Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kampung “Megalitikum” Bena, Flores yang nan Eksotis

2 Agustus 2016   06:12 Diperbarui: 2 Agustus 2016   13:10 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kampung Bena, dilihat dari Utara ke Selatan (dok.Pribadi)

Ketika memasuki kampung Bena, saya diminta untuk mengisi buku tamu. Tak ada tarif resmi yang harus dibayarkan. Hanya saja, penerima tamu yang menunggu buku tamu, meminta saya untuk memberikan sumbangan suka rela ke dalam kotak yang tersedia.

Kampung Bena dilihat dari Selatan ke Utara (dok.Pribadi)
Kampung Bena dilihat dari Selatan ke Utara (dok.Pribadi)
Lalu perjalanan di lanjutkan ke selatan, melalui rumah-rumah penduduk. Mereka biasanya duduk di beranda rumah sambil mengunyah sirih, beberapa ibu-ibu, mempersilahkan saya mencoba sirih mereka, sementara di rumah yang lain, seorang bapak menawarkan pada saya sebuah golok milik suku Bena. Penduduk yang sangat ramah dan bersahabat.

Hampir pada setiap rumah yang saya datangi, ada rangkaian untaian kepala Kerbau beserta tanduknya yang digantung, juga pajangan rahang dan taring Babi. Sebagai lambang status social, jumlah hewan yang dikorbankan saat upacara adat.

Makin ke selatan kita harus melewati undakan-undakan batu, hingga diujung paling selatan kampung Bena, akan tibai pada ujung tertinggi dan di bawahnya jurang yang cukup terjal. Melihat kondisi demikan. Saya membayangkan, kampung Bena, adalah bak sebuah perahu besar yang terdampar di punggung Gunung Inerie.

Bangunan Bhaga dan Ngadhu di halaman Kampung Bena (dok.Pribadi)
Bangunan Bhaga dan Ngadhu di halaman Kampung Bena (dok.Pribadi)
Sesaat sebelum tiba di ujung selatan, ada sebuah Gua Maria. Sebagai isyarat bahwa seluruh penduduk kampung Bena, seluruhnya beragama khatolik. Namun, tetap dengan menjalankan kepercayaan leluhur, termasuk menjalankan adat istadat dan tradisi nenek moyang.

Sore itu, ketika saya hendak meninggalkan kampung Bena, saya berjumpa dengan  sekelompok rohaniawan yang baru tiba, saya memperkirakan akan ada semacam missa yang akan berlangsung di kampung Bena.

Pajangan Rahang dan Taring Babi sebagai status social (dok.Pribadi)
Pajangan Rahang dan Taring Babi sebagai status social (dok.Pribadi)
Setibanya di kota Bajawa, kami melepas lelah sejenak, minum kopi di salah satu kedai kopi,  sambil menghirup udara sejuk Bajawa yang terkenal itu. (kota Bajawa sesejuk udara Puncak). Selesai semuanya kami melanjutkan perjalanan kembali ke Mbay, sesaat sebelum melewati alun-alun yang diseberangnya ada gereja, saya melihat rohaniawan yang tadi bertemu di Kampung Bena, memasuki halaman Gereja Khatolik Mater Bonic Consili Bajawa.

Sebuah harmoniisasi, antara adat istiadat dan tradisi nenek moyang dapat berjalan harmonis dengan agama telah terjadi. Paling tidak, saya telah melihatnya sore itu di Kampung Bena.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun