Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Hari Berkabung Uang Digital di Hari Listrik Padam

5 Agustus 2019   22:09 Diperbarui: 6 Agustus 2019   09:43 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meski punya e-money tapi tak kan berfungsi kalau listrik dan sinyal padam. Meski ada mesin Electronic Data Capture (EDC), karcis tetap dibutuhkan ketika listrik dan sinyal padam. Sepertinya, tak ada satu hal yang mampu menggantikan hal lain sepenuhnya. Karena itu, kita harus tetap siaga dengan uang tunai. Foto: isson khairul

Minggu (04/08/2019) menjadi bukti, e-money bukanlah segalanya. Uang digital yang diagung-agungkan itu, lumpuh. Tak berguna. Tak berdaya menghadapi mati listrik. Sebaliknya, uang tunai tetap berdaya, meski dalam kondisi gelap-gulita.

Karcis Tetap Dibutuhkan

Beberapa hari lalu, sahabat saya di facebook, mencaci-maki penggunaan karcis di Transjakarta. Ia menyebut karcis ketinggalan zaman, tidak modern. Ia juga menuding manajemen Transjakarta tidak update dengan teknologi. Bahkan, sampai mendiskreditkan Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta. 

Dalam hati saya bergumam, sebegitu tidak bergunakah yang namanya karcis?    

Pada Minggu (04/08/2019), ketika listrik padam di sejumlah wilayah, saya justru mengalami bahwa karcis sangat berguna di Transjakarta. Hari itu, saya ada urusan di Jl. Pangeran Jayakarta, tidak berapa jauh dari Stasiun Jakarta Kota, Jakarta Barat. 

Dari kampus Universitas Indonesia (UI) di Depok, mestinya saya tinggal naik commuter line (CL) dari Stasiun UI menuju Stasiun Jakarta Kota. Tapi, listrik padam. CL tidak beroperasi.

Akhirnya, saya naik Transjakarta menuju Halte Pertanian di Ragunan, Jakarta Selatan. Dalam perjalanan, kondektur menagih ongkos. Ia menggenggam mesin Electronic Data Capture (EDC), tapi ketika saya sodorkan e-money, ia menolak. Katanya, tidak ada sinyal. Mesin EDC tidak berfungsi. Maka, transaksi kuno pun berlaku: bayar tunai dan kondektur memberi karcis.

Penumpang di sebelah saya menyahut, para operator selular sedang tiarap. Sinyal mereka pun padam, sebagai dampak dari padamnya aliran listrik. Nah, apa yang terjadi, jika tidak ada karcis? Saya pikir, penumpang akan ngamuk ketika uang tunainya diterima kondektur tapi tidak ada bukti telah membayar ongkos. Dengan demikian, untunglah ada karcis.

Transjakarta rute UI-Lebak Bulus yang saya tumpangi, tidak berhenti di Halte Pertanian, karena memang tidak terintegrasi. Saya pun turun di halte terdekat, kemudian berjalan kaki menuju Halte Pertanian. Sebenarnya, ada rencana turun di Halte MRT Fatmawati. Tapi, karena listrik padam, MRT pun tidak beroperasi. Ya, sudahlah.

Di Halte Pertanian, lagi-lagi e-money tidak berlaku. Mesin gate-in dan gate-out Transjakarta tidak berfungsi karena listrik padam dan sinyal padam. Sekali lagi, untunglah ada karcis. Saya membayar tunai dan petugas loket memberikan karcis. 

Kipas angin di Halte Pertanian tentu saja tidak berputar, karena listrik padam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun