Mohon tunggu...
Ita Siregar
Ita Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Merindu langit dan bumi yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Hidup yang Indah

26 September 2022   06:24 Diperbarui: 26 September 2022   06:36 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Di depan piano, kawan saya menemukan sedikit ketenangan. Dia bermain piano. Dia meminta kepada orang tua itu, apakah dia dan suaminya dapat tinggal di rumahnya. Mereka diizinkan. Di sanalah mereka tinggal selama dua bulan. Dalam pengamatan yang intensif penuh cinta dan kesabaran orang rumah, disertai doa memohon pertolongan dan belas kasihan Tuhan. 

Kesadaran kawan saya kembali. Ia dapat menguasaikan dirinya kembali, meski belum seluruhnya. Tanpa obat. Dari pengalaman itu ia punya keyakinan masalah kejiwaan dapat ditolong.

Jadi orang tua di Zoom itu, seorang yang sangat berjasa dan mendapat tempat khusus di hati kawan saya.

Pendek cerita kawan saya berkisah tentang si A. Dia kenal si A dari seorang kawan. Si A seorang mahasiswa, baru lulus, dan bekerja di satu kota kecil. Di kota itu ia berkenalan dengan seorang gadis, jatuh cinta tetapi si gadis menolak. Dia sangat kecewa, dan kekecewaan itu dalam, sampai-sampai jiwanya sakit. Dia tidak dapat mengendalikan emosi dan realitas dirinya, sampai perlu dijemput pulang oleh orang tua. 

Kawan saya menganjurkan agar si A dipulihkan dengan cara didampingi, didengarkan, dicintai oleh keluarga. Jangan buru-buru memakai obat. (Odgj punya obat tertentu yang diresepkan oleh dokter jiwa dan obat perlu harus betul-betul dikonsumsi untuk mengurangi waham).

Selesai dengan si A, kawan saya dihubungi oleh seorang kawan perempuannya. Kawannya memberitahu bahwa adik sepupu laki-lakinya disantet oleh seseorang, dan mati. 

Zaman sekarang masih ada santet, tanya saya kaget.

Jangan salah, kamu pikir pejabat-pejabat itu ndak punya jimat-jimat yang dipercaya untuk mempertahankan jabatannya, jawab kawan saya.

Saya tepuk jidat. 

Kawan saya dimintai bantuan, untuk menerima adik perempuan dari orang yang mati disantet itu, untuk bekerja di restoran. Teman saya menyanggupinya. Tapi apa  terjadi?

Hari pertama, pagi, belum memasuki teras restoran, adik perempuan itu muntah. Tubuhnya dingin. Kawan saya bertanya apakah dia sudah sarapan, dijawab sudah. Punya riwayat sakit maag, tidak juga. Jadi apa penyebabnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun