Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Double Job oleh PDTI, Dimana Salahnya?

5 Januari 2018   23:55 Diperbarui: 6 Januari 2018   00:15 1696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dipertengahan tahun 2017 saya bertanya pada pihak yang berwenang di KPW perihal double Job, dengan tegas dijawab, jika hal demikian terlarang. Hingga empat bulan kemudian, tidak ada tindakan yang dilakukan, apakah itu, yang berwenang bertanya lebih lanjut tentang keberadaan oknum PDTI yang melakukan Double Job, atau melakukan tindakan terhadap kesalahan "terlarang" yang dilakukannya.

Ada apakah ini? Fenomena ini yang ingin saya telaah. Sehingga kita dapat melihat fenomena ini secara jernih. Tidak terburu-buru menjudge pihak mana yang salah. Dengan demikian, akan lahir solusi yang "smart" dari masalah yang seakan sudah selesai. Namun, sesungguhnya, banyak hal yang luput dari perhatian kita semua.

Awal tahun 2017, ketika PD dan PDTI menandata-tangani kontrak kerja, selain kontrak kerja yang ditanda tangani, juga pakta integritas. Isi pakta integritas, salah satu pointnya tidak melakukan "Double Job". Bahkan, pakta intergritas, dibacakan secara keras dihadapan pihak DPMD, layaknya pembacaan teks Panca Sila pada upacara bendera. Hal yang sama dilakukan, ketika  PLD, TA menanda tangani kontrak kerja. Singkat kata, seluruh jajaran, mulai PLD hingga KPW mengetahui, jika double Job sesuatu yang haram dilakukan.

Namun, apa yang terjadi pada kenyataannya? Pekerjaan Double Job terjadi juga. bukan hanya pada pekerjaan yang pemberi tugasnya pihak swasta. Melainkan, terjadi pada kementrian, yang nota bene menggunakan dana APBN dalam penggajiannya. Bukankah mereka memiliki data base tentang itu? Jawabnya sederhana, apa yang sulit untuk melakukan itu, jika memang ada niat.

Sekarang, pertanyaannya. Mengapa double Job terjadi? Terutama pada PDTI dan TA Infra structure. Untuk menjawab pertanyaan ini, menurut hemat saya, ada beberapa hal yang memungkinkannya untuk terjadi;

Satu. Salary yang rendah. Bagaimana mungkin, seorang engineer diberi salary sebesar UMR DKI? Padahal diluaran, seorang engineer dihargakan tiga hingga empat kali upah UMR. Akibatnya, hanya engineer kelas KW dua saja yang mau melakukan pekerjaan ini. Atau, jikapun mereka mau melakukannya, maka pekerjaan itu, mendapat prioritas nomer dua. Atau Double Job. Ilustrasinya, ketika seorang suami tak puas dengan isteri pertama, sedangkan syahwatnya masih menuntut pemenuhan kebutuhan. Maka, dia akan berpoligamy. Jadi, soal double job, bukan soal sederhana. Ketika kebutuhan ekonomi tak terpenuhi, sedangkan kebutuhan ekonomi keluarga tidak dapat dikompromikan, maka double Job, merupakan alternative yang tidak dapat dihindari.

Masalahnya sekarang, apakah Negara mau bermain gambling, dengan menggandaikan program "memakmurkan" Negara dari pinggiran ini, gagal hanya disebabkan pelakunya, tidak bekerja sepenuh waktu --double Job-

Nah, disinilah titik krusialnya. Double Job membawa implikasi tidak kecil. Bahkan mempertaruhkan, nasib kemakmuran bangsa.

Dua, Minimnya SDM. Bukan rahasia lagi, tenaga engineer yang tersedia untuk program kemendesa ini sangat minim, bahkan kurang. Sehingga, ketika tenaga yang kurang ini, melakukan "Double Job" pihak KPW dan DPMD seakan-akan menutup mata. Dengan asumsi, biarkan saja mereka berkreasi untuk menutupi kebutuhan ekonominya, selama pekerjaannya selesai. Pendapat yang seolah-olah benar. Padahal, sesungguhnya ngawur. Bagaimana mungkin, setiap desa dengan kegiatan fisik empat hingga tujuh kegiatan, hingga total, satu kecamatan berjumlah empat puluh hingga tujuh puluh kegiatan fisik, dapat di-cover oleh satu PDTI, lalu satu kabupaten dengan sepuluh hingga dua puluh kecamatan dapat di-cover oleh satu TA Infrasturktur. Mustahil, bukan?

Makin ngawur lagi, jika pekerjaan fisik yang di-cover oleh PDTI bukan hanya sekedar pekerjaan fisik an sich. Melainkan, ada pemberdayaan disana, ada transfer keahlian dan transfer ketrampilan. Makin tak masuk akal lagi.

Sekarang masalahnya, fenomena Double Job sudah terjadi. Larangan terhadap Double Job sudah jelas. Bahkan sudah di tanda tangani, juga sudah diikrarkan secara lisan. Lalu, tindakan apa yang dapat dilakukan oleh DPMD? Disinilah ketegasan DPMD dibutuhkan. Jika, DPMD tidak melakukan tindakan tegas. Fenomena ini, akan semakin meraja lela. DMPD hanya melakukan tontonan yang lebih lucu dari Srimulat. Ini juga salah satu tafsir, mengapa Srimulat mati, karena telah ada penggantinya yang bernama DPMD. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun