Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

UMKM Berkreasi, JNE Beraksi, Rekening pun Terisi

24 Desember 2021   19:41 Diperbarui: 24 Desember 2021   19:44 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyerahan buku kumpulan cerita pendek berjudul 'Mushap Beureum Ati' |Dok. Pribadi


Sejujurnya, First Sight (Pandangan Pertama) atau bisa disebut perkenalan pertama, saya dengan ekspedisi yang berlogo tulisan JNE berwarna biru ini, yang berarti cool, calm but smart. Serta garis melengkung berwarna merah mencerminkan semangat, kekuatan, dinamis, dan ambisi yang terus meningkat. Adalah pada waktu menerima paket COD (cash on delivery). Saya merasa tidak pernah memesan, aplikasi dari marketplace asal barang itu juga tidak terinstal di gawai saya. Kemudian, Abang kurir dari JNE kirim whatsapp. Hari itu memang, saya tidak di rumah. Sedang mengajar, jadwal work from office.

"Assalamu alaikum, selamat siang, Ibu. Ini ada paket COD (cash on delivery) seharga Rp. 36.000. Tapi, di rumah tidak ada orang. Bagaimana ya, Bu?" Tulis Abang kurir di whatsapp, santun sekali. Dia sertakan juga foto kardus barang yang dikirim. Saya lihat dengan teliti. Kok, aneh ya? Saya tidak punya aplikasi marketplace ini.  Tapi ada pesanan, alamat dan nomor telepon selulernya benar milik saya.

"Bang, maap saya tidak pesan barang ini, bagaimana, ya?" Saya berbalas whatsapp dengan Abang kurir.  Akhirnya sampai pada kesimpulan, saya tidak bayar paket COD tersebut. Hal yang membuat saya kagum, dari Abang kurir ini adalah keramahan, santun, dan profesionalitasnya. Dia tidak berfikir bahwa waktunya telah terbuang, mengantarkan paket, kemudian gagal diterima, dan membawanya kembali.


Pandemi tahun kedua, saya menerbitkan buku kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda. Berjudul 'Mushap Beureum Ati'. Saya memasarkannya secara daring melalui facebook, instagram dan status whatsapp.  Alhamdulillah, beberapa pesanan masuk. Saya, kok jadi bingung sendiri. Belum pernah sekali pun saya mengirim paket. Apalagi ini dengan begitu banyak alamat berbeda, bahkan ada yang di luar Jawa Barat. Teringat pada Si Abang kurir, nomor whatsapp-nya tersimpan di kontak. Ya sudah dihubungi saja.


Abang kurir gerak cepat banget jawab whatsapp saya. "Ibu tenang saja, kami ada kok, layanan pick-up JNE counter cross, ibu hubungi saja nomor admin ini, nanti ada kurir yang mengambil barang ke rumah. Gratis kok." Wah, asyik dong, JNE tahu saja, keinginan para pelaku UMKM seperti saya. Jadi, semakin semangat nih, berkreasi. Jual apalagi ya, selain buku?


Pantas saja, teman saya yang jualan mawar impor hasil stek sendiri berkata, "Aku udah klik sama JNE, gak mau coba-coba dengan yang lain, JNE selalu bisa diandalkan dan ada saja inovasi baru setiap tahunnya." Mawarnya selalu laku di pasaran, walaupun harganya selangit. "JNE itu lebih menguntungkan lho, banyak lebihnya nih masuk ke rekening." Dia terkekeh, sambil mengibaskan uang ratusan ribu di wajahnya.

Pandemi sepertinya masih betah bertamu, belum terlihat tanda akan pulang. Saya semakin asyik berselancar di jagat marketplace andalan. Membabat semua gratis ongkir, cashback, voucher dan diskon yang sudah diklaim. Saya berbelanja di UMKM lokal, karena barang lokal lebih berkualitas, bahannya bagus, dan estetik. Selain itu, ada tanggung jawab moral juga. Sebagai masyarakat Indonesia. Bagaimana di saat pandemi ini. Kita saling membantu. Ya, meskipun pada intinya, hanya belanja. Memuaskan hobi dan nafsu belanja sahaja. Tapi, whatever ... bukankah dengan belanja, kita telah bersedekah secara elegan?


Setiap hari, ada saja paket yang datang. Dari barang remeh seumpama corong, hingga meja estetik untuk ruang tamu. Baju-baju apalagi. Wooow, lemari rasanya sudah tampak kewalahan menanggung beban. Berbuket-buket bunga bertaburan dari dalam hati, bila Abang kurir dari JNE datang bertandang. "Benar ini rumah nomor 206? Dengan Ibu Isur Suryati, ya?" Aduhai, senangnya hatiku. suaramu itu wahai Abang kurir, kenapa begitu mendayu. Bak alunan senandung Bang Haji Rhoma Irama. "Kalau selama ini, diri berhiaskan, emas intan permata, bermandi cahaya". Jreng jreng jreng.

Menanti kedatangan Abang kurir dari JNE, saya teringat pada kata mutiara dari Kang Maman Suherman. 'Ada yang melesat setiap kali pagi menghilang, bukan butir embun yang melengkung di dedaunan. Melainkan wajahmu yang selalu hadir di mimpi' . Oh, Abang kurir,...  Teriakanmu yang lembut, cool and calm, tapi smart itu. "Pakeeeeettt!" Mampu menghancurkan lamunan, bahkan membuat gosong masakan. Karena, saya malah asyik unboxing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun