Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ini Bagian Pulau Jawa yang Berbeda

7 Agustus 2014   05:24 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:13 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1407338191152356889

[caption id="attachment_351375" align="aligncenter" width="601" caption="Penghasil Daging Kerbau Terbaik di Dunia, Potensi Wisata Laut Indah merupakan potensi Banten yang belum tergali"][/caption]


Ada asumsi yang berkembang, bahwa pembangunan infrastruktur di Pulau Jawa makin menghasilkan jurang perbedaan yang semakin menganga antara Jawa dan Luar Jawa. Baik itu pembangunan jalan raya, maupun jalur kereta api. Apakah asumsi demikian benar adanya? Atau apa sesungguhnya yang terjadi?

Pertanyaan demikian, semakin menggelitik setelah saya berkesempatan dalam mudik lebaran kemarin singgah di Provinsi Lampung. Persinggahan yang meliputi perjalanan di hampir seluruh ruas jalan raya yang berada di Provinsi Lampung tersebut. Meliputi, antara Daerah Bakauheni-Mesuji melalui jalur tengah, Bakauheni-Mesuji melalui jalur Timur, Bandar Jaya-Sukadana melalui Kota Gajah, Metro dan perjalanan antara Bandar Lampung hingga Kota Agung melalui jalur Selatan. Seluruh jalan raya yang saya lalui mulus dan luas. Tak ada bedanya dengan jalan raya yang berada di Pulau Jawa. Apakah itu, melalui Jalur Pantura maupun Jalur Selatan Pulau Jawa.

Lalu, kesimpulan sementara yang dapat diambil, kondisi jalan raya pada dua pulau ini, Jawa dan Sumatera, sudah cukup memadai. Tak ada perbedaan yang mencolok, tak ada kendala yang berarti. Kerusakan di sana-sini, meskipun masih ada, tetapi, masih dalam kondisi yang masih dapat dimaklumi.

Kasus Provinsi Banten

Berbeda dengan kondisi umum yang berlaku di Pulau Jawa. Khususnya, jika kita mengacu pada kondisi jalan raya Pantura dan jalur Selatan Pulau Jawa, maka, agaknya Provinsi Banten tidak masuk dalam kajian yang dimaksud. Banten yang merupakan provinsi baru dan berbatasan langsung dengan DKI, agaknya tidak merupakan bagian dari Pulau Jawa yang dimaksud, kecuali hanya jalan raya antara Jakarta hingga Merak. Padahal Banten bukan hanya antara Jakarta dan Merak. Di luar jalur utama ini, masih banyak jalan raya yang menghubungkan antara satu kabupaten dengan kabupaten yang lain. Seperti antara Kabupaten Serang dengan Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Pandeglang dengan Kabupaten Lebak, antara Kabupaten Lebak dengan Kabupaten Sukabumi, sebuah daerah yang berbatasan dengan Jawa Barat. Nyaris, seluruh jalur jalan raya pada daerah penghubung antara kabupaten itu kondisinya mengenaskan. Jalan berlubang dan berkubang sudah menjadi menu keseharian bagi masyarakat Banten yang berada pada daerah antarkabupaten itu.

Belum lagi, jika membicarakan jalan raya yang menghubungkan antarkecamatan yang berada di Kabupaten Pandeglang dan Lebak. Total hampir keseluruhan jalan raya itu mengenaskan. Seakan Banten bukan bagian dari Pulau Jawa. Bahkan jika dibandingkan dengan kondisi jalan raya yang berada di Provinsi Lampung jauh tertinggal. Padahal daerah ini, berbatasan langsung dengan Provinsi DKI. Sangat Ironis.

Jadi, asumsi yang mengatakan bahwa infrastruktur di Jawa lebih maju dibanding luar Jawa, adalah asumsi yang benar-benar salah dan keliru, khususnya jika dihubungkan dengan kondisi yang terjadi pada jalan raya di Provinsi Banten.

Kasus Jalur KA

Belajar dari biaya maintenance jalan raya di Jalur Pantura, sudah saatnya Pemerintah mengalihkan seluruh angkutan barang antar Provinsi menggunakan Jasa Kereta Api. Hal demikian, dimaksudkan, agar biaya maintenance jalur Pantura dapat ditekan seminimal mungkin, mengurangi kepadatan jalan raya, mempercepat waktu tempuh perjalanan dan mengurangi subsidi pemerintah akibat pemakaian bahan bakar solar yang umumnya masih di subsidi oleh Pemerintah. Jadi, pengalihan angkutan barang dari menggunakan jalan raya pada angkutan Kereta Api, memiliki banyak turunan yang menguntungkan. Keuntungan dari pengalihan itu, dapat dialokasikan untuk pembangunan jalan raya di Provinsi Banten dan menghidupkan kembali Jalur Kereta Api di Provinsi Banten yang telah lama mati. Seperti Jalur yang menghubungkan antara Bayah dan Rangkas Bitung. Efek domino itu,  bisa dilakukan jika saja pemerintah mau cerdas dalam mengelola tata transportasi. Sehingga dapat menghemat biaya sekaligus mempercepat pembangunan Infrastrukture untuk Provinsi yang tertinggal, yang ironisnya tak memiliki jarak dengan Provinsi dimana Ibu Kota Negara berada.

Pengingkaran terhadap pembangunan Infrastructure yang tertinggal di Provinsi Banten, akan menghasilkan “rasa” berbeda bagi warga Banten. Mereka merasa menjadi warga lain dan menjadi bagian lain dari warga Pulau Jawa umumnya.

Padahal apa yang kurang di Banten? Provinsi ini memiliki potensi wisata laut yang luar biasa pada daerah Selatan Banten, memiliki potensi mineral dan bahan tambang yang melimpah di daerah Selatan Banten, serta lahan kosong yang begitu luas. Lalu apa jawaban yang akan diberikan atas pertanyaan, mengapa daerah ini menjadi daerah yang diperlakukan berbeda dengan daerah lain di Pulau Jawa?

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun