Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Karena Sumpah Pemuda, Kita Telah Merdeka, 17 Tahun Sebelum Proklamasi

12 Oktober 2015   08:10 Diperbarui: 12 Oktober 2015   08:40 825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini diorama di Museum Sumpah Pemuda, Jl. Kramat Raya No. 106, Jakarta Pusat. Gedung inilah yang digunakan para pemuda utusan dari Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Indonesia, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Jong Batak, Jong Celebes, Jong Ambon, Pemuda Kaum Betawi, dan lainnya untuk berjuang melawan penjajahan dengan melahirkan Sumpah Pemuda, pada 28 Oktober 1928. Saat itu pula untuk pertama kali lagu Indonesia Raya dinyanyikan dengan iringan biola langsung oleh penciptanya, WR Soepratman. Foto: TEMPO  

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Saya datang dari sebuah pulau kecil yang jauh sekali, yang bahkan terlalu kecil untuk muncul dalam sebuah peta dunia. Di kampung saya, dulu tidak ada toko buku. Itulah bagian dari petikan kata-kata Andrea Hirata[1], penulis novel Laskar Pelangi.

Kata-kata itu ia ucapkan di Warwick Art Centre, pada Senin (13/7/2015), ketika Andrea Hirata menerima gelar doctor honoris causa di bidang kesusastraan dari Universitas Warwick, Inggris[2]. Dalam konteks peringatan Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928 - 28 Oktober 2015, apa yang diungkapkan Andrea Hirata tersebut, sungguh menggetarkan. Ia, dengan karyanya yang bercerita tentang perjuangan anak-anak menggapai pendidikan, ditulis dalam bahasa Indonesia, telah menjangkau wilayah yang demikian jauh, melampaui sejumlah batas negara. Kita tahu, novel Laskar Pelangi, telah diterjemahkan ke dalam 34 bahasa asing dan telah diterbitkan di 130 negara di dunia.

Tidak Menyerah Pada Keadaan

Barangkali, apresiasi yang sedemikian tinggi terhadap karya yang ditulis oleh orang Indonesia, tentang Indonesia, dan dalam bahasa Indonesia, belum sempat terbayangkan oleh para pendahulu kita, ketika mereka mengadakan Kongres Pemuda[3]. Padahal, dalam kongres itulah untuk pertama kali, para pemuda Indonesia mengikrarkan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan Indonesia. Dan, keberadaan bahasa Indonesia itu diikrarkan, pada Senin malam, 28 Oktober 1928, jauh sebelum Proklamasi Kemerdekaan diproklamirkan, pada 17 Agustus 1945.

Artinya, sekitar 17 tahun sebelum negeri ini dinyatakan merdeka, kita sesungguhnya sudah merdeka. Apalagi, pada Kongres Pemuda itu pulalah untuk pertama kalinya lagu Indonesia Raya dikumandangkan, diiringi secara langsung dengan biola oleh sang penciptanya, Wage Rudolf Supratman. Kongres yang dimaksud, tentulah Kongres Pemuda II, yang melahirkan Sumpah Pemuda. Kongres itu berlangsung dua hari, 27-28 Oktober 1928, yang diadakan di tiga tempat di Jakarta. Dari total 750 peserta kongres, yang mewakili berbagai ikatan pemuda, banyak yang masih berusia di bawah 18 tahun.

Bagaimana dengan kita kini? Bila mulai masuk Sekolah Dasar (SD) pada usia 5 atau 6 tahun, maka pada usia 18 tahun, kita baru saja menghirup udara kampus, menikmati hari-hari bebas seragam. Meski demikian, usia 18 tahun kini, adalah usia yang penuh dengan keleluasaan, yang berbeda jauh dibandingkan dengan tahun 1928 itu. Para pemuda di zaman itu, hidup di bawah tekanan penjajah Belanda, yang segala gerak-geriknya diawasi dengan seksama. Berkumpul, berserikat, juga berkomunitas di masa itu, tidak semudah saat ini.

Tapi, para pemuda masa itu, tidak menyerah dan tidak menyalahkan keadaan. Tekanan penjajah, juga keterbatasan fasilitas, mereka siasati dengan kreativitas. Buktinya, mereka berhasil menghimpun diri, hingga terselenggara Kongres Pemuda tersebut. Spirit tidak menyerah dan tidak menyalahkan keadaan, itulah sesungguhnya salah satu hakekat Sumpah Pemuda. Dan, spirit itu, salah satunya, kita temukan pada Andrea Hirata, yang mendunia, meski ia datang dari sebuah pulau kecil yang jauh sekali, yang bahkan terlalu kecil untuk muncul dalam sebuah peta dunia.

Andrea Hirata menerima gelar doctor honoris causa di bidang kesusastraan dari Universitas Warwick, Inggris, pada Senin (13/7/2015). Penghargaan itu diberikan pada Summer Graduation 2015, Universitas Warwick, yang merupakan universitas ke-6 terbaik di Inggris dan ke-61 terbaik di dunia. Saat menyampaikan pidato yang mendapat sambutan meriah, Andrea Hirata mengakhiri pidatonya dengan seruan: Merdeka! Foto: dw.com

Beribu Pulau, Beratus Bahasa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun