Biasanya sekolah swasta yang ada di perkotaan, apalagi sekolah tersebut berlabel Islam Terpadu (IT) akan memberikan gaji yang lumayan besar kepada para guru honorernya.
Kedua, Guru honorer harus mau dan mampu mengajar mata pelajaran apa saja yang diberikan kepada mereka.
Pertama kali diberikan tugas untuk mengajar mata pelajaran yang bukan bidang ampu kita. Agak bingung juga, ya. Secara bagaimana kalau kita salah mengajarkan pada peserta didik, bisa fatal akibatnya.Â
Meski, mungkin kesalahan mengajar tidak akan langsung terasa hari itu, seperti kesalahan dokter ketika mendiagnosa penyakit dan memberikan obat pada pasien.Â
Karena kesalahan menyampaikan ilmu pengetahuan efeknya jangka panjang. Namun, tetap saja berbahaya. Bahkan bahayanya dapat berlipat ganda dan bersifat turun-temurun. Tapi, akhirnya saya bersyukur dan dapat mengambil hikmah dari multi tasking tersebut.Â
Saya yang ketika kuliah setiap hari mempelajari bahasa Sunda. Saat menjadi guru honorer saya harus mengajar bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan kesenian.
Alhamdulillah, sedikitnya wawasan saya tentang mata pelajaran tersebut bertambah. Saya juga jadi sedikit agak paham dan bisa lah kalau sekedar berbicara bahasa Inggris. Umpama seperti good morning class, hello ladies and gentleman, keep calm, attention please, etc. Hihi.
Dengan pengalaman mengajar bahasa Indonesia, saya juga jadi lancar dalam menulis dalam bahasa Indonesia.Â
Nah, sekarang saya dapat menulis konten artikel di Kompasiana juga. Saya pikir berasal dari pengalaman ketika jadi guru honorer.Â
Terima kasih bapak Wakasek Kurikulum, telah memberikan tantangan yang sangat bermanfaat dan indah pada akhirnya.
Ketiga, kurang dihargai oleh peserta didik