Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Jangan Jadi Korban Fintech Bodong, Ayo Cek Daftar Fintech di OJK!

31 Juli 2019   10:36 Diperbarui: 31 Juli 2019   14:38 5740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: thinkstockphotos

Derita karena pinjaman online, makin menyakitkan. Sudah lebih dari 4.500 aduan masuk ke LBH. Yang ngadu terus bertambah. Yang jadi viral pun kian banyak. OJK mengaku kesulitan. Mungkinkah derita tersebut diakhiri?

Pasti Tidak, Jika ...

Sekali lagi, pasti tidak bisa diakhiri. Derita karena pinjaman online tersebut, akan terus dan terus terjadi. Kenapa? Pertama, karena tiap orang butuh uang. 

Kedua, karena yang butuh uang mendesak, lebih banyak dari yang tidak terdesak. Ketiga, karena orang yang terdesak, cenderung memilih jalan pintas. Keempat, jalan pintas seringkali penuh dengan risiko.

Keempat hal di atas itulah yang membuat derita karena pinjaman online, tidak bisa diakhiri. Nah, jika orang yang terdesak tidak memilih jalan pintas, tapi menempuh jalan cermat, derita karena pinjaman online, pasti bisa diminimalkan. Risiko karena pinjaman online pun, pasti bisa dikelola secara cermat.

Cermat? Apa maksudnya? Pinjamlah uang dari sumber yang legal. Tujuannya, jika ada masalah terkait pinjam-meminjam uang tersebut, pasti ada mekanisme legal yang bisa dijadikan acuan untuk solusinya. 

Dalam konteks ini, pinjamlah uang dari perusahaan penyedia jasa pinjaman online atau fintech peer-to-peer lending, yang legal. Fintech = financial technology.

Klik saja ojk.go.id, pasti ketemu Daftar Perusahaan Fintech Lending Berizin dan Terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Wimboh Santoso, Ketua Dewan Komisioner OJK, pada Selasa (30/07/2019), menyebut, hingga saat ini, sudah ada 113 penyedia jasa pinjaman online yang terdaftar di OJK. Dan, 7 di antaranya, sudah berizin.

Wimboh Santoso jengkel, karena ada lebih dari 4.500 aduan tentang pinjaman online yang masuk ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH). 

Inilah perbandingan jumlah peminjam dan jumlah pemberi pinjaman di ranah pinjam-meminjam uang secara online. Karena itulah kita harus cermat memilih, agar tidak menderita kerugian. Salah satu cara cermat, klik saja ojk.go.id, pasti ketemu Daftar Perusahaan Fintech Lending Berizin dan Terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: dicapture dari tempo.co
Inilah perbandingan jumlah peminjam dan jumlah pemberi pinjaman di ranah pinjam-meminjam uang secara online. Karena itulah kita harus cermat memilih, agar tidak menderita kerugian. Salah satu cara cermat, klik saja ojk.go.id, pasti ketemu Daftar Perusahaan Fintech Lending Berizin dan Terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: dicapture dari tempo.co
Dapat dipastikan, aduan tersebut timbul, karena mereka yang mengadu berurusan d,engan penyedia jasa ilegal. Penyedia jasa pinjaman online, yang tidak terdaftar di OJK. Fintech peer to peer lending abal-abal.

"Kalau mau pinjam, pinjamlah dari penyedia jasa yang terdaftar di website OJK. Masa bisa akses online, akses website OJK aja nggak bisa?" ujar Wimboh Santoso, dengan nada jengkel. Jengkel kepada siapa? Kepada mereka yang memilih jalan pintas. Kepada mereka yang tak cermat, di urusan pinjam-meminjam uang.

Seperti Melawan Rentenir 
Wimboh Santoso menyebut, OJK sulit memberantas perusahaan fintech peer-to-peer (P2P) lending yang ilegal. Karena penyedia jasa tersebut tidak terdaftar, OJK tentu saja tidak tahu, siapa pemilik dan pengelola perusahaan tersebut. Karena tidak terdaftar, otomatis OJK susah melacak keberadaan mereka.

Di satu sisi, fintech ilegal tidak disukai, karena mekanisme pinjam-meminjam uang yang mereka terapkan, memberatkan nasabah. Suku bunga pinjamannya tinggi. Jika telat bayar, dendanya pun tinggi. 

Bahkan, bunga berbunga. Di sisi lain, warga yang menggunakan jasa fintech ilegal tersebut, ya tetap saja banyak. Buktinya tercermin dari jumlah aduan yang masuk ke LBH.

Karena itulah, Wimboh Santoso membandingkan fintech ilegal dengan rentenir. Perilaku kedua jenis jasa itu, nyaris mirip. Bedanya, fintech ilegal beroperasi secara online. 

Rentenir secara offline. Bagi saya, fintech ilegal lebih tepat disebut sebagai rentenir online. Ini menunjukkan kepada kita, bahwa teknologi bisa mengacaukan, jika berada di tangan orang yang salah.

Bisakah fintech ilegal diberantas? Bisa tapi sulit. Wimboh Santoso bahkan menyebut, memberantas fintech ilegal, sama dengan memberantas rentenir. 

Lihatlah operasi rentenir di sejumlah pasar tradisional. Pedagang sayur, misalnya, meminjam uang Rp 100.000 di pagi hari. Malamnya, ia harus mengembalikan pinjaman + bunga Rp 150.000. Artinya, tak sampai 24 jam, bunganya Rp 50.000 setara 50 persen.

Gila, kan? Mencekik, kan? Nyatanya, masih saja ada warga yang meminjam uang kepada rentenir. Sebaliknya, rentenir pun masih saja leluasa beroperasi. Fintech ilegal nampaknya juga demikian. 

Sudah begitu hebohnya derita nasabah fintech ilegal diberitakan, bahkan sudah viral di sosial media beberapa kali, nyatanya masih saja ada yang meminjam uang dari penyedia jasa fintech ilegal.

Semua itu dilema, problema sosial yang tak mudah mengatasinya. Teknologi digital yang diharapkan membawa kebaikan, pada saat yang bersamaan, juga menimbulkan kekacauan. Sementara, kehadiran teknologi digital, sudah tak terelakkan. Kita tak mungkin menghindar dari perkembangan teknologi. Lihatlah, jumlah pengguna internet di Indonesia tumbuh pesat, mencapai 171,17 juta dari 264,16 juta total penduduk negeri ini.

Temuan Perilaku Buruk 
Untuk melindungi warga dari kejahatan rentenir online tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melansir Daftar Perusahaan Fintech Lending Berizin dan Terdaftar di OJK. 

Sebaliknya, OJK juga merilis daftar panjang perusahaan pinjaman online yang beroperasi secara ilegal di Indonesia. Pada 28 April 2019, misalnya, OJK mengumumkan 144 aplikasi pinjaman online ilegal. Aplikasi tersebut dibekukan oleh OJK.

Artinya, yang legal dan yang tidak legal, sama-sama bisa kita cermati. Semua kembali terpulang kepada kita, jalan mana yang akan kita tempuh untuk urusan pinjam-meminjam uang.

Nah, masih dalam konteks melindungi warga dari kejahatan rentenir online, OJK kemudian menelusuri lebih detail. Antara lain, tentang perilaku para peminjam uang secara online.

Ternyata eh ternyata, sebagian dari para peminjam uang tersebut, sengaja meminjam dari fintech ilegal. Sejak awal, mereka sudah berniat tidak akan membayar pinjaman itu. 

Mereka sudah berniat ngemplang. Dari temuan OJK, mereka yang mengaku menjadi korban pinjaman online tersebut, rata-rata melakukan pinjaman ke 10, bahkan ke 19 pemberi jasa pinjaman online.

Temuan tentang perilaku peminjam online tersebut, diungkapkan Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi, kepada awak media pada Selasa (13/11/2018). 

Dengan demikian, teknologi digital telah mempertemukan peminjam berperilaku buruk dengan pemberi pinjaman yang juga berperilaku sama.

Artinya, peminjam dan pemberi pinjaman, sama-sama berpotensi menimbulkan kekacauan, melalui teknologi digital. Sekali lagi, semua kembali terpulang kepada kita, jalan mana yang akan kita tempuh untuk urusan pinjam-meminjam uang. 

Saya percaya, dengan bersikap cermat, dengan itikad yang baik, keberadaan perusahaan penyedia jasa pinjaman online adalah alternatif penting di industri jasa keuangan.

Bahkan, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso sampai menegaskan, banyak masyarakat yang diuntungkan dengan keberadaan pinjaman online, yang mulai menjamur sejak dua tahun belakangan ini. Itu ia tegaskan pada Selasa (30/07/2019) lalu.

isson khairul --dailyquest.data@gmail.com

Jakarta, 31 Juli 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun