Mohon tunggu...
Daperlea
Daperlea Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - hcxinweixuhiwxha

juixhixhainxianiwnxionaw

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lima Ribu

25 Mei 2019   14:46 Diperbarui: 25 Mei 2019   14:59 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di bangku panjang depan rumah. Mas Har duduk metingkrang. Memeluk lutut kanan. Baju nya bersandar di pundak kiri. Wajahnya menengadah menatap langit sore. Wajahnya sedikit muram dan memelas. Seolah berbicara dengan Tuhan perihal hasil dagangannya hari ini.

Hari ini hasil jualan tidak begitu bagus. Untung beberapa puluh ribu. Dikurangi dengan biaya di jalan. Mepet. Dagangan tidak laku begitu banyak. Mungkin karena banyak saingan. Mungkin juga karena memang hari ini rejekinya Cuma segitu. Mas har menunduk. Menggaruk leher belakang. Mengambil bolot. Lalu dibuangnya ke jalan.

Ibu penjual sego jagung lewat. Usianya mungkin 60 tahun lebih. Dagangannya masih menggunung. Ditutupi koran. Si ibu menawari mas Har dengan wajah memelas juga. Mas har yang juga sedang melas balik menatap ibu penjual sego jagung. Rautnya sama. Guratan diwajah mereka juga sama banyaknya. Beban yang mereka pikul sepertinya juga sama.

Mas har lalu tersenyum. Si ibu juga tersenyum. Si ibu penjual membuka koran penutup dagangan. Ada ikan teri,nasi jagung,gatot dan sayur lodeh. Mas har sebenarnya lapar. Tapi dia menahan diri untuk jajan sore itu. Hati nya bimbang. Antara menahan diri dan membeli dagangan si ibu yang masih banyak.

Mas har merogoh kantongnya. Ada selembar uang lima ribu rupiah. Di celana yang sudah 3 hari tidak ganti. Lalu mas har tersenyum. Mungkin ini rejeki si ibu. Mas har jajan. Beli sego jagung dengan ikan teri. Nikmat rasanya. Lalu beberapa tetangga yang lewat sepertinya tertarik dengan mas har yang lahap memakan nasi jagung. Menyusul tetangga yang lain.

Si ibu sibuk melayani. Mas har merasa senang. Sejenak apa yang terjadi hari ini terlupakan. Tetangga mulai berdatangan. Bangku tempat duduk mas har jadi ramai. Suasana jadi berbeda. Ramai dan semarak dengan canda tawa tetangga yang berkumpul sore itu. Setelah semua terlayani,si ibu bergegas melanjutkan perjalanan. Berteriak sepanjang jalan menawarkan dagangannya.

Mas har tak lagi sendiri. Dalam kebimbangan yang mengarah kekeputusasaan mas har merasa tertolong dengan datangnya ibu penjual sego jagung. Uang lima ribu yang sebenarnya ingin ia tahan ternyata membawa suasana berbeda dari sebelumnya. Mas har merasa hari ini dia diberkahi oleh Tuhan. Dia tidak lagi muram. Sambil senyum-senyum sendiri,mas Har menatap langit.

Langit sore mulai ramai dengan awan yang berarak. Banyak bentuknya. Mas har naik ke atap rumah. Melihat awan yang pelan jalan tertiup angin. Langit mulai berwarna merah. Pertanda surup sudah datang. Handphonenya berbunyi. Istrinya mengirim Whatsapp.

"yah,spp anak-anak belum terbayar. Jangan lupa nanti di transfer ke rekening mama ya. Besok terakhir ya". Mas Har mendongak ke atas. Bertanya kepada Tuhan kenapa suasana begitu cepatnya berubah. Mas har geleng-geleng.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun