Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Belajar dari Petani, Berpikir ala Edward de Bono, dan Berkarya seperti Putu Wijaya

3 Agustus 2015   09:20 Diperbarui: 4 April 2017   16:38 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mulai 1 Agustus 2015 ini, aliran air dari Waduk Sempor, Kebumen, Jawa Tengah, dihentikan. Foto ini adalah salah satu sisi waduk tersebut yang dipotret pada Jumat (31/7/2015). Memasuki puncak musim kemarau tahun ini, volume air Waduk Sempor menyusut hingga 80 persen, dari kapasitas maksimal 39,9 juta meter kubik menjadi hanya 8,5 juta meter kubik. Foto: print.kompas.com  

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

Ini musim kemarau. Sekitar 111.000 hektar lahan petani, kering kerontang. Tak kurang dari 8.000 hektar tanaman petani, gagal panen[1]. Apa yang dilakukan petani? Berdemo ke Istana? Mogok makan di depan Gedung Parlemen?

Tidak. Mereka adalah petani, yang memahami tanah sebagai sumber kehidupan. Mereka adalah pekerja yang ulet, yang mengenal betul apa artinya pergantian musim. Mereka belajar dari alam, karena mereka sepenuhnya menyadari bahwa mereka bagian dari alam itu sendiri. Karena itu, musim kemarau bagi petani bukanlah akhir dari kehidupan, tapi merupakan bagian dari proses kehidupan yang sepenuhnya dilakoni. Ada ketekunan dalam bekerja, ada keikhlasan kepada Ilahi.

Palawija di Musim Kemarau

Datanglah ke Desa Bonosari, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Di sana ada Waduk Sempor, yang menjadi salah satu sumber pengairan lahan pertanian di Kebumen, seluas 39.000 hektar[2]. Area pertanian seluas itu, sudah tidak lagi ditanami padi, karena waduk yang seharusnya menampung air, sejak beberapa bulan terakhir sudah menyusut hingga titik nadir. Sejak 1 Agustus hingga Oktober mendatang, pasokan air dari Waduk Sempor sudah dihentikan oleh pihak yang berwenang.

Maka, para petani di sana, menyiasatinya dengan menanam palawija[3], bukan padi. Kenapa? Karena palawija tidak membutuhkan air sebanyak kebutuhan padi. Selain itu, usia tanam palawija relatif pendek, dibandingkan dengan padi. Dalam 30-50 hari, palawija sudah bisa dipanen. Jagung, kedelai, singkong, kentang, dan ubi adalah beberapa jenis tanaman yang masuk kategori palawija. Dalam bahasa Sansekerta, disebut phaladwija. Secara harfiah bisa diartikan tanaman kedua. Dengan demikian, padi merupakan tanaman pertama dan palawija adalah tanaman kedua.

Para petani di sana, bukan hanya menanam palawija di lahan yang sebelumnya mereka tanami padi. Mereka bahkan memanfaatkan lahan Waduk Sempor yang mengering, untuk menanam palawija. Mereka menyadari sepenuhnya bahwa tanah adalah sumber penghidupan. Karena tanah adalah berkah dari Ilahi, maka para petani tersebut tak hendak menyia-nyiakannya. Mereka memanfaatkan tiap jengkal tanah, sebagai rasa syukur atas berkah Ilahi. Mereka mengerjakannya dengan tekun, sejak fajar menyingsing hingga matahari terbenam.

Dari para petani Desa Bonosari itu, kita belajar tentang bagaimana menyikapi musim. Tiap musim memiliki jenis tanaman yang relevan. Itulah barangkali yang disebut hidup selaras dengan alam. Bahwa secara finansial penghasilan dari padi lebih besar daripada palawija, itu sepenuhnya tergantung dari cara kita mengelolanya. Apakah kita mengelola tanaman palawija, sesungguh-sungguh kita mengelola padi? Apakah kita menanam palawija secara sambilan, sekadar menunggu datangnya musim hujan?

Palawija sesungguhnya memiliki nilai ekonomi yang positif untuk kesejahteraan petani. Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu sentra produksi palawija terbesar di Indonesia, antara lain, ubi jalar, ketela pohon/ubi kayu, kacang tanah, dan kacang hijau. Kepala Badan Pusat Statistik Jawa Timur, M. Sairi Hasbullah, di kantornya, Jl. Kendangsari Industri, Surabaya, pada Selasa (10/3/2015) mengatakan, dengan banyaknya tanaman palawija, menjadikan Jawa Timur kaya akan keanekaragaman makanan tambahan. Foto: pooh.hostoi.com

Hidup Selaras dengan Alam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun