Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menyelamatkan Es Krim Tradisional dari Gempuran Kepunahan

3 Agustus 2024   09:56 Diperbarui: 3 Agustus 2024   10:03 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pedagang es krim tradisional/FB Isur Suryati 

Sinar matahari sore menyinari wajahku, terpantul dari gerobak tua yang didorong seorang nenek berkerudung putih. Di atas gerobak itu, tertata rapi cetakan-cetakan es puter dengan beragam warna menarik. 

Aroma santan bercampur dengan wangi buah-buahan segar menguar, membangkitkan nostalgia masa kecil. Es puter, salah satu ikon es krim tradisional Indonesia, kini seakan menjadi pemandangan langka di tengah gempuran es krim modern.

Saya teringat saat masih kecil, setiap sore selalu tak sabar menunggu kedatangan penjual es puter yang lewat di depan rumah. 

Sensasi dingin es yang mencair di lidah, dipadukan dengan manisnya sirup cocopandan, adalah kenangan masa kecil yang tak terlupakan. Namun, seiring berjalannya waktu, es puter dan teman-temannya seperti es lilin, es goyang, dan es gabus, mulai kehilangan pamornya.

Mengapa Es Krim Tradisional Mulai Terlupakan?

Untuk mencari tahu jawabannya, saya melakukan penelusuran ke beberapa sudut kota. Saya berbincang dengan Bu Tuti, seorang penjual es puter yang sudah berjualan sejak puluhan tahun lalu. Dengan nada sedih, Bu Tuti menceritakan bahwa pembeli es puternya semakin berkurang.

 "Dulu, anak-anak berbondong-bondong membeli es puter saya. Sekarang, mereka lebih suka membeli es krim kemasan yang banyak dijual di minimarket," ujarnya.

Senada dengan Bu Tuti, Pak Bambang, seorang ahli kuliner, juga mengungkapkan pendapatnya. 

Menurut beliau, ada beberapa faktor yang menyebabkan penurunan minat masyarakat terhadap es krim tradisional. 

"Pertama, dari segi tampilan. Es krim modern terlihat lebih menarik dengan berbagai warna dan bentuk yang unik. Kedua, dari segi rasa. Es krim modern menawarkan banyak pilihan rasa yang mungkin belum familiar bagi es krim tradisional. Ketiga, faktor praktis. Es krim modern lebih mudah didapatkan dan tidak perlu dibuat sendiri," jelas Pak Bambang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun