Mohon tunggu...
Isti Sanver
Isti Sanver Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Komunikasi dan Sosial Politik, Universitas Sains Al-Qur'an Jawa Tengah

Perempuan yang menyukai olahraga seperti berenang dan bulutangkis, serta suka memasak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Politik Identitas pada Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta Periode 2018-2022

7 Juli 2022   13:30 Diperbarui: 7 Juli 2022   13:35 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Politik Identitas Pada Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta Periode 2018-2022 

Istikomah

Universitas Sains Al-Qur'an

istisanver@gmail.com


 

Abstract

The purpose of this study is to determine the identity politics that occurred in Indonesia in 2017 and even have an impact on the Election of the Head of the Jakarta Capital Region in the 2018-2022 period. Identity politics is motivated by the alleged case of religious blasphemy committed by a candidate named Basuki Tjahaja Purnama or commonly known as Ahok, who at that time was paired with Djarot as his representative. The allegation of blasphemy was carried out on Tuesday 27 September 2016 when Ahok quoted a cut from the Qur'anic verse from the 51st verse of Al Maidah in the middle of his speech in the Thousand Islands, which was then spread through the internet media and then led to the detention of Ahok after being declared guilty and declared a suspect on November 16, 2016 and sentenced to 2 years. The impact of the alleged blasphemy case is that the community has even spoken hate speech to one another, and divided religious communities in Indonesia with massive demonstrations. The alleged blasphemy case was used as an exploitation of the situation by the political elites who were competing in the regional elections. The election process for the Regional Head for the 2018-2022 period was won by a candidate named Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

Keywords : Regional Head Election, Jakarta, Blasphemy

 

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui politik identitas yang terjadi di Indonesia pada tahun 2017 bahkan berdampak terhadap Pemilihan Kepala Daerah Ibu Kota Jakarta pada periode 2018-2022. Politik identitas dilatarbelakangi oleh kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan calon kandidat bernama Basuki Tjahaja Purnama atau biasa disapa Ahok yang pada saat itu dipasangkan dengan Djarot sebagai wakil. Dugaan penistaan agama dilakukan pada hari selasa tanggal 27 bulan September tahun 2016 ketika Ahok mengkutip potongan ayat Al-Qur'an dari surat Al Maidah ayat ke 51 ditengah pidatonya di kepulauan seribu, yang kemudian disebarkan melalui media internet dan kemudian berujung penahanan terhadap Ahok setelah dinyatakan bersalah dan ditetapkan sebagai tersangka pada 16 november 2016 serta dipidana selama 2 tahun. Dampak dari dugaan kasus penistaan agama adalah masyarakat bahkan saling melontarkan ujaran kebencian, serta memecah belah umat beragama di Indonesia dengan terjadinya aksi demo besar-besaran. Kasus dugaan penistaan agama dijadikan sebagai pemanfaatan keadaan oleh elit politik yang bersaing dalam pilkada tersebut. Proses pemilihan Kepala Daerah periode 2018-2022 dimenangkan oleh calon kandidat bernama Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

Kata Kunci : Pemilihan Kepala Daerah, Jakarta, Penistaan Agama

1. Latar Belakang

                 Negara Republik Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dan keberagamannya. Berbagai etnik dimiliki oleh negara Indonesia. Salah satu etnik yang sangat dominan di Indonesia adalah etnik Tionghoa. Menurut sejarah yang ada etnik ini muncul di Indonesia tepatnya di abad ke 206-220 M.[1] yang ketika itu warga dari Tiongkok memulai perdagangan yang dilakukan di kota-kota sekitaran pesisir. Perdagangan yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan kehidupan lebih mapan dari sebelumnya. Masyarakat Indonesia menyambut dengan sangat baik kehadiran masyarakat Tiongkok yang berniat melakukan perdagangan tersebut. Tidak sedikit pula masyarakat dari Tionghoa yang menikah dengan masyarakat pribumi dan memeluk agama Islam.[2] Kemudian muncul istilah politik identitas antara masyarakat pribumi atau masyarakat Indonesia dengan masyarakat etnik Tionghoa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun