Mohon tunggu...
Kelana Swandani
Kelana Swandani Mohon Tunggu... Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Freelancer, suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerita Senja di Penghujung Ramadan untuk Ramadan Tahun Depan

30 Maret 2025   18:07 Diperbarui: 30 Maret 2025   18:12 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulis surat cinta untuk ramadan tahun depan (ilustrasi dibuat dengan Meta AI)

Dear Ramadan,
Mentari senja merayap perlahan, menyentuh lembut pucuk-pucuk daun yang berbisik lirih. Di ufuk barat, lembayung mewarnai langit dengan gradasi jingga, ungu, dan emas, seolah melukiskan sebuah perpisahan yang sakral, berharap untuk pertemuan yang lebih indah di tahun depan.

Angin sore berhembus membawa aroma tanah basah, harum masakan dan wangi kue-kue yang khusus dibuat untuk lebaran, bercampur dengan sisa-sisa kehangatan hari yang hampir usai. 

Di sudut hati, sebuah melodi sendu mulai terdengar, mengiringi langkah waktu yang tak terelakkan. Berharap tetap bertemu dirimu kembali di tahun depan. Ramadan tahun depan yang tetap menjadi yg harapan.

Ramadanku sayang, 

Sahabat terkasih yang datang membawa kesejukan jiwa, kini kita berada di  ambang perpisahan, nyesek di dada, tapi kita harus berpisah, agar bisa terus melangkah. Maju terus sampai waktunya nanti, kembali bisa bersua dengan mu, wahai ramadan tahun depan.

Kaulah bulan yang cahayanya membasuh kalbu,yang malam-malamnya berhiaskan dengan lantunan ayat suci dan sujud khusyuk, asyik Masyuk. Akankah tahun depan akan terulang? Baru saja berpisah, kerinduan ini telah membuncah wahai ramadan tahun depan.

Serasa ingin kembali bercumbu bersamamu, dalam keintiman ramadan tahun depan yang penuh kekhusyukan, cinta dan kasih sayang. Kerelaan untuk mengagungkanmu, memuliakanmu, dan memelukmu dalam iman dan ketaatan.

Seperti tamu agung yang selalu dinanti kedatangannya, kepergianmu selalu menyisakan ruang hampa yang mendalam.

Ingatan akan sahur yang penuh berkah, ketika keluarga berkumpul dalam kehangatan fajar, melingkar  dalam meja bundar berisi nasi, sayur  dan lauk pauknya masih terpatri jelas.

Tawa kusut wajah mengantuk, doa-doa tulus yang terpanjatkan, dan harapan akan hari yang penuh ampunan, masih jelas terbayang.

 Teringat siang yang terlalui dengan menahan dahaga dan lapar, bukan hanya sebagai ujian fisik, namun juga sebagai pelajaran tentang empati dan pengendalian diri. 

Setiap tetes keringat yang menetes, setiap keroncongan perut yang terasa, mengingatkan kita akan saudara-saudara yang kurang beruntung.

Saat azan maghrib berkumandang, kelegaan menyelimuti hati. Bukan hanya karena dahaga dan lapar yang terobati, namun lebih dari itu, ada rasa syukur yang membuncah karena telah berhasil menaklukkan diri sendiri, melawan hawa nafsu yang seringkali menjerumuskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun