Mohon tunggu...
Istiqomariyah Indra Ningrum
Istiqomariyah Indra Ningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Psikologi Universitas Surabaya

Selalu berusaha menunjukkan sisi terbaik diri

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Apa Itu Gangguan Stress Pascatrauma (PTSD)

11 April 2020   02:11 Diperbarui: 11 April 2020   02:10 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

PTSD (Post-Traumatic Syndrome Disorder) atau biasa dikenal dengan gangguan stress pascatrauma adalah gangguan kesehatan mental yang dialami seseorang dipicu oleh peristiwa mengerikan mengakibatkan perasaan tidak nyaman dalam jangka waktu lebih dari satu bulan setelah kejadian (“Memahami Lebih Dalam Tentang PTSD - Pijar Psikologi,” n.d.). Perasaan tidak nyaman yang ditimbulkan berupa kecemasan, kesedihan, dan depresi berat. Apabila perasaan tersebut hanya terjadi dalam kurun waktu kurang dari satu bulan dapat dianggap normal. Hal ini dianggap normal karena manusia memang butuh waktu untuk melepaskan dan beradaptasi setelah mengalami atau menyaksikan kejadian buruk   yang menimpanya.

Kebanyakan infomasi dan pengetahuan mengenai PTSD yang beredar di masyarakat awam cenderung kurang tepat. Seperti mitos yang dilansir dari (“Fakta dan Mitos Post Traumatic Stress Disorder - Pijar Psikologi,” n.d.) bahwa hanya orang dewasa yang dapat mengidap PTSD, hal ini kurang tepat karena semua golongan usia bahkan anak-anak bisa mengalami gangguan ini. Mitos lain yang berkembang adalah bahwa faktor bawaan tidak menentukan PTSD, faktanya penyebab PTSD itu sangat beragam termasuk sifat bawaan. Selain itu mitos bahwa PTSD tidak bisa disembuhkan, padahal faktanya PTSD dapat disembuhkan melalui terapi. Parahnya masyarakat menganggap orang yang mengidap PTSD adalah orang yang lemah, padahal setiap orang mempunyai periode penyesuaian masing-masing setelah tertimpa peristiwa mengerikan.

Penyebab dari PTSD adalah pengalaman mengenai peristiwa yang mematikan, luka yang dalam, dan kekerasan seksual (“Direktori Psikologi: Posttraumatic Stress Disorder (PTSD),” n.d.). Contohnya seperti mengalami kecelakaan yang berujung fatal, menyaksikan meninggalnya orang terdekat karena suatu tragedi, dan terkena paparan secara berulang-ulang tentang kejadian traumatis. Hal itu merupakan beberapa faktor penyebab yang membuat gangguan PTSD secara langsung maupun jangka panjang. Peristiwa penuh tekanan yang memungkinkan menyebabkan trauma jika terjadi secara tiba-tiba, mental yang kurang siap, terjadi berulang-ulang, dan terjadi saat kecil membuat peristwa tersebut menancap kuat di alam bawah sadar (“Post Traumatic Stress Disorder Halaman all - Kompasiana.com,” n.d.).

Menurut Hatta (sitat dalam Taniza, 2002) gejala yang ditimbulkan dari gangguan ini dapat dilihat dari empat aspek yaitu fisik, kognitif, afektif (emosi), dan perilaku. Gejala fisik yang ditimbulkan setelah trauma adalah demam, tenggorok kering, cepat lelah, mual, dada sakit, dan jantung berdebar-debar. Gejala kognitif yang timbul seperti ceroboh, mimpi buruk, overthinking, suka menyalahkan, pelupa, berantakan, tidak fokus, dan pikiran tumpul. Gejala selanjutnya adalah afektif (emosi) yaitu menjadi penakut, merasa bersalah berlebihan, sedih berlebihan, menangis tanpa sebab, phobia, panik, bimbang, labil, mudah marah, dan memanipulasi. Gejala terakhir adalah perilaku yang ditunjukan seperti tertutup, anti sosial, malas, pendiam, pemarah, tidak nafsu makan, menggunakan obat-obatan atau alkohol, berubah dari kebiasaan, dan sering kencing saat malam hari.

Mengenai simtom-simtom stres pasca trauma (Post-Traumatic Stress Disorder / PTSD) menurut (“Post Traumatic Stress Disorder Halaman all - Kompasiana.com,” n.d.) dikelompokkan dalam tiga kategori utama setelah berlangsung lebih dari satu bulan. Kategori pertama Re-experiencing (mengalami kembali kejadian traumatik) yaitu individu sering kali teringat dan mimpi buruk tentang kejadian itu. Yang kedua adalah Avoidance yaitu individu berusaha menghindari stimulus yang mengingatkan pada kejadian traumatik. Terakhir adalah Hyperarousal (peningkatan ketegangan) yaitu karena peningkatan ketegangan yang menyebabkan sulit tidur.

Menurut Bruno (sitat dalam DSM-IV-TR, 2002) menjelaskan kriteria diagnosa formal untuk PTSD. Terdapat enam kriteria yaitu A, B, C, D, E, dan F. Sebelum membahas semua kriteria, penting untuk diingat bahwa kriteria A sangat penting karena menjadi penentu bahwa individu tersebut mengidap PTSD.

Yang pertama adalah Kriteria A yaitu individu mengalami, menyaksikan, dan terpapar pada kejadian traumatik yang mematikan. Respon yang muncul pada kriteria A meliputi kecemasan, ketakutan, dan tidak berdaya. Diagnosis diberikan saat individu menyatakan benar terhadap kondisi yang telah dinyatakan pada kriteria A.

Kriteria B adalah ketika individu terganggu atas bayangan dan pikiran mengenai kejadian traumatik. Lalu mimpi berulang mengenai kejadian dan merasakan kembali kejadian tersebut meliputi ilusi dan halusinasi. Selain itu stres psikologi yang intens dan kereaktifan psikologis. Jadi individu harus mengalami beberapa hal tersebut sehingga dapat dianggap termasuk pada kriteria ini, kriteria ini disebut Re-experiencing.

            Kriteria C memuat respon individu terhadap stimulus yang membangkitkan kenangan kejadian traumatik dengan menghindarinya. Selain itu tidak mampu mengingat kejadian tersebut, kehilangan minat, anti sosial, kurang rasa empati, dan tidak memperdulikan masa depan. Individu bisa termasuk dalam kriteria ini apabila mengalami paling sedikit tiga dari beberapa hal diatas. Kriteria ini bisa disebut dengan Avoidance yaitu menghindari stimulus kejadian traumatik.

            Kriteria D diindikasikan mengalami kesulitan tidur, pemarah, tidak fokus, dan terlalu waspada. Individu termasuk kriteria ini apabila mengalami lebih dari dua hal diatas. Kriteria ini mengacu pada hyperarousal yaitu peningkatan ketegangan.

            Kriteria E dapat diketahui ketika gangguan pada kriteria B, C, dan D berlangsung secara bersamaan selama lebih dari satu bulan. Kriteria ini merupakan kriteria spesifik karena membedakan PTSD dengan Acute stress Disorder (ASD). Hal ini disebabkan karena pola-pola simtom ASD harus terjadi dalam waktu empat minggu dari kejadian traumatik baru disebut PTSD. Kriteria terakhir adalah Kriteria F adalah ketika individu gangguan yang menyebabkan penurunan sosial dalam hal pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun