Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Loper Koran Masih Ada, Menjaja Kata di Antara Debu Kota

18 Agustus 2019   16:02 Diperbarui: 19 Agustus 2019   03:09 4158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Loper koran ini saya temukan di Malang, Jawa Timur. Menurutnya, pelanggan media cetak masih ada, meski jumlahnya tidak sebanyak dulu. Dengan sepeda, loper ini menjajakan media cetak tiap hari. Ia berkeliling di pusat kota Malang dengan penuh semangat, meski ia tahu penerbit media cetak sudah memasuki senjakala. Foto: isson khairul

Mencermati banyaknya loper di seluruh Indonesia pada masa lalu, tak bisa diingkari, keberadaan mereka pernah menjadi bagian dari gerakan ekonomi rakyat. Itu kemudian menjadi obyek penelitian kalangan akademik. 

Ini beberapa di antaranya. Desi Indriani, mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat, meneliti tentang kehidupan sosial ekonomi loper koran di Kota Padang tahun 1998-2016.

Sylvia Dewi, mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Jawa Timur, tahun 2005 meneliti tentang aspirasi loper koran usia remaja dan persepsinya terhadap peran orangtua. 

Kemudian, Asep Mohamad Sumarna, mahasiswa Universitas Komputer Indonesia, Bandung, Jawa Barat, pada tahun 2006 meneliti tentang rute distribusi koran untuk menentukan jarak minimum menggunakan metode Traveling Salesman Problem (TSP).

Penelitian Desi Indriani, Sylvia Dewi, dan Asep Mohamad Sumarna di atas, hanya beberapa contoh dari sekian banyak contoh, sebagai penanda bahwa loper memang pernah eksis di negeri kita, menjadi salah satu penggerak ekonomi rakyat. Rahmat Budiarto adalah contoh dari sisi lain. 

Ia adalah lulusan terbaik Program Magister Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor (IPB), dengan nilai indeks prestasi kumulatif (IPK) sempurna 4,00. Ia diwisuda di Kampus IPB Bogor, Jawa Barat, pada Rabu (25/04/2018).

Rahmat Budiarto dan dua adiknya dibesarkan oleh keluarga yang sederhana, dari seorang ayah, Gatot Subagyo, yang bekerja sebagai loper koran di Jember, Jawa Timur. Saya pikir, dari beberapa contoh di atas, kita bisa memprediksi, betapa besarnya kontribusi ekonomi para loper terhadap perekonomian rakyat Indonesia.

Zaman memang telah berubah. Sejumlah penerbit media cetak telah menjadi senjakala. Banyak yang sudah menutup usaha. Para loper pun banyak yang tak lagi berjualan media. Namun, para loper belum sepenuhnya lenyap dari bumi negeri ini. Kita masih melihat mereka berjualan media, meski jumlah mereka dan jumlah media yang mereka jajakan, tidak sebanyak dulu.

Pada November 2018 lalu, Sutio, seorang agen media di Tangerang, Banten, bercerita tentang pengalamannya. Ia dulu loper pakai sepeda, kemudian berkembang menjadi agen media. Berkat kerja kerasnya, Sutio berhasil mengembangkan agennya ke beberapa wilayah seperti Bumi Serpong Damai (BSD), Alam Sutera, dan Lippo Karawaci. Katanya, dulu tahun 2010, lopernya sampai 35 orang. Kini, hanya tersisa 15 orang saja.

Bermula dari New York

Untuk tingkat dunia, loper koran pertama, bermula di New York, Amerika Serikat, pada tahun 1833. Itu dicatat oleh Bruce J. Evensen dalam Journalism and the American Experience. Ide tentang loper koran itu, datang dari Benjamin Day, seorang penerbit surat kabar di New York, bernama New York Sun. Nah, yang menjadi loper koran pertama, namanya Barney Flaherty.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun