Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memutuskan Child Free, Apa Saja Dampaknya?

18 September 2022   13:08 Diperbarui: 18 September 2022   13:15 1078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menikah tanpa anak |Tribunnews.com

Kita tahu sendiri, ya baru beberapa bulan atau satu tahun menikah. Lalu, brojol si kecil itu, rasanya tidak cukup waktu untuk saling mencurahkan rasa cinta dan kasih sayang. Karena, perhatian istri beralih menjadi lebih fokus untuk mengurus bayi dan tektek bengek rumah tangga yang lainnya.

Jika, tidak memiliki anak. Mereka, pasangan yang memutuskan untuk childfree berharap akan bisa untuk menikmati masa-masa indah dan romantisme pernikahan. Bagaimana saling menyayangi, family time, menghabiskan waktu untuk bulan madu dan hal-hal indah lainnya. Tidak tergesa-gesa untuk mengalami kerepotan rumah tangga. Sehingga, kebahagiaan dalam pernikahan akan terasa dinikmati berdua saja.

2. Punya banyak waktu untuk mengeksplorasi bakat dan kreativitas masing-masing secara lebih maksimal.

Setiap individu memiliki bakat, impian, dan cita-cita yang ingin diwujudkan. Dengan menikah dan memiliki anak, bisa saja semua hal tersebut menjadi bias, luntur, bahkan hilang entah ke mana. Tersapu oleh rutinitas harian dalam kehidupan rumah tangga. Waktu 24 jam terasa begitu cepat berlalu, dan seperti tidak cukup. Apalagi, bagi perempuan. 

Jangankan untuk mengejar mimpi, mengeksplorasi bakat, dan memaksimalkan kreativitas. Untuk bisa mandi dan makan dengan tenang pun. Sungguh sesuatu hal yang sangat luar biasa dan diidamkan. Saat anak-anak masih kecil, seorang perempuan seperti kehilangan diri dan jati dirinya. Ia adalah milik suami dan anak-anaknya. Bahkan, saat menjadi istri seseorang. Nama pun kadang menjadi hilang. 

Coba saja, anda tinggal di perumahan. Suami anda bernama Joko, dan memiliki anak bernama Putri. Maka, anda akan dipanggil Ibu Joko, atau Mama Putri. Umpama, nama anda adalah Sari. Percaya sama saya, nama itu akan hilang. Tidak akan ada yang mengenali. Bahkan, saat tukang paket bertanya kepada tetangga pinggir rumah. 

"Rumah bu Sari, no. 205 yang mana, ya?"

Dijamin, tidak akan ada yang tahu. Kecuali, jika anda yang keluar rumah, dan berteriak, "Saya, Kang!"

Menurut Zoe Krupka --seorang Psikoterapis ia mengatakan bahwa alasan perempuan untuk memilih childfree itu, sama sekali tidak didasarkan pada hal-hal yang di luar kendali dirinya, seperti : ketidaksuburan atau kesempatan. 

Melainkan adanya kekhawatiran tidak bisa memberikan fasilitas yang layak untuk anak, keuangan yang terbatas, pekerjaan yang mengharuskan berpindah-pindah, overpopulasi, perubahan iklim, masalah kesehatan, dan naluri keibuan yang kurang. Dari beberapa alasan tersebut, menurut Zoe tidak ditemukan satu pun alasan untuk bersenang-senang seperti stigma negatif masyarakat.

C. Childfree dan dampaknya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun