Mohon tunggu...
Yuli Aisyah Putri
Yuli Aisyah Putri Mohon Tunggu... Ilustrator - Mahasiswa Sastra Indonesia

Lagi hobi menulis dan mengarang, karena dengan menulis suaraku takkan padam ditelan angin dan akan abadi. Beberapa tulisan saya telah saya unggah di Kompasiana dan juga ada di Academia.edu dan ada di jurnal lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perihal Rasa

29 Desember 2022   14:02 Diperbarui: 30 Desember 2022   00:15 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kaki ku tiba-tiba merasa keram setelah berjalan sebentar melihat Lima diantara puluhan binatang yang bereskpresi di setiap kandangnya yang seluas ketabahanku melihat orang lain bergandengan tangan. Mungkin kaki ku capek karena selama beranjak remaja untuk berjalan kaki saja dengan jarak tempuh panjang bisa dihitung dengan jari tangan. Apalagi kali ini yang harus berjalan kaki memutari satwawisata di Kebun Binatang Surabaya dengan tempat yang cukup luas. Keram dan capek yang kurasakan pada kaki ku ini.

"Duh tulang-tulang jompo" guman ku sambil menyelonjorkan ke dua kaki ku di jalanan.

Riyuh suara daun pepohonan hari ini mengiringi di setiap jejak kaki pengunjung. Udara siang ini begitu menyejukkan melalui bulu-bulu halus di dalam hidung seliran angin sejuk meresap masuk kedalam saluran-saluran pernapasan dan seketika udara itu bisa ku rasakan kesejukanya dalam tubuh ini apalagi pada beban pikiran ku, seketika tenang dan sejuk metabolisme badan ini. Asri dan rindang lingkungan sekitar KBS berbalut dengan cengkarama gurau antar keluarga atau antar siswa dengan guru dan orang tuanya. Damai Jiwa ini melihat betapa tentramnya lingkungan yang ku singgahi untuk menenagkan pikiran kali ini.

"Duduk dulu ah" tiba-tiba suara anak kecil melirih masuk ke dalam gendang telingaku dan membangunkan ku dari lamunan akan keindahan suasana hari ini.

Sambil duduk, ku tengokkan kepalaku ke kiri melihat anak kecil duduk memangku kotak kayu yang beirisi tumpukan tisu menggunung dengan dua kotak di genggaman tangannya. Kali ini bocah yang kulihat lagi duduk di dekat pintu keluar Kebun Binatang Surabaya. Raut wajahnya menunjukan bocah berusia 10 tahun ke atas mungkin. Bocah itu mempunyai raut wajah yang cantik namun parasnya memperlihatkan dirinya menyimpan kesedihan dalam ketenangan jiwanya. Bocah itu memukau rasa perihatinku, dia telah memberikan sinyal kesedihan di balik wajah cantik "dunia menuntutku tidak biak-baik saja".  Dengan teranyuh kaki ku berjalan menghampiri bocah itu.

Aku duduk dihadapannya, mencoba berbicara dengan memulai obrolan "mau tisu satu dek" ungkapku, "oh iyh kak" dengan nada senang bocah itu menjawab. Bocah itu namanya Laili, ia hidup dengan kedua orang tua dan dua kakaknya laki-laki. Laili adalah anak bungsu perempuan satu-satunya. Raut wajah Laili menunjukan kesedihan dibalik ramahnya menyapa pengunjung KBS hari itu. "Are you happy?" celahku sambil menatap mata indah Laili. Tatapan bocah itu menyiratkan bahwa dirinya tidak baik-baik saja, namun dia tetap tersenyum dan menyembunyikan kesedihan itu dengan bercandaan "Kalau kakak happy kenapa aku tidak".

Tatapan mataku tiba-tiba kosong, detak jantung ku tiba-tiba berdetak lebih cepat. Aku tersentuh mendengar jawaban dari Laili. Pengalaman apa yang menjadikan dia bisa sesingkat itu menjawab pertanyaan dariku tapi cukup menyentuh hati ku. Dengan suara yang lirih ku menanggapi pernyataan yang baru saja keluar dari mulut bocah ramah itu dengan menanyakan apa maksud Laili ngomong seperti itu, adakah perasaan Laili yang bisa dibohongi?

Laili menjawab "Aku tak pernah membohongi perasaan ku, aku sangat senang sekali ketika melihat banyak pengunjung di Kebun Binatang Surabaya ini tertawa ria bersama orang terdekatnya. Berjalan mengelilingi Kebun Binatang dengan tempat yang cukup luas dan suasana yang begitu menenangkan. Sudah pasti cengkrama hangat para pengunjung membuat diriku senang merasakannya."

"Ibuku dan bapak ku dulu pernah ngomong kepada ku dengan nada bicara yang keras kalau dirinya tidak senang adanya kehadiranku di dunia ini. Menurut orang tua ku, dua kakak laki-laki ku udah lebih dari cukup untuk mereka miliki. Aku tidak pernah mendapatkan perhatian seperti perhatian orang tua ku kepada kakak laki-laki ku. 

Hingga liburan akhir sekolah tiba, orang tua ku mengajak ku pergi ke rumah nenek dan memberikan salam perpisahan dengan ungkapan 'kalau ibu dan bapak bahagia, Laili juga harus bahagia perasaanya. Semoga betah di sini yah nanti kakak sama bapak dan ibu akan kembali lagi ke sini.' Sejak saat itu aku merasa kalau  orang lain merasakan bahagia, aku juga harus ikutan bahagaia biar disayang sama ibu bapak."

"Aku tak bisa merasakan apa yang engkau rasakan Laili, bukan hanya perasaan sedih saja. Tapi kamu bisa melaksanakan perkataan orang tuamu untuk membuatnya bahagia. Lalu untuk apa kamu berjualan di sini?" guman suaraku menjawab pernyataan dari Laili.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun