Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Apa yang Terjadi pada Tubuh Kita saat Mengurangi Asupan Makan-Minum yang Manis?

27 September 2022   12:49 Diperbarui: 27 September 2022   15:57 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi minum makan manis |Pexels.com/Chantal Lenting

Perjuangan hingga tiga bulan masa penyembuhan

Bagian klimaks dari efek konsumsi minuman berperasa secara berlebihan adalah, ... sebenarnya saya tidak kuat untuk menceritakannya. Karena hingga hari ini pun, setelah si tengah dinyatakan sembuh. Saya masih merasa trauma dengan kata-kata dokter di rumah sakit tersebut.

Dokter yang masih muda itu berbicara dengan berapi-api, seperti ingin menenggelamkan semua perasaan saya, hingga luluh lantak ke dasar bumi yang paling dalam. 

"Setelah membaca hasil rontgent dan juga USG, putra ibu didiagnosa mengidap kanker lidah, saya perkirakan ini sangat ganas dan harus secepatnya diangkat melalui operasi. Takutnya, akan tumbuh semakin tidak terkendali dan bisa menyebar ke jaringan-jaringan yang lainnya. Saya sarankan agar ibu segera berangkat ke Bandung, ke Rumah Sakit Hasan Sadikin. Karena, hanya di sana yang fasilitasnya lengkap. Dengan berat hati, saya beri tahu meski sudah dioperasi pun hasilnya 50:50. Jika operasinya berhasil pun, karena ini posisinya di bagian syaraf lidah yang sangat sempit, akan terjadi kelumpuhan pada putra ibu.

Setelah vonis tersebut, hidup terasa tidak sama lagi. Saya merasa kehilangan semangat, setiap melihat benjolan di bawah dagu anak saya semakin membesar. Saya merasa hancur dan luluh lantak. Sedikit yang menguatkan hati saya adalah, si tengah ini memiliki karakter yang kuat, tidak pemalu, dan tidak cengeng. Dalam keadaan seperti itu, saat semua orang mengkhawatirkan keadaannya, dia masih enjoy saja main di lapang, sepak bola, petak umpet, dan lain-lain. Tidak pernah sedikit pun ia mengeluhkan sakit atau apa pun.

Oleh karena itu, saya pun berusaha untuk dapat tegar seperti dia. Saya bersama suami mencari second opinion ke dokter spesialis anak langganan kami. Ternyata, tanggapan beliau sangat menenangkan. Anak saya diberi suntikan imunisasi dan diberikan beberapa macam obat. Kami diberi waktu satu minggu, jika benjolan kempes. Maka, tidak harus dioperasi. 

Dalam masa tunggu tersebut, saya stop seluruh jajanan yang mengandung perasa. Baik makanan maupun minuman. Saya juga membeli air alkali untuk dikonsumsi si tengah. Saya katakan padanya, "Mulai hari ini, kamu minumnya air ini, pagi-siang-sore, dan malam hari. Tidak apa-apa ibu mengeluarkan banyak uang untuk membeli air ini, asal kamu bisa sehat kembali."

Setelah satu minggu, ternyata benjolan itu belum kempes juga. Karena, takut disuruh ke rumah sakit untuk operasi. Saya putuskan tidak datang kontrol ke dokter. Saya akan berusaha, melihat hasil dari efek air alkali tersebut. Hampir dua bulan, saya menunggu perkembangan. Alhamdulillah, si tengah dalam kondisi benjolannya semakin membesar, dia tetap makan dengan lahap, tidur nyenyak, anteng bermain, dan sekolah seperti biasa.

Banyak orang yang bertanya terkait benjolan tersebut. Reaksi mereka beragam, ada yang support, kasihan, menakuti, dan tersenyum puas. Saya selalu katakan, kepada siapapun yang bertanya, bahwa benjolan itu hanya bisul biasa. Terkait penyakit anak saya, hanya saya dan suami serta dokter saja yang tahu. Tidak pernah sedikit pun saya bercerita tentang hal ini. Bahkan kepada keluarga besar sekali pun. 

Saya tidak mau membebani masa tua ibu bapak saya dengan hal-hal beraroma kesedihan. Saya banyak melakukan law of atraction dengan cara berucap yang baik, berdoa, dan menulis jurnal harian. Dari hal tersebut, saya banyak belajar bahwa dalam masalah seperti ini, ternyata saya tidak punya kawan. Selain keluarga, Allah Swt., dan diri saya sendiri. Oleh karena itu, saya pun bangkit untuk optimis, bahwa anak saya adalah tanggung jawab kami sebagai keluarganya.

Jiwa saya yang terasa rapuh di awal, kembali bisa bangkit. Genap di bulan ketiga, saat saya menemani si tengah bermain pasir bersama kawan-kawannya. Saya lihat benjolan tersebut berwarna merah dan di tengahnya pada bagian yang keras itu terkandung banyak cairan nanah berwarna seperti susu. Tiba-tiba saja, kantung nanah dan darah itu pecah, jatuh ke bagian baju anak saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun