bertradisi Islam, bermata lebar dan hidung mancung. 

Di India ia pergi ke Mahalaksmi, tempat super kumuh di Mumbai, bertemu dengan manusia yang tiap hari tanpa libur, lebih dari sepuluh jam menjadi buruh cuci pakaian orang. Namun manusia dengan kesusahan dan kehidupan monoton seperti itu, merasa melakukan hal baik karena turut andil dalam membersihkan kota. Ia sangat kesal ditipu orang India habis-habisan. Tapi di India juga ia dirawat dengan penuh cinta ketika menderita sakit kuning. Begitulah manusia di mana-mana. Sama. Tubuhnya terdiri dari rasa senang dan sedih. Penderitaan dan kebahagiaan. 

Orang Tua Biasa Mendongeng

Agustinus kecil adalah anak yang beruntung. Kedua orang tuanya membacakan buku dan memperkenalkan dunia sejak belia. Mamanya mendongeng dari kitab Mahabarata, petualangan Sun Go Kong. Papanya membuka atlas dan memberi tahu letak Tiongkok dan negara-negara lain di dunia, kepadanya. Karena itu isi kepalanya tak berhenti bermimpi: kapan saya bisa pergi ke tempat-tempat seperti yang diceritakan Mama, diberitahu Papa. Cita-cita berkeliling dunia bukan tanpa dasar.

Namun, bukan tanpa hambatan dia pergi. Dari Surabaya, ia dilepas pergi oleh ayah-ibu untuk bertarung kemampuan untuk masuk Universitas Tsinghua yang sangat terkenal di Tiongkok. Masih tujuh belas tahun ia diterima di kampus favorit ratusan juta China daratan. Dengan  lincah ia mengisahkan bagaimana dia bertahan dalam kebosanan kuliah, menuntaskan kewajiban dan menyenangkan orang tua. 

Tak sabar ia memulai petualangannya. Nama-nama tempat yang selama ini sudah mendekam dalam ingatannya, melambai-lambai kepadanya, minta dikunjungi. Seperti menagih, kapan kau menepati janjimu mengunjungiku? 

Menjadi Insan yang Toleran 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun