Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Saya memulai hidup ini dengan menulis puisi dan cerita pendek, kemudian jadi wartawan, jadi pengelola media massa, jadi creative writer untuk biro iklan, jadi konsultan media massa, dan jadi pengelola data center untuk riset berbasis media massa. Saya akan terus bekerja dan berkarya dengan sesungguh hati, sampai helaan nafas terakhir. Karena menurut saya, dengan bekerja, harga diri saya terjaga, saya bisa berbagi dengan orang lain, dan semua itu membuat hidup ini jadi terasa lebih berarti.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Manusia Berbagi, Spirit Menolong Sesama

9 April 2023   22:46 Diperbarui: 9 April 2023   23:26 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Relawan RSDC Wisma Atlet berbuka bersama. Takjil tiap hari dikirimkan donator, sepanjang Ramadan. Foto: Isson Khairul


Berkilau-kilau bagai mata pisau,
berlinang bagai mata bulan
aku rindu dunia,
bukan hanya benturan-benturan nestapa
aku rindu manusia,
bukan jari-jari yang menyiksa.

Spirit Menolong Sesama

Itu petikan sajak Dongeng Sebutir Kelereng karya Agus Dermawan T. Ia sesungguhnya adalah alumni jurusan Seni Lukis, Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia, Yogyakarta. Tapi, kemudian, pada tahun 1977, ia memutuskan berhenti melukis dan terjun ke dalam bidang kepenulisan seni rupa.

Tulisan Agus Dermawan T. tentang seni rupa, bertebaran di banyak media. Antara lain, di Harian Kompas. Bukunya tentang seni rupa, juga banyak. Antara lain, Basoeki Abdullah: Painter of Kings. Ia rekan kerja saya, ketika kami sama-sama bekerja di Majalah Gadis, grup penerbitan Femina.

Aku rindu dunia, bukan hanya benturan-benturan nestapa. Aku rindu manusia, bukan jari-jari yang menyiksa, dalam sajak Dongeng Sebutir Kelereng tersebut, mengingatkan saya akan kerinduan orang-orang untuk terbebas dari nestapa Covid-19. Kerinduan orang-orang akan manusia, yang ikhlas berbagi, yang memiliki spirit untuk menolong sesama.   

Dan, semua itu, relevan dengan kisah Ramadan, yang masih tersimpan dalam ingatan. Ramadan di masa pandemi Covid-19. Dua kali Ramadan saat Covid, saya lalui di Rumah Sakit Darurat Covid (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat.

Saya dan beberapa rekan jurnalis, menjadi relawan media di RSDC Wisma Atlet. Dua tahun kami intens melakukan liputan di sana. Dalam seminggu, 3 hari kami menginap di Posko Media, di Tower 3, lantai 12.

Pada Jumat, 31 Maret 2023 lalu, RSDC secara resmi ditutup operasionalnya oleh pemerintah. Kami kemudian mengadakan napak tilas tipis-tipis ke RSDC, pada Minggu, 9 April 2023. Sudah tak ada aktivitas di sana, kecuali petugas kebersihan dan penjaga keamanan.

Kami ditemani oleh Kolonel Laut M. Arifin, mantan Komandan Lapangan RSDC Wisma Atlet. Napak tilas kami mulai dari Tower 7, yang menjadi tower pertama yang digunakan untuk merawat pasien Covid, sejak 23 Maret 2020.

M. Arifin bercerita, di hari pertama itu, jumlah pasien membludak tapi kesiapan RSDC relatif belum sepadan. Peralatan belum cukup, skill tenaga kesehatan (nakes) masih terbatas.

"Meski ada keterbatasan, tapi spirit nakes dan tenaga non-medis di RSDC sangat tinggi. Spirit kemanusiaan itulah yang membuat banyak pasien tertolong serta terselamatkan," ujar Kolonel Laut M.Arifin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun