Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tafsir Lain Sedekah

23 Agustus 2020   14:34 Diperbarui: 23 Agustus 2020   14:35 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersedekah bagi fotografer membagikan indahnya view hasil jepretannya (dok pribadi)

Pagi ini seorang sahabat bertanya tentang sedekah. Tapi, sang sahabat minta, jangan dijelaskan menggunakan ayat-ayat dan hadits. Karena, jika sudah mengenai ayat dan hadits, sikap kita, hanya sami'na wa Ata'na. Saya dengar dan saya laksanakan.

Saya pikir sahabat saya ini pintar. Atau mungkin juga dia sedang menjebak saya, untuk mengetahui, apakah ada penjelasan logis tentang sedekah dengan pendekatan lain.

Untuk menjawab pertanyaan sahabat saya itu. Maka, saya buatlah tulisan ini.

Pendekatan pertama, Pendekatan ruang hampa.

Maksudnya begini. Andai kita punya lemari dengan isi penuh pakaian. Lalu, kita ingin menambah pakaian baru. Maka, opsinya, dengan mengeluarkan pakaian lama atau membeli lemari baru.

Membeli lemari baru, sudah keluar konteks dari konteks awal menambah pakaian baru. Maka, logika yang sesuai dengan konteks awal, mengeluarkan pakaian lama dari lemari, untuk digantikan posisinya dengan pakaian baru.

Sekarang, timbul masalah baru. Mau dikemanakan pakaian lama itu? Jika, dibiarkan saja, tentu akan menjadi sampah di rumah kita.

Solusi terbaiknya, pakaian itu, dikeluarkan dari rumah. Bentuknya bisa dibuang ke tong sampah atau di sedekahkan.

Analog dengan contoh di atas. Maka, kini kita buat contoh yang esktreem. Jika semua pakaian dilemari kita sedekahkan. Maka, tak ada alternatif bagi kita, kecuali membeli pakaian baru.

Demikianlah logika sedekah. Jika menginginkan masuk sesuatu yang baru. Maka, sedekahkan apa yang ada saat ini.

Pendekatan kedua. Pendekatan aliran air.

Maksudnya begini. Jika kita punya saluran air di rumah mampet. Maka, akibatnya, air akan tergenang. Menimbulkan bau tak sedap, pada gilirannya, akan menimbulkan penyakit bagi penghuni rumah. 

Maka, untuk sehat. Segera alirkan air yang mampet. Analog dengan contoh di atas. Untuk sehat. Alirkan sebanyak mungkin air pada saluran air di atas.

Berikan sebanyak mungkin darah kita ke PMI. Maka, tubuh kita akan memproduksi darah baru yang sehat sebanyak darah yang kita sumbangkan.

Berikan sebanyak mungkin uang yang kita miliki pada yang membutuhkan. Maka, sistem rezeki kita akan mengembalikan uang yang penuh berkah sebanyak uang kita keluarkan.

Pendekatan ketiga. Pendekatan Psikologi.

Bersedekah atau memberi, adalah soal phsykis manusia. Hanya manusia yang memiliki pshykis kaya yang mau dan mampu memberi.

Artinya, setiap kita memberi, tertanam pada kejiwaan kita, bahwa kita adalah orang kaya. Paling tidak lebih kaya dari orang yang kita sedekahi.

Jika kondisi pshykis kita selalu mengatakan bahwa kita kaya. Maka, kaya, hanya soal waktu saja.

Pendekatan ke empat. Pendekatan dari ilmu metafisika.

Semua perbuatan baik, termasuk sedekah, membuahkan rasa senang pada orang lain. Akibatnya, menimbulkan aura positive pada dimensi ruang dimensi milyu lingkungan dimana kita berada. 

Lalu, aura positive ini akan bergerak bebas dalam ruang kuantum antar dimensi, dan l membangkitkan banyak aura positive lainnya. Pada gilirannya, energi aura positive itu akan membantu creator-nya agar mudah mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan pula.

Itulah sebabnya, mengapa mereka yang rajin bersedekah, selalu merasa dunia ini lapang, selalu sehat dan akhirnya akan kaya raya secara fisik dan pshykis.
.
Wallahu A'laam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun