Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sang Guru OCD

26 Januari 2016   00:23 Diperbarui: 26 Januari 2016   00:43 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kami dulu, satu kampus, sama-sama di Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP). Saya di fakultas MIPA jurusan Fisika, sedang isteri saya jurusan Bahasa Indonesia. Petemuan itu, terjadi di tahun kedua saya kuliah. Saya, ketika itu, sedang melakukan POSMA untuk adik-adik yang baru masuk. Pada kegiatan POSMA itulah pertemuan itu terjadi. saya sangat mencintainya, demikian juga dia. Kami saling cinta. Saya yang suka melindungi cocok dengan dia yang manja, cenderung untuk selalu dilindungi.

“lalu, akhirnya menikah?” tanya dokter Fadli lagi.

Tidak secepat itu dok, kami cukup lama pacaran. Selesai kuliah, saya ngajar di sebuah yayasan yang cukup terkenal, dengan mata pelajaran sesuai disiplin ilmu yang saya tempuh ketika kuliah. Saya yang memiliki kecenderungan untuk melayani, selalu mengantar dan menjemput dia kuliah. Semua saya lakukan dengan senang hati dok. Refleksi cinta yang saya miliki. Dia yang memiliki sifat yang suka dilayani, menjadi tergantung pada saya dok.

Pernah, ketika di sekolah ada rapat yang sangat penting, saya tak sempat menjemputnya pulang, dia menunggu hingga menjelang malam dok. Saya semakin menjadi berarti dok, paling tidak untuk orang yang sangat saya cintai. Semacam hero githu dok, untuk orang yang saya cintai.

“Lalu?”

Kami menikah dok. Awalnya, saya senang-senang saja dok, menyediakan sarapan pagi, mengepel rumah, setrika, hingga menyemir sepatu isteri setiap pagi, sebelum kami pergi mengajar. Karena kami, mengajar di yayasan sekolah yang sama. Anak-anakpun lahir, saya makin repot, hampir semua pekerjaan rumah, yang mengerjakan saya. Isteri saya belum juga berubah. Menyemir sepatu masih tetap saya lakukan. Rutin setiap pagi. Bahkan ketika sepatu saya sendiri tidak saya semir, saya masih melakukannya untuk isteri saya.

“Bagaimana dengan anak-anak?”

Anak-anak, mulai mandiri dok, mereka pelan-pelan, dapat melakukan pekerjaan, untuk kebutuhan mereka sendiri. Bahkan yang tua, sudah dapat membuat sarapan, jika pulang sekolah duluan, masak nasi. Si kecil sudah dapat mengepel dan mencuci. Tapi, isteri saya tetap tidak berubah dok. Saya, setiap pagi, masih selalu menyemir sepatu untuknya, menghidangkan teh  manis untuknya.

“Tapi, keluarga pak Ridwan, terkenal dengan keluarga bahagia?”

Pandangan orang luar begitu dok. Kami memang tampil dengan kebahagiaan. Saya sangat cinta pada isteri saya. Isteri saya sangat cinta dan tergantung pada saya. Kami tak pernah bertengkar. Pergi dan pulang sekolah selalu bersama. Saya suka kebersihan dok, tampil perlente, isteri saya juga demikian, meski, semua yang dia kenakan itu, saya semua yang mengerjakan. Hingga akhirnya….

“Akhirnya apa pak?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun