"Jangan lagi berbagi takjil "gratis"! Itu yang ditulis akun Facebook Dul Koko yang menarik perhatian saya. Kenapa begitu?
"Mengganggu lalu lintas dan membahayakan pengguna jalan?"
"Membuat orang bermental pengemis?"
"Lebih baik berbagi sembako ramadan atau uang pada orang yang membutuhkan?"
Ternyata bukan itu alasannya. Berbagi takjilm gratis, apalagi di lokasi yang ramai pedagang takjil ternyata menciptakan ironi. Seperti kata Dul Koko, menolong janda, tapi menjandakan istri sendiri. Eh...
Kenyataannya begitu. Kelihatannya kita berbagi berkah, memberi takjil pada orang yang berpuasa yang tentunya mendatangkan pahala. Tapi kita lupa, bisa jadi orang yang kita beri takjil adalah pelanggan para pedagang takjil. Sehingga saat para pelanggan sudah punya takjil, mereka tidak jadi membeli takjil pada para pedagang. Tentunya ini merugikan para pedagang takjil, karena merampas rizki mereka.
Lalu, apakah kita tidak boleh berbagi takjil?
Boleh! Tapi ada caranya.
Jika ingin berbagi takjil, maka lebih baik memborong dagangan para pedagang takjil, dan membagikannya. Ini lebih bijak dan membawa berkah ganda, bagi pedagang takjil, dan orang yang menerima pembagian takjil.
Btw, apa saja yang bisa kita lakukan untuk berbagi biar benar-benar berkah dan tepat sasaran?
Berbagi berkah adalah salah satu cara untuk menyebarkan kebaikan dan kebahagiaan di sekitar kita.
Berkah adalah kebaikan yang terus menerus berkesinambungan dan tidak terputus. Bahkan selalu bertambah kebaikannya.
Dalam kehidupan, kita sering mendengar tentang pentingnya berbagi. Berbagi berkah, sebuah konsep yang melampaui sekadar memberikan materi, adalah inti dari kemanusiaan dan spiritualitas.
Namun, agar tindakan berbagi ini benar-benar memberikan dampak positif dan bermanfaat, diperlukan pemahaman dan pendekatan yang tepat.Â
Berbagi yang tulus dan terarah tidak hanya meringankan beban orang lain, tetapi juga memberikan kepuasan dan makna yang mendalam bagi diri sendiri.