Mohon tunggu...
Isti Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Ibu rumah tangga - Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Peringkat 3 dari 4.718.154 kompasianer, tahun 2023. Suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Nuansa Kebhinekaan dalam Berpikir

8 Februari 2017   10:53 Diperbarui: 8 Februari 2017   11:16 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Revolusi pola pikir sangat diperlukan pada era sekarang ini, di saat tuntutan kebhinekaan dan keberagaman berbenturan dengan egoisme keyakinan. Sudah saatnya kita bukan berpikir aku dan kamu, tapi kita. Apa yang aku suka dan apa yang kamu suka, tapi apa yang sama-sama kita suka. Dalam revolusi pola pikir ini, diperlukan pemikiran yang positif terhadap keberadaan orang lain.  Bukan perasaan saya lebih baik, tapi kita sama-sama mempunyai kebaikan. Bukan agama dan keyakinanku lebih baik, tapi agama dan keyakinan kita sama-sama memberikan kebaikan. Agama adalah wahyu langit sebagai pondasi atau dasar dari seluruh kebaikan, sedang bagaimana melaksanakannya, Allah memberi kebebasan sesuai dengan kemampuan melaksanakannya, salah satu pelaksanaannya seperti yang dicontohkan Rasulullah dan para sahabat serta keluarganya, khususnya bagi kita yang muslim.

Di dalam Al quran sudah dijelaskan, bahwa Nabi Isa, yang untuk umat kristiani biasa disebut Yesus, adalah putra dari Maryam atau biasa disebut Bunda Maria oleh umat kristiani. Sedangkan Ruhul Khudus, atau Roh Kudus, adalah malaikat Jibril, sang penyampai wahyu.  Bukan masalah perbedaan yang kita bahas, tapi Tuhan yang Esa, seperti yang telah dijelaskan dalam Al qur an bagaimana zat Allah dan sifat-sifatnya. 

Tentunya kita harus menyampaikan kebenaran, bahwa Allah yang maha segalanya adalah Allah yang Esa, sedang Yesus atau nabi Isa adalah salah satu Rasul Allah yang terpilih, yang mempunyai kondisi hamper mirip Rasulullah, sama-sama dilahirkan dalam keadaan tak ber ayah, Rasululullah lahir pada saat Abdullah , ayahnya sudah wafat, sedang Nabi Isa terlahir tanpa ayah karena merupakan jelmaan dari ruhul kudus atau malaikat jibril yang menampakkan sifat-sifat kemanusiaannya, tapi sifat malaikat masih melekat, sehingga beliau tidak menikah sampai terjadi peristiwa penyaliban dan masa kebangkitan, sebab separuh sifatnya adalah sifat jibril, hakekat malaikat, yang mempunyai sifat kekal dan senantiasa taat pada Allah tanpa kompromi. Yang perlu ditekankan adalah, Tuhan kita semua adalah Allah, itu adalah ilmu ketauhidan, sedangkan cara beribadah, seperti tertulis dalam Al qur’an, bukanlah menghadapkan tubuh kita ke timur atau ke barat, tetapi keyakinan dan ketulusan kita akan pengakuan zat yang maha semuanya, Allah SWT. Monggo……

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun